ix. safe place

4K 520 118
                                    

"Apa aku boleh menginap? Orangtuaku bertengkar lagi."

Namjoon mengerjapkan matanya beberapa kali. Seokjinㅡ lelaki yang sedang didekatinyaㅡ di sana, dengan mata merah yang bengkak dan rambut berantakan.

"T-tentu saja," ujar Namjoon seraya membuka pintu apartment nya lebar-lebar. "Silakan."

Seokjin melangkah masuk, lalu melepas sepatunya. Ia berjalan ke sofa, mendaratkan bokongnya di sana. Namjoon masih sibuk mengatur detak jantungnya yang berbunyi tak tahu aturan. Ia berlari ke dapur, membuatkan sesuatu yang hangat untuk Seokjin.

Namjoon berjalan dengan teh hangat di tangannya, lalu duduk di sebelah Seokjin. "Diminum, Hyung."

Seokjin mengambil gelas itu dari tangan Namjoon lalu menyesapnya sedikit, ia menaruh gelas di meja setelahnya. "Terima kasih."

Namjoon hanya mengangguk sambil menggaruk leher belakangnya yang sebenarnya tidak gatal. Seokjin duduk dengan kaku di sebelahnya. Canggung. Namjoon benci situasi seperti ini.

"Hyung sudah makan?" tanya Namjoon seraya menyalakan televisi.

Seokjin menggeleng.
"Aku tidak sempat makan."

Namjoon bangkit lalu berjalan ke arah kulkas, mengambil semua camilannya yang ia siapkan untuk movie marathon hari Minggu nanti.
"Aku tidak punya makanan berat, Hyung, kau bisa makan ini untuk mengganjal perut, besok pagi kita bisa makan di bawah."

"Namjoon-ah."
Seokjin menunduk, memainkan jari-jarinya kikuk.

"Ya?"

"Apa aku boleh memelukmu?"
tanya Seokjin pelan, namun terdengar jelas ditelinga Namjoon.

Tubuh Namjoon menegang, terkejut, namun ia segera menarik lelaki itu ke dalam pelukannya. Mengusap-usap punggungnya dengan sayang. Seokjin terisak, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher hangat Namjoon. Kedua tangannya menggenggam erat ujung baju Namjoon.

"Sssh," desis Namjoon lembut. "Aku di sini."

Seokjin berusaha sekuat tenaga agar tangisannya tidak mengeluarkan suara, dan itu membuat ia bernafas tidak beraturan.

"Sh, sh, sh," Namjoon mengeratkan pelukannya seraya mengusap-usap rambut Seokjin. "Saat bersamaku, lakukan apapun yang ingin kau lakukan. Jangan ditahan."

Tangis Seokjin pecah.
Ia mengeluarkan semua perasaan yang sedaritadi ia tahan. Leher Namjoon basah dengan air mata dan liur Seokjin. Yang dipeluk hanya terus-terusan mengusap punggung si pemelukㅡ mengantarkan ketenangan. Sesekali, Namjoon menggerakkan tubuh mereka ke kanan dan kiri seraya bersenandung kecilㅡ agar Seokjin merasa nyaman.

Setelah beberapa lama, Seokjin sudah tenang, ia menjauhkan wajahnya dari Namjoon. Lelaki itu menutup wajahnya malu. "Boleh pinjam kamar mandi?"

Namjoon meregangkan tubuhnya yang pegal, lalu berdiri, menarik Seokjin. "Mari kuantar."

Seokjin terus-terusan menutup wajah bengkaknya yang ia yakin sangat buruk. Ia malu bila Namjoon melihatnya seperti itu.

Sampainya di depan kamar mandi, Namjoon membukakan pintunya untuk Seokjin. "Aku menyukaimu apa adanya, tidak usah malu."

Wajah Seokjin terasa sangat panas.
"Mana bisa aku tidak malu dengan keadaanku saat ini."

Namjoon menahan senyumnya saat melihat kesayangannya itu masuk ke kamar mandi terburu-buru. Ia menghela nafasnya, tidak pernah terpikir dalam mimpinya sekalipun, seorang Kim Seokjin, seniornya di kantorㅡ yang sudah sangat lama Namjoon sukaiㅡ mendatangi rumahnya dan memeluknya.

Namjoon menyukai bagaimana cara Seokjin tersenyum, wajah Seokjin ketika ia sedang fokus pada sesuatu, atau mulut penuh Seokjin yang kesulitan mengunyah saat sedang makan di cafetaria.

• quiescent Where stories live. Discover now