C.54

158 158 85
                                    

Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi.
-Pidi baiq-
.
.
.

Kini ia kembali menghirup udara segar di Bandung, walaupun dengan hati yang begitu terasa panas, namun dengan kibasan angin malam ia mencoba untuk menerima dan menghirupnya dengan kasar.

"Nak, ke bawah dulu yuk kita makan." Ajak Fira pada Geby yang masih duduk di tepi jendela.

"Bentar ma." Balasnya tanpa menoleh.

"Jangan kepikiran terus dong, kamu keluar sana nyari keramaian biar nggak terlalu murung gini." Fira menghampiri Geby yang tengah menatap penuh kearah pengendara yang berlalu lalang.

"Apa dia lagi mikirin aku ma?" Lirihnya.

"Dia bukan hanya mikirin kamu nak, mungkin Elin  lagi nyariin kemana kamu pergi." Kini Fira berdiri di samping Geby, mencoba menenangkan.

"Nggak mungkin ma, dia tuh nggak cinta sama aku, selama ini cuman aku yang mencoba mengerti dan mempertahankan, tapi semuanya nggak ternilai sama dia. Sekarang mungkin saatnya aku harus mencintai diri sendiri, memberi waktu untuk hati, dan mengumpulkan kembali semangat untuk raga." Geby mendongak dan menatap wajah kharismatik milik mamanya dengan senyuman yang terukir.

"Iya sayang, mama bangga kamu bisa lebih dewasa sekarang, dan kamu harus berterima kasih untuk setiap masalah yang sudah membuat kita berubah dan jauh lebih baik." Begitu bijaknya Fira dalam mendidik anak, tak ada kekerasan ataupun bentakan yang ada hanyalah perkataan namun mampu menghasilkan perubahan.

Ia tersenyum membenarkan ucapan mamanya. "Makasih banyak yah ma, udah banyak ajarin Geby tentang kehidupan."

"Itu semua tanggang jawab orang tua, dan kamu sebagai anak cukup mendengar, melakukan, dan menikmati." Ujarnya dengan begitu lembut. "Sekarang turun dulu yah, mama udah masak tau, masa nggak di makan."

"Iya ma, yaudah ayo." Geby berjalan mendahului Fira, dan turun menuju meja makan untuk menyantap masakan mamanya.

Fira kini menyusul anak bungsunya dan menyajikan makanan yang masih panas dan mengeluarkan aroma yang begitu lezat.

"Habis ini aku mau keluar yah ma." Ujar Geby sambil menyendok nasi.

"Iya." Balas Fira.

"Tapi aku nggak janji bakal pulang cepat." Ucapannya itu membuat Fira mengangkat wajahnya dan menatap Geby penuh tanya. "Kenapa?" Tanyanya.

"Aku mau ketemu Rijal."

Fira sontak kaget ketika mendengar nama itu, bagaimana tidak anak baik yang ia lahirkan bisa berbuat onar dan membuatnya hampir merenggut nyawa akibat perlakuan dan ajakan miris dari Rijal.

"Kalau mama larang, kamu bakal terima nggak?" Fira tak bisa secara langsung mengatakan 'tidak' kepada semua anaknya, sebab ia percaya nasehat dan pelajaran yang ia berikan, bisa membuat anak-anaknya mengerti dalam mengambil langkah.

"Kali ini semuanya nggak bakal terulang ma, aku janji." ia mencoba meyakinkan Fira.

Tak ada pilihan lain, dan tak ingin melarang yang membuat anaknya kehilangan masa remaja yang seharusnya begitu menyenangkan namun larangan kekhwatiran yang berlebihan membuatnya harus memberi ketegasan, dan memberinya batasan. Fira menghela nafas. "Iya mama izinin, dan mama berharap kamu bisa ngambik tindakan yang baik."

GHAEBRYL ✓ ( Terbit )Where stories live. Discover now