• IGATT - 14 •

1.8K 298 11
                                    

maaf kalo gak sesuai ekspetasi. Happy reading!

••••

Surat itu datang lagi.

Sepucuk surat yang hampir setiap pagi tergeletak di atas bangkunya itu muncul lagi. Dan seperti biasanya pula, Lalisa tak ada niatan untuk membacanya. Namun ia juga tak membuangnya, hanya menyimpannya di dalam kotak di samping lemari kamarnya.

Sepucuk surat dari Alfa. Cowok itu mengambil jalan lain untuk membujuk Lalisa agar mau mendengarkan penjelasannya, dan sepertinya jalan melalui surat ini yang efektif.

Nope. Tidak terlalu efektif juga, karena Lalisa lebih memilih gengsi dan berpihak pada ego untuk tidak membacanya.

Jennie menyenggol pelan bahu Lalisa. "Hey dude, gue tau lo butuh banget yang namanya alasan dari Alfa. Ketemuan aja napa sih."

Rose mendengus, duduk dibangkunya sambil mengerucutkan bibir. "Asli, geregetan gue sumpah."

Layla mengerutkan keningnya. "Lis, gue tau lo sebenernya sebel dikirimin begituan sama tuh kuyang, mangkannya, ketemuan aja."

Lalisa yang sedang cuek membaca buku biologi dalam diam itu meresapi kata-kata mereka. Semuanya terlalu realita untuk diabaikan.

Lalisa mengayunkan tangannya jengah. "Udah ah, nanti gue pikir-pikir lagi. Udah sana, mending kalian belajar dari pada ngerecokin gue, mau ujian juga."

Dan ketika pengusiran halus itu sukses melerai ocehan ketiganya untuk diam, dan memilih ikut membaca, Lalisa melirik surat Alfa di laci mejanya.

Buka gak ya?
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

••••

Alfa meremas rambutnya kasar sambil mendengus kesal.

"Shit!"

Kepalanya terasa sakit luar biasa, setelah beberapa kali akhir-akhir ini dia melewatkan jadwal nya untuk menjalani hemodialisis. Tubuhnya lemas bukan main.

Langkahnya terseok menuju pintu kala benda yang berguna untuk jalur keluar masuk apartemen itu berbunyi beberapa kali, menandakan bahwa seseorang meminta akses untuk masuk.

Alfa terjengit.

"Pap──"

Pria paruh baya itu lantas memeluk putranya erat, menyalurkan kekhawatiran yang dalam pada sosok dalam pelukannya.

"Alfa, kamu kenapa pake acara kabur dari rumah?"

Alfa berjalan mundur, sedikit terhuyung karena sakit di kepalanya kembali mendera.

"Ngapain disini?"

Pria itu tersenyum hangat. "Aturan papa yang nanya gitu, kamu ngapain disini? Ketika papa jauh-jauh nyembunyiin kamu di Kanada untuk lari dari sini, tapi kenapa sekarang justru memilih kembali?"

Cowok itu meremat pinggiran sofa, menumpu berat badannya di sana agar tidak jatuh seiring sakit mendera kepalanya. Menahan diri agar tidak tumbang.

"Aku mau meluruskan semuanya. Lalisa, dia harus tau yang sebenarnya, aku capek dianggap jadi tokoh paling jahat di hidupnya."

Sosok pria paruh baya itu mendekat, menepuk pundak putranya pelan dua kali.

"Alfa, papa tau ini berat, tapi juga bukan jalan yang terbaik. Tolong perhatiin dulu kesehatan kamu."

"Pa," cowok itu mendongak untuk menatap sebuah foto usang berbingkai, "kenapa papa baik banget sama aku? Papa juga ninggalin dia gara-gara aku kan?"

Ice Girl And The TroublemakerWhere stories live. Discover now