Yaya Akan Pulang

612 48 20
                                    

Yaya menyeruput susu kotak rasa stroberi. Dia duduk di ayunan taman dekat rumah Om Gempa. Bersama Ice tentunya.

"Ice, 'kan aku mau pulang, nih. Kamu gak ada acara apa gitu, buat bareng aku, hehe."

Ice tergeming. Dia menatap Yaya dengan sorot sayu, seperti ingin tidur. Lalu, dia mengendikkan bahu tak tahu.

"Nggak tau gue."

Yaya menatap Ice sebal. Sesekali kek, Ice bermain ekspresi, jangan hanya berwajah datar.

"Oh ya, Lo suka sama musik 'kan?" Ice melirik gadis yang duduk di ayunan sampingnya.

Yaya mengangguk lalu kembali meminum susu kotak rasa stroberi itu. "Suka banget, sayangnya, aku gak bisa main alat musik. Padahal 'kan, suaraku bagus, kayak ayam kejepit. Hahaha...."

Ice menggigit bibir dalamnya, menahan agar tidak tertawa karena melihat tingkah lucu gadis itu.

"Btw, Lo kayaknya seneng banget, ya, mau pergi dari rumah." Ice mengayunkan ayunan itu.

"Hm...."

"Lo benci ya, sama Gue?" Tanya Ice lagi.

Yaya menatap lelaki di sampingnya, kemudian menggeleng.

"Bukannya aku benci sama kamu, cuma aku kangen banget sama Papa. Ya, kamu tahulah," balas Yaya. Ice hanya mengangguk. Tak mau ambil pusing, asal Yaya aman dan senang, prinsip Ice.

***

Halilintar duduk di bangku kasir. Dia menatap meja kerja atoknya. Di sana, ia melihat seorang pria tua sedang menyiapkan sejumlah bahan-bahan untuk keperluan kedai kecilnya.

Halilintar sangat menyayangi pria itu, meskipun tak pernah ia mengucapkan kata-kata sayang secara langsung padanya. Yang penting, kita membuktikan bahwa kita menyayanginya, bukan hanya sekedar ucapan penuh candaan.

Halilintar menghampiri meja atoknya. Dia pun ikut membawa kardus-kardus bungkus coco. Setelah selesai, mereka berdua duduk di bangku pelanggan.

Pagi ini adalah hari Minggu. Sementara kedai kokotiam milik Tok Aba buka pukul 9.00 waktu setempat. Belum banyak pelanggan, lagian mereka 'kan masih baru, belum terkenal seperti di tempatnya dulu.

"Tok, ada nggak, sih, orang tua yang nggak sayang sama anaknya?" Halilintar membuka suara.

Tok Aba tertawa pelan, ada-ada saja pertanyaan cucunya itu. Lagian, kenapa juga Halilintar bertanya seperti itu. Pastinya dia juga tahu jawabannya 'kan.

"Semua orang tua itu sayang sama anaknya. Nggak ada orang tua yang gak sayang apalagi sampai benci. Anak itu anugrah, sebuah bentuk kepercayaan yang diberikan oleh Allah. Pertanyaan mu lucu." Tok Aba mengelus puncak kepala cucunya itu.

Halilintar tergeming. Betul juga ucapan kakeknya. Sementara Tok Aba, dia tahu jelas kenapa cucunya bertanya seperti itu. Halilintar merasa terasingkan.

Satu pelanggan datang, Halilintar beranjak ke meja pembuatan ice coco. Tok Aba menggelengkan kepala melihat tingkah cucunya.

"Halo Halilintar! Aku Yaya, pesan satu ice dan hot cocolate, ya?" Teriak Yaya saat dia duduk di bangku pelanggan. Iya, yang datang Yaya dengan Ice tentunya.

Halilintar tersenyum kecil, gadis itu selalu menggemaskan. Dia mulai meracik minuman yang mereka pesan.

Musuh jadi cinta. Bisa.

Teman jadi cinta. Bisa.

Sahabat jadi cinta. Bisa. Pertanyaannya, apa bisa mereka bersama? Maksudnya, dalam artian lain. Tahu 'kan?

Hei, Boy!Where stories live. Discover now