Scandal | 60

811 58 3
                                    

Kini, aku tengah berada di bandara internasional ditemani oleh Kenneth yang berdiri di sampingku. Dengan manja, aku bergelayut di sebelah tangannya. Merasa posesif secara tiba-tiba.

"Ayo, sana ke boarding room! Nanti pesawatnya keburu take off, loh!" seru Kenneth menakut-nakuti.

Aku berdecak pelan mendengarnya. Masa tidak ada momen perpisahannya sama sekali, sih?!

Kulepaskan rangkulanku dan kusedekapkan kedua tangan di depan dada.

Melihat mood-ku yang berubah drastis, Kenneth mulai bersikap manis padaku. Ia mencoba menggenggam kedua tanganku. "Hei, ini bukan perpisahan, oke? Kita cuma ... Gak saling tatap muka untuk beberapa hari ke depan."

Aku memberengut. Kenneth mengusap pipiku perlahan. "Aku bakal kangen kamu. Jadi jangan cemberut gini, dong! Nanti aku makin susah buat biarin kamu pulang."

"Biarin aja. Malah bagus kalo aku gak pulang. Ya, 'kan?" balasku menantang. Kenneth menggelengkan kepalanya nampak tak setuju denganku.

"Kamu masih harus syuting."

Aku mendesah pelan. Benar juga. Aku masih harus melanjutkan syutingku yang belum rampung. Kenneth mengusap kepalaku lembut. Sepertinya aku mulai menyukai usapannya.

"Aku akan ikut kamu pulang, tapi bukan sekarang. Aku janji. Kalau aku ikut kamu sekarang, papa gimana? Aku gak bisa tinggalin papa di sini gitu aja. Kamu ngerti, 'kan?"

Aku menghela napas perlahan sebelum menganggukkan kepala. "Aku ngerti."

Dan sebagai penutup, Kenneth mencium dahiku dengan sayang. Aku menutup kedua mata, mencoba meresapi kelembutan yang ia berikan.

"Safe flight. Kabarin aku kalau udah nyampe. Dan tunggu aku di Jakarta, ya?"

***

Aku mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dengan selamat setelah melakukan perjalanan udara selama kurang lebih empat jam.

Kutengokkan kepalaku ke kanan dan ke kiri, mencari sosok Arini yang katanya akan menjemputku di bandara.

Tak berapa lama, aku melihat sosoknya yang tengah berdiri di antara orang-orang yang membawa papan nama. Aku berjalan menghampirinya.

Arini melihat kedatanganku. Dan dengan sigap, ia membantuku membawakan barang bawaan.

"Gimana liburannya?" tanya Arini tak dapat menyembunyikan rasa penasarannya.

Aku tersenyum lebar tatkala mengingat kembali hari-hari bersama Kenneth kemarin.

"Ngeliat reaksi lo sekarang, gue yakin seribu persen, pasti liburannya seru banget banget banget kan?" lanjut Arini. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan.

"To be honest, gue seneng kalian baikan."

Aku mengalihkan pandanganku pada Arini yang tengah memberikan senyumnya padaku. Kubalasnya dengan ucapan terima kasih.

Begitu aku melihat mobil van-ku, aku segera masuk ke dalamnya diikuti oleh Arini. Barang bawaanku dialihkan kepada Pak Muljoto--supirku untuk dimasukkan ke dalam bagasi.

Aku teringat pesan Kenneth yang memintaku untuk mengabarinya setibanya di Jakarta. Aku lantas menonaktifkan mode pesawat pada gawaiku dan tak lama kemudian ponselku dihujani banyak notifikasi. Aku mengabaikannya untuk sejenak dan memasuki aplikasi berbalas pesan.

Sekarang sudah jam dua siang. Itu berarti di Manila sana sudah jam tiga.

Kenneth tak segera membalas pesanku. Kelihatannya, ia juga sedang tidak online. Sambil menunggu balasannya, aku membuka aplikasi Instagram yang telah menghujaniku dengan begitu banyak notif.

Scandal |  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang