Terima kasih, Altan

1.8K 230 15
                                    

"Kak," Sabiya menahan tangan Rayyan, membuat lelaki yang semula sudah membuka pintu mobilnya akhirnya memilih untuk menutupnya lagi, lalu menatap Sabiya sebagai jawaban 'apa'

"Ke makam mamah dan papah dulu ya?" Tanya Sabiya bersemangat.

Rayyan mendekati Sabiya, tiba-tiba merasa khawatir. Semenjak pemakaman kedua orangtuanya, Sabiya tidak pernah berkunjung ke sana. Tepatnya hati dan fisiknya belum benar-benar menerima kepergian itu.

"Tenang, sekarang Sabiya udah siap kok."

"Kamu, yakin?" Tanya Rayyan memastikan, bahkan ia menggunakan 'kamu' pertanda suatu hal yang serius sedang mereka bicarakan.

Sabiya menghela nafas panjang, lalu tersenyum sambil mengangguk.

"Oke. Kita kesana kalau gitu." Jawab Rayyan ikut tersenyum, ia mengusap kepala Sabiya. Berharap Sabiya sudah benar-benar siap, karena ia tidak ingin melihat kondisi Sabiya memburuk, setelah hari-hari terakhir terutama hari ini, Rayyan merasakan Sabiya yang lama sudah kembali, bahkan jauh lebih baik. "Oh, iya. Altan gimana?" Tanya Rayyan kembali menoleh, teringat sesuatu.

"Altan ikut."

Rayyan mengangguk, mendahului Sabiya masuk ke mobil.

"Maaf ya, lama." Ucap Altan menghampiri Sabiya, setelah menyelesaikan makan siang dengan mie ayam jakarta, Altan pamit untuk ke kamar mandi. Sepertinya mie ayam yang ia makan terlalu banyak ia beri sambal, sampai-sampai lupa dengan kondisinya yang mudah sakit perut.

Sabiya mengangguk, "Lo depan ya, gue mau gantian tidur."

"Iya, Sab."

****

"Ini, bukan di stasiun ya?" Tanya Altan ketika menyadari mobil Rayyan berhenti di tempat lain. Pemakaman.

"Ada yang mau ngenalin lo ke mamah dan papah." Jawab Rayyan, ia melepas sabuk pengaman dan menoleh ke belakang untuk membangunkan Sabiya yang masih tertidur pulas.

Altan memilih keluar terlebih dahulu, matanya menyusuri sekeliling, rumah masa depan. Sejak mendengar kedua orangtua Sabiya yang meninggal dunia, Altan belum sempat datang, ini adalah kali pertama.

"Tan," panggil Sabiya, membuat lelaki itu menoleh.

"Ketemu orangtua gue dulu, gapapa kan?"

"Kamu-"

Sabiya tertawa pelan, "Gue ngga apa-apa kok, emang belum sepenuhnya sembuh, tapi gue jauh lebih baik sekarang." potong Sabiya sambil tersenyum tipis. Tapi tidak lama, karena ia sudah mengerutkan kening sekarang. "Lagian lo perlu tanggung jawab! Lo udah bawa gue ke Banten selama 30 hari. Nih, orang ilang 2x24 jam aja dilaporin ke polisi, Tan."

Kali ini Altan yang tersenyum, ia menahan tawa. "Iya juga ya, aku bawa kabur anak orang."

"Yuk!" Ajak Rayyan yang sudah beberapa langkah di depan.

Sabiya menatap dua batu nisan itu dengan lirih, walaupun jauh di lubuk hatinya harapan untuk bisa kembali berkumpul dengan kedua orantunya masih tidak bisa ia tutupi, namun dirinya jauh lebih kuat hari ini. Ia lebih yakin, suatu hari nanti bisa kembali bertemu, walau tidak di sini.

Rayyan menepuk pundak Sabiya, lalu mengusapnya dengan lembut, memastikan Sabiya baik-baik saja.

Sabiya menatap Rayyan, ia tersenyum. Langkah kakinya semakin mantap untuk mendekati batu nisa, Sabiya berjongkok diantara kedua nisan, mengelus batu itu bergantian. Tiba-tiba saja matanya berair, dan satu tetes air mata berhasil jatuh ke pipinya. Sekali lagi ia meyakinkan dirinya sendiri, ia lebih kuat.

Lakuna : Aku, Dia dan LakunaWhere stories live. Discover now