C.49

122 115 63
                                    

Tak semua harus diceritakan, sebab terkadang rasa ingin tahu lebih tinggi dari pada rasa peduli dan empati.
.
.
.

Langit tampak begitu cerah, memancarkan kebahagiaan untuk para kaum yang sedang sibuk dengan aktivitasnya. Kini ia tampak begitu bahagia, namun ia selalu dirundung rasa takut akan kehilangan kebahagiaan, dan tergantikan rasa sakit yang begitu pilu. Namun, ia mencoba untuk menyangkal pikiran bodohnya itu.

Dengan langkah gontai menyusuri gerbang, dan melalui beberapa kelas sambil menampilkan wajah riang. Begitulah, ia di kenal oleh para sahabatnya periang, namun ia tak seriang itu, ada beberapa sudut yang harus ia tutup rapat-rapat untuk mengundang kebahagiaan di atas kepiluannya.

“Eh udah datang Lin?” Sapa Yesi yang sudah lebih dulu berada di bangku dan duduk dengan anggun.

“Iya dong.” Sambil berjalan menghampiri sahabatnya itu.

“Eh Lin katanya kita bakal kedatangan siswa dari sekolah lain, dan itu salah satu acara dari osis, duh pasti keren banget tuh.” Ujar Yesi begitu girang, sambil menampilkan wajah takjub tak sabar untuk menanti.

”Santai aja kali Yes.” Elaknya.

“Gue tuh nggak sabar pengen liat anggota osis dari sekolah lain, apalagi cowok pasti keren-keren banget tuh.” Yesi begitu tampak senang, sampai mengguncang tubuh elin.

“Ck, cowok Mulu di otak lu yes.” Protes Elin, sambil mengambil buku dari tasnya.

“Emang gitu Lin, gue tuh lagi nyari cogant buat dijadiin pacar.”

“Nih yah Yes, lo tuh cantik, pinter, coba deh lo buka mata lo lebar-lebar, cowok di kelas sebelah bahkan kakak kelas udah banyak tuh yang ngedeketin lo, ganteng juga, tapi kenapa lo nggak mau.” Jelas Elin panjang lebar kepada sahabatnya yang begitu terobsesi dengan wajah lelaki dengan blasteran bule, dan menutup hati untuk lelaki yang tak sesuai dengan tipenya.

“Tapi Lin, mereka tuh nggak ada yang mirip sama manurios, meel, pokoknya jauh deh dari yang gue mau.” Yesi tampak begitu menolak mentah-mentah omongan Elin.

“Serah deh Yes, capek gue ngadepin lo.” Keluh Elin, sambil menuliskan beberapa huruf di atas buku diary nya.

“Hayy girls kita datang.” Sahut dua wanita yang baru saja masuk ke dalam kelas dan menghampiri bangkunya.

“Guys gue punya info.” Kini viona tampak menampilkan wajah serius, dan mendekat ke arah sahabatnya.

“Apaan?” Tanya Yesi.

“Kita bakal kedatangan tamu dari sekolah lain.” Ujarnya dengan begitu pelan.

“Udah tau, lo telat.” Jawab Yesi dan Elin serentak.

“Tapi tau nggak dari sekolah mana?” Kini Viona bertanya dengan senyum kemenangan.

“Nggak.” Jawab Yesi, sedangkan Elin hanya menggeleng tak tahu.

“Sama, gue juga nggak tau.” Ucap Viona dengan nada yang begitu memelas, lalu duduk di atas bangkunya sembari tak merasa bersalah.

Mendengar jawaban enteng dari Viona, membuat Yesi dan Elin saling menatap dengan mata melotot penuh kekesalan. “Ih, nyebelin lo Vi.” Kesal Yesi sambil pita rambut yang terpasang rapi di atas kepala Viona.

“Wlee, satu sama.” Viona berbalik, menjulurkan lidahnya sebagai tanda kemenangannya, sambil memperbaiki pita rambut yang sedikit miring akibat tarikan dari Yesi.

GHAEBRYL ✓ ( Terbit )Where stories live. Discover now