xxiv. the feeling

2.5K 243 21
                                    

Namjoon mencoba mengalihkan pandangannya, namun tidak bisa. Matanya ingin terus mengikuti gerak laki-laki yang sedang bercerita di sana.

"...lalu kutanya, diapain aja kamu?"
Lelaki itu masih serius bercerita.

Sebenarnya wajar jika Namjoon tidak ingin melepaskan pandangannya dari lelaki itu, karena semua orang di ruangan ini pun sedang memperhatikannya. Namun, Namjoon tidak nyaman dengan detak jantungnya yang berdetak berlebihan ketika matanya bertemu dengan lelaki itu.

Ya, sebut Namjoon lebay, tapi tangannya berkeringat dingin hanya dengan memperhatikan laki-laki itu.

"Kenapa nggak diputusin saja, sih?"
Jimin berkomentar. "Padahal 'kan, udah ketauan kalau nggak baik untuk jasmani dan rohani."

"Aku nggak paham," jawab Seokjin, laki-laki yang sedari tadi Namjoon hindari. "Mungkin udah terlalu cinta?"

"Bullshit."
komentar Yoongi.

Seokjin memutar matanya mendengar komentar Yoongi. "Ada beberapa orang yang memang kayak gitu, tahu! Nggak bisa ngelepasin walaupun udah disakitin berkali-kali!"

"Tetap aja, bullshit."
Yoongi tetap pada pendiriannya.

Namjoon berdiri.
"Aku keluar sebentar."

Setelah mendapat tanggapan dari teman-temannya, Namjoon keluar. Berdiri bersandar di balkon. Mengeluarkan bungkus rokoknya dari saku belakang. Menghisap dalam-dalam batang bernikotin itu, lalu menghembuskan asapnya dengan kasar.

Pikirannya berantakan. Kalut. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Seperti ada yang mengganjal di dadanya. Seperti ada yang batu besar yang menghimpit dadanya. Ia benci perasaan seperti ini.

Ia berteman dengan Seokjin dan teman-teman yang lainnya sejak kecil. Mereka bertetangga. Walaupun sekolah dan tempat kerja yang berbeda, mereka selalu berkumpul setiap hari. Hampir 20 tahun Namjoon hidup, selalu ada Seokjin di sana. Mereka tumbuh bersama.

Namun, tidak ada perasaan apapun yang tumbuh di sana. Hanya rasa sayang sebagai teman. Bahkan, Seokjin dan Namjoon sudah pernah membawa pasangan masing-masing ke tempat kumpul mereka. Mengenalkan ke teman-temannya. Dan, itu hal wajar.

Namjoon merasakan hal tidak wajar ketika melihat Seokjin termenung sejak putus dengan kekasihnya. Ada perasaan di dalam dirinya yang ingin memeluk lelaki itu dan mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja. Ada perasaan ingin melindungi dalam diri Namjoon ketika Seokjin mengeluarkan unek-uneknya dengan suara parau.

Hati Namjoon sakit mendengar suara sedih lelaki itu.

Sejak itu, perasaannya makin aneh. Semakin menginginkan hal-hal yang tidak wajar. Bayangkan saja, tiba-tiba ia ingin memegang tangan lelaki itu. Sangat. Amat. Ingin.
Namjoon menahannya dengan sekuat tenaga.

Dalam pertemanan mereka yang kurang lebih 20 tahun, tidak pernah ada momen dimana Namjoon memegang tangan temannya dengan sengaja. Apa yang akan Seokjin pikirkan bila ia merealisasikan keinginan hatinya itu? Namjoon tidak bisa membayangkan reaksi Seokjin.

Semakin Namjoon lawan, semakin besar pula keinginannya. Namjoon rasanya ingin mencolok matanya sendiri ketika ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada Seokjin. Demi Tuhan, Namjoon tidak ingin Seokjin melihatnya sebagai orang aneh! Namjoon tidak ingin Seokjin merasa risih dengan pandangannya yang tidak bisa ia tahan itu.

Dan karena ini pula, Namjoon merasa menjadi orang baik seketika. Ia selalu mendahulukan Seokjin dalam hal apapun. Seperti memberikan sendok saat mereka makan bersama; membiarkan Seokjin berjalan duluan ketika ia membuka pintu; memberikan Seokjin kulit ayam miliknya; mengantarkan Seokjin ketika lelaki itu meminta dirinya menemani.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

• quiescent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang