Memulai Hidup Baru

974 65 36
                                    


Happy Reading

****

Sepulang sekolah, Yaya berjalan menuju rumahnya. Akan tetapi, dari kejauhan rumahnya penuh dengan orang orang. Ada apakah sebenarnya. Mungkin mereka sedang menjenguk Mama, batin Yaya.

Yaya terus berjalan.

Deg!

Bendera Kuning!

Ia berhenti. Tubuhnya melemas, seakan tidak ada tulangnya. Air mata mengalir deras di pipinya. Haruskah ia kehilangan orang tercinta?

Yaya terus berlari menuju rumahnya. Sesampainya di sana, ia langsung bertanya pada salah seorang tetangganya.

"Ini ada apa Bu? Mama saya mana?Mama baik baik aja kan?" tanya Yaya dengan air mata yang terus mengalir.

"Kamu yang sabar ya, Nak," ucap tetangga yang diketahui bernama Bu Sri.

" Mama kemana?" tanya Yaya dengan menggoncangkan tubuh Bu Sri.

"Maaf, Mama kamu sudah meninggal," kata Bu Sri, air matanya pun keluar tanpa izinnya. Yaya jatuh, seakan sebagian hidupnya telah pergi.

" Tidak, ini tidak mungkin kan."

"Mama masih hidup."

"Nanti siapa yg kasih semangat Yaya?"

"Siapa yang memberi perhatian ke Yaya?"

"Siapa yang mengucapkan selamat malam?"

"Siapa yang menyayangi Yaya?"

"Mama masih hidup."

"Tadi pagi, mama juga masih senyum."

"Mama!"

Yaya mengucapkannya dengan lirih. Semua tanpa terkecuali, menangis. Apakah ia akan hidup sebatangkara? Apakah ia selalu ditakdirkan sengsara?

Yaya masuki rumahnya. Ia melihat jenazah yang telah dikafani. Yaya berjongkok dan langsung memeluk jenazah itu.

"Mama kenapa ... kenapa mama pergi dulu."

"Mama nggak sayang sama Yaya ya."

"Tapi, aku sayang mama."

"Yaya sedih sekali. Mama pergi dulu. Kenapa mama nggak ajak Yaya?"

"Yaya akan memcoba ikhlas, semoga mama tenang disana."

"Tunggu Yaya di syurga, ya, Ma."

Yaya bangkit. Sedih boleh, terpuruk jangan. Dia harus semangat. Mamanya berharap besar padanya.

"Ayo kita makamkan Mama," seru Yaya dengan suara khas orang menangis.

Jenazah itu dibawa ke dalam keranda. Empat orang lelaki memba keranda itu. Kaliamt takbir, syahadat, sholawat, dll- terucap dari mulut para pelayat.

Acara pemakaman telah selesai. Yaya masih saja menangis. Ia sedang menaburkan bunga di atas makam sang mama.

Para pelayat sudah pulang, Yaya masih setia menatap makam mamahnya. Ia berjongkok dan mengelus nisan mamahnya.

"Mama, mama yang tenang di sana, ya. Tunggu Yaya juga. Mama Yaya sayang banget sama mama."

"Mama Yaya pulang dulu, ya."

Yaya mengecup nisan mamahnya. Ia berdiri dan berjalan pulang. Suasana hari ini seperti hati Yaya. Mendung. Langit mulai meneteskan air. Hujan. Yaya pulang dengan derasnya air hujan. Yaya menangis di tengah derasnya hujan. Alam seakan tau dia sendiri.

Hei, Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang