C.19

318 251 99
                                    

Ada yang terlalu larut dalam kesedihan, hingga lupa akan kebahagiaan yang datang. Ada yang menikmati kebahagiaan, hingga enggan untuk melepaskan.
.
.
.


Jam menunjukkan pukul 22.45, dengan kecepatan kilat seorang lelaki yang mengendarai motor besarnya di tengah jalan dengan tujuan menemui dan menyelesaikan semua masalah yang menjadi penghalang hubungannya. Hati yang resah, dan jiwa telah diisi dengan luapan emosi.

Dia menepikan motor, dan turun memasuki pekarangan rumah milik sang kekasih. Menekan bel beberapa kali, dan orang yang ditunggunya sudah membuka pintu. Dengan spontan dia menarik gadis di depannya dan membawanya kedalam pelukan.

“Maafin aku Ay, aku udah tau semuanya, aku bisa jelasin.” sambil menangkup kedua pipi kekasihnya itu. “Dia bukan siapa-siapa aku Ay, dia cuman ngaku-ngaku, aku minta maaf nggak bisa ngertiin kamu, kamu maukan maafin aku?” lanjutnya

“By udah, ini bukan sepenuhnya salah kamu, aku juga disini salah terlalu percaya sama dia, aku minta maaf.” Elin memeluk kekasihnya yang sangat ia rindukan, walaupun dia hanya tidak bertemu beberapa jam.

“Kamu jangan nangis Ay, aku nggak bawa tissue.”

“Jahat ih.” Kesalnya.

“Hmm, jangan nangis yah kan dulu udah janji.” Sambil menghapus air mata yang membasahi pipi kekasihnya.

“Kelilipan By.”

“Kamu nggak jago bohong sayang.”

“Apaansih.”

“Kangen yah dipanggil sayang.” Goda Geby dengan mencubit pipi Elin.

“Ih apa-apaansih.” Sambil melangkah menuju sofa.

“Ay mbok kamu mana?" Tanya Geby, sambil melangkah mengikuti Elin.

“Pulang kampung.”

“Kamu sendiri dong di sini.” Tebaknya sambil mendudukkan bokongnya di samping elin.

“Iya.”

“Menapa nggak bilang, kan aku bisa nemenin.”

“Kan tadi lagi marahan.” Sambil menatap Geby.

“sekarang kan udah nggak, aku temenin kamu yah.” Pintanya dengan menyenderkan kepalanya di bahu Elin.

“Nggak mau.”

“Kenapa?”

“Takut”

“HAHAHAHA” Ketawa Geby pecah ketika mendengar pertanyaan konyol dari gadisnya itu.

“Nggak lucu By, udah sana balik deh!”

“Nggak mau.”

“By kamu balik, aku mau lanjut tidur.”

“Yaudah sini tidur aja.” Geby menepuk pahanya sembari mengajak Elin tidur.

“Nggak mau.”

“Ay kamu nggak usah takut, aku nggak bakal macem-macem, aku bakal ngejaga kamu, sini tidur.” jelasnya dengan memandang mata milik Elin dengan lekat.

“Janji?”

“Iya sayang.” Geby memandangi wajah yang sangat dicintainya itu, sesekali mengelus lembut rambut Elin.

Hubungan keduanya begitu sederhana sebab kepercayaan begitu kuat diantaranya, mereka yakin masalah yang datang hanya penghalang untuk sementara. Sebab kebersamaan yang sesungguhnya, ketika keduanya merasa yakin bahwa cinta yang mereka miliki sebagai senjata untuk masalah yang datang melanda.

GHAEBRYL ✓ ( Terbit )Where stories live. Discover now