Seseorang Dari Masa Lalu

3.7K 385 6
                                    

"Hari ini Arum ijin ajak Sabiya keluar, boleh kan tan?"

"Boleh dong. Dari kemarin Sabiya ga keluar kamar. Tante khawatir dia bertelur."

Arum dan tante Arimbi tertawa, "Arum pastiin, Sabiya ngga bertelur tan!" Ucap Arum sambil tangannya bergaya hormat bak prajurit siap melaksanakan perintah.

"Yaudah, kamu langsung ke kamar Sabiya ya."

Arum mengangguk sebelum akhirnya pergi ke kamar Sabiya.

Kedua tangan Arum berlipat didepan dada, seraya menggelengkan kepala. Merasa iba sekaligus tidak percaya melihat kondisi Sabiya jadi sebegininya.

"BANGUN BANGUN!" Teriak Arum sambil menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Sabiya. Memergoki perempuan yang keadaannya terlihat kacau. Mata bengkak, hidung memerah, rambut berantakan dan pipi yang basah. "OH MY SHAWN! LOOK AT YOU!"

Tubuh Arum mendekat, kedua ibu jarinya menyapu sisa air mata diujung mata Sabiya. "Udah berapa hari begini, hm?"

Sabiya mengusap matanya, "Lo ngapain kesini?"

"Ngapain?! Lo kira gue tega ngebiarin sahabat gue yang tersayang ini menderita, tuh nyokap lo sampe khawatir, takut lo bertelor."

Saat itu juga Sabiya tertawa, tapi tak lama kembali menangis. Perasaan dan fisiknya jadi begitu aneh.

"Bi, serius. Gue khawatir." Arum mengambil sisir di meja rias Sabiya, mulai merapikan rambut sahabatnya yang berantakan. "Buat apa, lo nangisin orang yang belum tentu nangisin lo? Bi, dengerin gue. Kalau dia sayang, dia ga akan buat lo begini."

"Gue sakit hati, Rum."

Arum mengangguk berusaha mengerti. "Lo boleh sakit hati, tapi hidup lo ga boleh berenti. Hidup lo harus tetep jalan. Sekarang, live your life. Kita jalan jalan, kita ke salon, nonton bioskop, makan es krim atau ke toko baju, perawatan kuku, ke-"

"Gue di rumah aja." Potong Sabiya, lalu merebahkan badannya lagi.

"Siapa bilang lo boleh nolak! Buruan ah!" Paksa Arum, sambil menarik tangan Sabiya dan menuntunnya ke kamar mandi.

Setengah hati Sabiya mengikuti ajakan Arum, yang ia lakukan sekarang adalah bentuk menghargai usaha sahabatnya untuk membuat keadaan Sabiya membaik. Walaupun yang ada, pikiran dan raga Sabiya sedang berada di dua tempat yang berbeda.

"Kak Gilang!" Arum melambaikan tangan, bersamaan dengan seseorang yang dipanggil datang mendekat.

"Eh, kalian. Berduaan aja?"

Arum mengangguk, "Nih, lagi ngehibur orang patah hati."

Sabiya melirik Arum tajam, lalu menyenggol lengan Arum, tanda ia tidak setuju. Terkadang sahabatnya ini perlu saringan mulut agar tidak terlalu jujur.

Gilang tertawa.

"Kalau lo, sendirian aja kak?" Arum balik bertanya.

"Ramean, tapi kayaknya belum pada dateng nih."

Arum mengangguk, lalu teringat sesuatu. "Ada Naka juga dong nanti?" Tanya Arum, mewakili rasa penasaran Sabiya.

"Nah, gue baru aja mau nanya Sabiya."

"Gue?" Sabiya menunjuk dirinya sendiri.

Gilang mengangguk, "Naka apa kabar? Udah lama ga pernah nongkrong sama kita-kita. Kaya ilang ditelan bumi tuh anak, emang belum dapet kuliah juga?"

Lakuna : Aku, Dia dan LakunaWhere stories live. Discover now