WCI | 24

19.5K 1.8K 53
                                    

Yeay! Update:)

✨✨✨

"Sebagian orang mungkin lupa, bahwa semesta memang suka bercanda."

✨✨✨

"Kok lo tau?" tanya Namira sambil mendekati meja Harris.

"Tadi, saat kamu pergi, ada yang meletakkan lem di kursi kamu. Tapi maaf, aku tidak bisa memberitahukan orangnya."

Namira berdecak sebal. "Kenapa tidak bisa?"

"Ancaman," kata Alan.

Namira mengalihkan pandangannya ke arah Alan. "Ancaman?" ulangnya.

"Biasanya, untuk orang seperti Harris, mereka tidak akan berdaya jika diancam oleh orang yang lebih tinggi, lebih berkuasa. Saya tidak merendahkanmu, tapi banyak yang seperti itu."

Kafka meremas kertas putih yang sejak tadi ia genggam. Kemudian melempar kertas itu sampai menabrak tembok di belakang kelas.  Wajahnya berubah datar, auranya juga berubah dingin.

Kakinya ia langkahkan keluar kelas tanpa mengucapkan satu kata pun, membuat Namira dan teman sekelasnya merinding ketakutan.

Alan berdiri di ambang pintu dan menatap Namira. "Kamu pulang saja," ujarnya santai. Setelah itu Alan meninggalkan kelas Namira.

Namira membentuk lengkungan di bibirnya. "Makasih, karena lo semua, gue gak belajar. Senang, deh!" serunya dengan wajah bahagia.

Namira mengambil tasnya dan melangkah keluar kelas. Bibirnya bersenandung dengan riang, membuat siapa saja merasa kalau Namira sangat aneh.

"Kita lihat, sampai kapan senyummu terus terkembang," bisik seseorang.

Namira menghentikan langkahnya dan memperhatikan sekelilingnya. Ia mendengar bisikan itu dan ingin mencari orangnya. Apa maksudnya dengan bisikan itu? Seperti ancaman saja!

"Nam," panggil Shofia pelan.

Namira menatap bingung ke arah Shofia. "Apa?" tanyanya.

"Lo tadi dipanggil sama Ghea," ujar Shofia dengan senyum manisnya. "Katanya udah dipanggil dari tadi, tapi lo gak datang-datang."

"Hah? Dia gak ada manggil gue, tuh!" balas Namira cepat. Lagipula, mana mungkin Ghea memanggilnya. Ada urusan apa? Mereka sama sekali tidak dekat.

"Oh, berarti orang yang disuruh panggil kamu belum menyampaikan. Ghea masih nungguin kamu di koridor bawah. Di dekat lapangan basket," kata Shofia.

Namira mengangguk. "Yaudah, lo ke kelas aja. Bentar lagi masuk," peringat Namira.

Setelah Shofia pergi dari hadapannya, Namira langsung berjalan menuju lapangan basket. Selama di perjalanan, banyak hal yang melintas di pikirannya.

Terutama soal ini, atas alasan apa Ghea memanggilnya? Jelas-jelas mereka tidak memiliki urusan yang mengharuskan mereka untuk bertemu di sana.

Namira juga tidak punya ingatan bahwa dirinya ada berbuat salah dengan Namira. Malah Ghea yang mencari ribut duluan dengannya.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now