Bukan Sabiya

3.3K 344 21
                                    

"Sabiya! Sabiya!" Laras belum berhenti mengetuk pintu kamar Sabiya. "Sabiya! Kamu gapapa kan?"

"Sabiya! Sabiya!" Suara Laras mulai tinggi, membuat beberapa penghuni kamar di sekitarnya ikut keluar, penasaran dengan apa yang Laras lakukan.

"Gapapa ras." Jawab Sabiya dari dalam. Suaranya terdengar sangat pelan.

"Buka pintunya dong!" Ucap Laras belum puas. "Kamu ngapain sih?"

Tidak ada jawaban.

"Ada nasi goreng aku taruh di pintu, ngga pedes. Jangan lupa makan ya! Aku juga udah catat pertemuan dengan pak Amidi kemarin. Sebentar lagi uas, jangan lupa belajar ya."

Masih tidak ada jawaban, membuat Laras menghela nafas, ia menyerah. "Yaudah kalau gamau buka. Kalau ada apa apa bilang ya, Biya."

Sabiya merentangkan tubuhnya, menatap langit langit dan perlahan lahan tangisannya tumpah.

Sudah tiga hari Sabiya mengurung diri, tidak berbicara banyak bahkan terkesan menghindar dari orang orang, tidak berangkat kuliah juga. Keluar kamar hanya untuk mengambil pesanan ojek online, untuk memenuhi kebutuhan perutnya.

Setelah pertemuannya dengan Naka, ia tidak benar benar pulang, menghabiskan waktu sendiri untuk berkeliling yogyakarta tanpa arah, sesekali ia naik becak, sesekali ia naik bis, dan lebih banyak berjalan kaki, sampai kakinya tidak mampu berjalan lagi.

Menangis ditengah keramaian, menanggalkan rasa malunya, meratapi perjalanan dari balik jendela dengan kesedihan, karena yang bisa ia rasakan hanya patah hati teramat dalam.

Ia tidak pernah benar benar siap berpisah, apalagi kehilangan Naka.

"Aku sih ngga akan pergi, disini terus sama Naka." Kata Sabiya sambil mengaduk thai tea-nya dengan sedotan.

Naka tersenyum.

"Kalau Naka, pergi ngga?"

Naka menggelengkan kepala.

"Janji?"

Naka mengangguk.

"Mana kelingkingnya?"

Satu alis Naka naik, kebingungan.

"Janji kelingking, gitu Naka."

Naka mengangkat jari kelingkingnya, dan dengan cepat Sabiya mengaitkan kelingkingnya dengan Naka.

"Janji ngga tinggalkan Sabiya ya." Kata Sabiya sekali lagi.

Naka tersenyum.

Sabiya menutup mata dengan kedua tangannya, semua kenangan tentang Naka begitu menyakitkan sekarang. Tisu di kamar Sabiya bahkan sudah habis lagi, berserakan dan membuat kamarnya berantakan. Kondisi Sabiya benar benar kacau.

***

Sabiya menatap kalender di meja belajarnya, hari ini adalah hari keberangkatan Naka ke Kairo. Hari dimana Naka benar benar pergi, hati dan raganya akan sangat jauh. Meninggalkan Sabiya terluka sendiri.

Tubuh Sabiya bangkit, berpindah menuju kaca tinggi yang menampakan seluruh tubuhnya. Sabiya hampir tidak mengenal pantulan dirinya sendiri, walaupun tidak banyak yang berubah selain lingkar matanya yang mulai menghitam, tatapannya yang terlihat sayu karena jam tidurnya yang tidak karuan dan rambutnya yang berantakkan.

Sabiya menyisir rambutnya pelan pelan, air matanya jatuh lagi, seperti tidak ada habisnya. Ia tatap sekali lagi rambutnya yang mulai rapih, lalu tangannya meraih gunting.

Dengan asal Sabiya menggunting rambutnya, gerakannya yang semula lambat semakin cepat, melampiaskan rasa marah dan sedih diwaktu bersamaan.

Tubuhnya jatuh terduduk, ia menunduk membiarkan air matanya langsung menyentuh lantai. Untuk kesian kalinya, Sabiya menangis. Terpuruk akan keadaan.

Lakuna : Aku, Dia dan LakunaWhere stories live. Discover now