WCI | 13

20.2K 2.2K 224
                                    

Jika ingin double up,
Siapkan komentar kalian banyak-banyak!
Votenya juga jangan lupa:)

Baca sampai bawah, ada pengumuman:>
Happy reading>•<

✨✨✨

"Cemburu tanpa ikatan itu salah. Jika mau merasakan cemburu, ikat dulu dia menjadi milikmu. Sekarang pilih, halalkan atau tinggalkan. Karena berlarut-larut dalam dosa hanya akan membawa dalam dosa yang besar dengan zina yang nikmat."

-WCI-

✨✨✨

Pulang sekolah, Kafka mendatangi kelas Namira dan mengajak perempuan itu bicara sebentar.

"Saya akan datang ke rumah kamu jam delapan malam. Bisa pastikan orang tuamu ada di rumah?" tanya Kafka langsung ke intinya.

Namira mengerjabkan matanya berulang kali. Masih mencerna apa yang baru saja ia dengar dari mulut Kafka.

"Emang mau ngapain? Kalau jam segitu, Papa sama Mama emang udah pulang."

Kafka mengangguk mantap dan tersenyum tipis. "Akan aku jelaskan malam nanti. Kamu tinggal menunggu saja."

Namira menggelengkan kepalanya kuat. "Gak mau! Gue maunya sekarang, lo mau ngapain? Nanti kalau orang tua gue marah gimana? Gimana?!" paksa Namira.

"Tenang. Jangan panik, Namira."

"Gimana gak panik, lo mau ngapain jam delapan malam datang ke rumah gue, bawa orang tua lagi, kayak mau lamaran aja!" celetuk Namira.

Tanpa sadar, Kafka tersenyum tipis mendengar kalimat yang Namira lontarkan untuknya. "Siapa yang tau," ujar Kafka sambil pergi meninggalkan Namira yang panik sendiri.

***

"MAMA!" seru Namira saat waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. "MAMA GENTING!" sambungnya.

Sindi dan Araf langsung keluar dari kamar mereka dan menghampiri Namira.

"Kenapa, sayang?" tanya Sindi dengan raut wajah khawatir.

"Namira lupa! Satu jam lagi teman Namira mau datang sama keluarganya! Gak tau mau ngapain!" jawab Namira panik. Ia baru bangun tidur dan baru sadar kalau tadi ada janji dengan Kafka.

"Ngapain teman kamu datang malam-malam? Bawa-bawa orang tua segala, kayak mau lamaran?" tanya Sindi yang ikut-ikutan panik.

Kepanikan Namira dan Sindi terhenti saat Araf menepuk tangannya. "Papa lupa, mereka memang ingin datang untuk melamar."

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

"APA?!" teriak Namira dan Sindi bersamaan.

"Tenang, ini masih suasana maghrib. Dijaga suaranya," tegur Araf.

Namira menghentakkan kakinya di lantai. "Mau ngelamar siapa? Kan putri Papa satu-satunya cuma Namira. Terus siapa lagi yang mau dilamar?" tanyanya heboh.

"Ya kamu," jawab Araf dengan santainya.

"Pa, kamu serius?" tanya Sindi sambil memegang lengan Araf.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz