Scandal | 6

1.4K 86 5
                                    

Ayo pencet bintangnya dulu

***

Aku resmi menjadi pengangguran pada keesokan harinya. Tak ada yang bisa kulakukan selain berbaring di atas kasurku yang seketika menjadi posesif.

Meri menatapku dari arah pintu kamar dengan pandangan iba.

"Jangan liatin gue kayak gitu, Mer."

Meri mengembuskan napas dan melangkah mendekatiku. "Yey kudu ngomong sama Mbak Laura."

Aku tak membalas ucapannya.

Bukannya aku tak mau bicara dengan Laura. Itu pasti kulakukan. Tapi masalahnya, aku tak dapat menghubunginya. Ponselnya tidak aktif sejak semalam.

"Eike mau nanya deh, cyin." Aku diam mendengarkan. "Selain yey, yang didesek kawilarang sama Mbak Laura sapose ajijah?"

Seketika aku terduduk. "Maura! Agni!"

Lantas, aku meraih ponselku dan mencoba menghubungi Agni. Panggilanku langsung diangkat saat dering kedua.

"Ni!"

"Neth!"

Kami berseru hampir bersamaan.

"Laura gila, Neth! Gila! Gue terancam jadi pengangguran, Neth! Dia beneran ngancem gue!" Agni berseru histeris. Aku yakin ia sama kacaunya denganku.

"Kalo lo gimana, Neth?" Pertanyaan Agni membuatku mendesah pelan.

"Gue udah jadi pengangguran selama setahun ke depan, Ni. Semua job gue ditangguhkan."

Kami berdua terdiam.

"Neth, sorry. Tapi kali ini, gue gak akan mengalah demi lo. Gue juga butuh kerjaan gue."

"It's okay. Lagian, ini emang yang Laura mau, 'kan?" Aku mencoba menghalau kekhawatiran Agni.

Agni terkekeh pelan. "Btw, lo udah denger kabar dari Maura?"

"Belum. Kenapa dia?"

"Online shop-nya terancam bangkrut, Neth. Ada banyak komen negatif di store-nya. Tokonya dianggap untrusted dan dia mulai kehilangan konsumen."

Lagi-lagi, aku mendesah pelan. Masalah yang kami hadapi saat ini terlalu rumit. Perihal jodoh, tentu tidak akan pernah menjadi hal yang sederhana, bukan?

"Lo udah hubungin Laura?"

"Udah. Tapi ponselnya gak aktif. Gue belum ketemu sama dia. Gak ada waktu. Lo ngerti, 'kan?"

Aku menjawabnya dengan dehaman. "Oke. Kayaknya gak ada kata-kata yang cocok selain, 'Semangat cari jodohnya!' ya, Ni?"

Agni tertawa pelan. Namun tawa itu tak berlangsung lama. "Gue baru inget. Kayaknya, gue sama Maura udah gak ada harapan lagi deh, Neth."

Aku mengernyit. "Kenapa?"

"Lo udah sama si Kenneth, 'kan? Gue lupa sama skandal lo itu."

Aku tercekat. Alih-alih menjawab perkataan Agni, aku malah memutuskan panggilan.

Aku harus bertemu Laura.

***

Aku mendatangi kediaman Laura selama dua tahun ini.

Laura memutuskan untuk tinggal sendiri. Meninggalkan kedua orang tuanya di rumah mewah dan memilih hidup sederhana di apartemen elit.

Percayalah. Tidak akan ada kata sederhana dalam hidup Laura. Hal paling sederhana yang ia punya, yaa, apartemen elit ini. Bahkan pendapatanku sebagai artis nasional saja tidak mampu menutupi biaya cicilannya.

Kutekan bel apartemennya. Namun setelah menunggu beberapa lama, pintu itu tak jua terbuka.

Kutekan kembali bel pintu itu beberapa kali dengan kesal. Berharap Laura terganggu dengan suara yang ditimbulkan dan membuka pintunya.

Namun, itu semua hanya harapan kosong. Nyatanya, pintu itu tak terbuka juga.

Satu hal yang kuyakini. Si pemilik apartemen ini, sedang tidak ada di tempat.

Aku kehilangan ide.

Sepertinya, Laura benar-benar menganggap semua ini taruhan.

Apa yang sebenarnya membuat ia menggilai taruhan?

Bahkan sejak kita SMA, hobinya tetap sama.

Dan dengan berat hati, aku memilih untuk pergi dari sana.

***

Meri menghampiriku dengan tergesa. Hanya ada satu hal yang bisa kutebak, berita buruk.

Karena di saat-saat seperti ini, mustahil ada berita baik untukku dan kedua temanku yang lain.

"Ada apa lagi, Mer? Job mana lagi yang ditangguhkan?"

Meri menggelengkan kepalanya beberapa kali. Lalu memberikan ponselnya kepadaku.

Lambe_muu Aww.. Makin uwu aja pasangan baru kita ini yess.. Mimin juga mau dong disuapin ama Babang Kenneth😍😍

Aku mengembuskan napas lelah. Pandanganku jatuh kepada Meri yang sudah seharusnya bertanggung jawab atas munculnya berita-berita ini.

"Eike udah booking VIP, cyin... Rahasia terjamin."

"Terjamin gundulmu!" sahutku gondok. "Kalau terjamin, hal-hal kayak begini harusnya gak akan muncul dong, Meriii."

Meri mengerucutkan bibirnya. "Lagian, yey juga ngapose (read: ngapain) pake suap-suapan begindang (read: begini)?"

Tatapan tajamku yang mengarah pada Meri harus terinterupsi oleh suara panggilan pada ponselku.

Kenneth.

Seketika, aku mencoba mengatur napasku agar lebih tenang.

"Ayo kita nikah."

Kalau saja ini adalah siaran dorama Jepang, sudah dapat kupastikan, ekspresiku pasti terlihat seperti heroine yang dungu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Scandal |  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang