Memaafkan

2.9K 303 47
                                    

Hari ini adalah hari Rabu. Hari kelas seni di taman kanak-kanak. Hari kesukaan Sabiya. Setiap selesai kelas, Sabiya selalu mengumpulkan hasil karya murid-muridnya dan disatukan pada buku yang ia rancang khusus untuk menjadi arsip yang berarti. Kecuali jika salah satu diantara mereka memintanya untuk dibawa pulang.

Dari kelas ini, Sabiya bisa menghidupkan cita-cita masa remajanya. Selain itu, banyak sekali inspirasi yang ia dapatkan. Salah satunya gambar milik Thalia tadi pagi. Setelah melihat dan mendapat izin untuk membawa karya itu pulang, sesampainya di rumah Sabiya bersegera mengeluarkan canvas dan cat lukis. Tidak sabar untuk melukis ulang gambar itu, tentunya dengan sentuhan imajinasinya sendiri.

"Halo?"

Sabiya tersenyum, sudah menebak siapa yang datang. "Sini," kata Sabiya, setelah itu ia menoleh.

"Ini apa?" tanya Alana melihat canvas Sabiya yang mulai berwarna dengan kagum.

"Canvas. Untuk ngelukis," jawab Sabiya.

"Kayaya melukis apa?"

"Hm," Sabiya terlihat berfikir, belum menemukan judul yang tepat untuk lukisannya. "Ini pemandangan di pagi hari. Alana ada ide untuk judulnya?"

Kali ini Alana yang terlihat berfikir, "Alana?"

Sabiya diam sebentar, menunggu penjelasan Alana.

"Kata papah, arti nama Alana itu pagi hari," ucap Alana sambil tersenyum.

"Oh iya, bagus. Kalau gitu, judulnya Alana." Sabiya menyetujui.

"Alana mau bisa melukis dan menggambar seperti kayaya."

"Nanti kita belajar ya?"

Alana mengangguk semangat.

"Permisi," Naka mengetuk pintu. "Maaf Bi, mau jemput Alana."

Sabiya mengangguk, lalu mengantarkan Alana ke depan pintu. "Mau kemana?" tanya Sabiya.

"Alana dan papah mau cari rumah," jawab Alana. "Padahal Alana sudah suka di sini, ada Kayaya."

Sabiya tersenyum. "Udah ada kendaraannya, Ka?"

"Udah. Semalem minjem Rayyan," jawab Naka. "Kalau gitu saya duluan ya."

"Pah," tahan Alana. "Kayaya boleh Alana ajak ngga? Mau Kayaya."

Naka melirik Sabiya sebentar, merasa tidak enak. "Kayaya kan lagi ada kerjaan, jadi harus di rumah dulu."

"Benar begitu ya?" Alana memastikan.

Sabiya terlihat bingung, seperti sulit sekali menolak Alana yang sudah mulai terlihat kecewa.

"Kayaya sibuk ya?" tanya Alana lagi.

"Hm, boleh kok. Kerjaannya nanti kayaya lanjutin setelah ikut Alana."

"Beneran?" tanya Alana mulai tersenyum lagi.

Sabiya mengangguk. "Tunggu sebentar ya, Kayaya siap-siap."

Alana mengangguk lalu menarik Naka untuk menunggu Sabiya di ruang tamu.

Sore itu Sabiya menemani Naka dan Alana berkeliling untuk mencari tempat tinggal baru yang sudah Naka data sebelumnya.

Selama diperjalanan, Naka menyalakan radio dan sesekali mereka bernyanyi lagu anak-anak kesukaan Alana yang diputar di sana. Tidak seperti sedang mencari rumah, mereka malah terlihat sedang bertamasya.

"Jadi, tinggal di Jakarta lagi ya?" tanya Sabiya ditengah perjalanan pulang.

"Kemungkinan seperti itu, Bi." Naka melirik Alana yang tertidur di pangkuan Sabiya. "Sampai ada arahan dinas lagi, tiga sampai lima tahun."

Lakuna : Aku, Dia dan LakunaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon