Scandal | 1

2.7K 109 3
                                    

"Mer, abis ini gue udah boleh balik belum?" tanyaku pada Meri, asistenku yang berhasil bertahan sejak tahun pertama aku terjun ke dunia entertainment ini.

"Bolelang dong, cyiinn... (Boleh dong, cyiinn...) Tapi yey kudu lapor sama pak produser dulu. Pamitan." Aku mengembuskan napas lega.

Syuting hari ini tidak berjalan sesuai jadwal. Akibatnya, pengambilan gambar jadi molor dua jam dari seharusnya. Yang seharusnya dapat kembali ke rumah pada pukul sebelas, terpaksa menjadi pukul satu dini hari.

Memang beginilah risiko menjadi artis. Tidak ada jadwal pulang yang tetap dan tidak ada pula jadwal tidur yang cukup.

Walau begitu, menjadi artis adalah cita-citaku sejak aku masih balita. Aku bahkan mulai mengembangkan sayap menjadi model meski tawarannya tidak sebanyak bermain film.

Selesai berpamitan pada produser, aku memilih untuk mengistirahatkan diri sejenak di dalam van.

Baru saja aku menutup mata, ponselku berbunyi. Menampilkan panggilan dari Laura, sahabatku sejak SMA. Dengan ogah-ogahan, aku menerima panggilan tersebut.

"Halo? Kenapa, La?"

"Lesu amat! Kenapa lo?"

"Baru balik syuting gue. Cepetan mau ngomong apa? Gue ngantuk!"

"Lo gak lupa kan sama taruhan kita zaman SMA dulu?"

Tentu. Bagaimana bisa aku melupakan taruhan konyol yang pernah kulakukan itu?

"Kenapa emang?"

"Lo gak mau nikah, Neth?"

Seriusan? Dia menelponku dini hari seperti ini hanya untuk menanyakan hal tidak penting ini saja?

Aku mendesah pelan.

"Gue masih belum kepikiran sama pernikahan, La. Lo tau sendiri kontrak gue sebagai artis gak ngebolehin gue buat berhubungan sama lelaki mana pun."

"Jadi kalo sama cewek, boleh?"

Aku membuka kedua bola mataku lebar-lebar. "Gak gitu juga maksudnya, dodol!"

Ia cengengesan di seberang sana. "Neth, kawin sana! Lo gak lupa kan konsekuensi kalo lo kalah?"

"Stop it, La. Club Sanchez, huh? It's okay kalo gue di blacklist dari sana. Kita bisa cari tempat hang out yang lain, 'kan? Kita bukan anak SMA lagi, La."

"Of course not! Dan justru karena kita udah bukan anak SMA lagi, Neth. Lo harus nikah. Dan mungkin kita harus ubah sedikit cara mainnya. Gue udah sabar nungguin lo, Agni sama Maura buat sebar undangan. Tapi nyampe umur kita dua-empat gini, kalian belum ngirim undangan sama sekali."

"Karena kita belum ketemu jodoh masing-masing, La."

Aku mencoba memberikan Laura pengertian.

"Gue gak mau tau, Neth. Pokoknya, lo harus nikah. Gue kasih waktu setahun. Atau kontrak lo, gue gagalin semuanya!"

"Lo ngancem?"

"Gue gak mau ngancem-ngancem gini sebenernya. Gue kepaksa. Tapi, yah, lo tau kan kalo keturunan Sanchez kayak gue akan selalu dapat apa yang mereka inginkan?"

Dan kemudian, panggilan itu dimatikan satu arah.

Laura sialan!

"Mer, bawa gue ke klub deket sini dulu."

***

Aku terbangun keesokan paginya dengan rasa pusing yang menyerang kepala.

Ah, ya. Ini mungkin karena minuman keras yang aku teguk semalam. Berapa botol yang sudah aku habiskan? Dua? Tiga? Aku tak dapat mengingatnya.

Itu semua karena teman sialan macam Laura yang kembali mengingatkanku akan taruhan bodoh kami semasa SMA.

Demi Tuhan! Aku baru menginjak angka dua puluh empat! Dan aku telah dikejar-kejar dengan hal konyol bernama pernikahan?! Dan desakan itu datang dari temanku sendiri!

Gila!

Gerakan di kasur yang tiba-tiba membuatku tersadar sepenuhnya. Perasaan, aku diam saja sejak tadi. Tapi mengapa kasurnya bergerak?

Takut-takut, aku melirik ke samping. Dalam hati aku berdoa, semoga saja hal yang aku takutkan tidak terjadi. Aku tidak ingin menambah beban hidupku untuk saat ini.

Namun, sayang. Doaku ternyata tak didengar. Aku terpekik kaget begitu melihat seorang lelaki yang tertidur dengan nyaman di sebelahku.

"Aarrggghhh."

Pekikanku ternyata mampu menyadarkan lelaki asing itu. Dengan segera, aku menarik selimut yang menutupi tubuh ke atas dada.

"Elo?!" pekikku histeris.

Oh, tidak. Mati saja dia!

 Mati saja dia!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Scandal |  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang