Lakuna

2.3K 258 18
                                    

Mata Sabiya membulat ketika membuka kunci layar handphone-nya, ada notifikasi pesan yang masuk hampir tiga jam yang lalu.

"Kak, gue pergi ya!" Pamitnya setelah berusaha bersiap diri secepat yang ia bisa.

****

Sesampainya di stasiun Sudirman, nafas Sabiya masih tidak beraturan, matanya menyusuri ke segala arah. Mencari sesuatu.

Ia mengambil telephone genggamnya dengan terburu-buru, mencoba menghubungi seseorang tetapi tidak ada jawaban.

"Lagi dikejar siapa?"

Sabiya menoleh menuju arah suara, "Altan!" Ucapnya lalu bernafas lega.

"Beneran lagi dikejar orang?" Tanya Altan sekali lagi, matanya ikut menyusuri kanan dan kiri.

"Dikejar waktu." Jawab Sabiya sambil memutar bola matanya, ia menatap dirinya sendiri yang berpakaian serba hitam, mungkin kecuali celana jeans yang ia pakai. Tidak lupa memakai topi dan juga masker. "Lo udah lama disini?"

"Wah, bukan lama lagi. Untung ngga sampe berjamur, dari duduk, berdiri, makan, ngobrol sama orang-orang sampai," Altan menjeda

"Temennya udah dateng mas Altan?"

"Udah pak!" Jawab Altan sembari menunjuk Sabiya.

Sabiya tertegun, Altan bahkan sampai mengenal satpam stasiun karena terlalu lama menunggu Sabiya. "Lo ngapain sih, Tan?"

"Ke Bogor, yuk?"

"Ngapain?"

"Udah, ikut aja. Keretanya bentar lagi sampe." Ajak Altan mendahului Sabiya.

Di dalam kereta, Altan dan Sabiya memilih berdiri di dekat pintu. Hari ini memang tidak ramai, tapi kursi kereta masih belum berpihak pada keduanya. Lagipula, baru beberapa menit penumpang turun, sudah ada penumpang naik. Ketimbang pura-pura tidur hanya untuk duduk tenang sampai tujuan, Sabiya dan Altan memilih memberikannya pada yang membutuhkan.

Keduanya sama sama diam, berdiri bersebrangan. Sama sama melihat ke jendela, hanya sesekali saling curi pandang.

"Kenapa, Tan?" Tanya Sabiya membuka pembicaraan.

"Hm?"

"Kenapa, masih datang?"

Bibir Altan melengkung membentuk senyuman. "Kalau pergi, dicariin. Kalau datang, ditanyain."

"Dih!" Sabiya merengut.

"Kenapa, Sab?"

"Hm?"

"Kenapa, masih mau ketemu?"

"Kalau menghilang, dicariin. Kalau-"

"Aku ngga pernah pergi, Sab." Sabiya belum menyelesaikan perkataannya tetapi Altan sudah lebih dulu berbicara. "Aku cuma kasih kamu waktu untuk diri kamu sendiri. Kamu bilang, kali ini aku ngga bisa bantu."

Sabiya menunduk, mengerjapkan matanya beberapa kali tetapi tidak lama karena ia sudah mengadah lagi. "Terus, sekarang lo pikir lo udah bisa bantu?" Tanyanya ketus.

Altan menggelengkan kepala. "Aku rasa kamu ngga benar-benar butuh bantuan. Kamu cuma butuh tau, kalau kamu ngga sendirian."

"Apa kabar, Sab?" Tanya Altan setelah keduanya diam cukup lama lagi.

"Ngga baik." Jawab Sabiya jujur, ia memilih mengalihkan pandangan. "Banyak hal yang bikin sedih."

"Mau ngga?" Altan menawarkan Sabiya makeroni terkenal di kampus mereka, yang tokonya selalu ramai dikunjungi mahasiswa.

Lakuna : Aku, Dia dan LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang