43| Kehangatan di Meja Makan

51.4K 3.5K 598
                                    

Sepulang dari rumah Pandu, Agra jadi lebih banyak diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang dari rumah Pandu, Agra jadi lebih banyak diam. Tamara tidak tahu ada yang salah darinya atau tidak. Tapi, ia merasa aneh dengan sikap Agra. Saat ini, mereka sedang berada di dalam mobil dan Agra sedari tadi hanya diam.

Tamara sesekali mengajak Agra mengobrol, tapi hanya dibalas sekenanya saja. Tamara tahu Agra memang orang yang irit bicara. Namun, ada yang berbeda dari diamnya Agra kali ini.

Agra memberhentikan laju mobilnya ketika sudah sampai di depan rumah Tamara.

"Kamu kenapa, Gra?" tanya Tamara pada akhirnya.

"Kenapa apanya?"

"Aku ada salah sama kamu?" Tamara balik bertanya.

"Enggak."

"Kamu marah ya karena aku terlalu dekat sama Pandu tadi?"

"Iya kali."

Tamara menyipitkan matanya menatap Agra. Bukan karena itu Agra diam. Namun, Tamara segera mengenyahkan pikirannya. "Yaudah, kalau gitu aku masuk dulu ya. Makasih udah ajak aku ke rumah Pandu tadi. Kamu gak mampir dulu?"

"Enggak. Aku titip salam aja sama Mama sama Ayah kamu."

Tamara mengangguk. Ketika hendak membuka pintu, Agra membuka suaranya.

"Ra."

Tamara menoleh. "Ya?"

"Besok kita jalan ya?"

Tamara mengerjab beberapa kali. Padahal, sikap Agra tadi seolah sedang marah dengannya. Sekarang Agra malah mengajaknya jalan. Agra memang susah ditebak.

"Maaf, Gra. Lain kali aja ya? Besok aku mau pergi."

"Kemana?" Agra tetap bertanya, meskipun ia sudah tahu jawabannya.

Tamara bergumam setengah berpikir. "Aku udah janji sama mama, mau nemenin mama ketemuan sama temannya."

Agra diam. Ia meremas setir mobil dengan kuat tanpa sepengetahuan Tamara. Ia telah dibohongi oleh gadisnya. "Yaudah gak papa."

"Nanti malam aja gimana?" Tamara merasa bersalah melihat raut kekecewaan di wajah Agra.

"Nanti malam aku mau main catur sama ayah kamu."

Tamara mengangguk. Ia sudah hapal jadwal malam minggu Agra diisi dengan bermain catur dengan ayahnya.

"Kamu gak marah 'kan, Agra?"

Agra mengusap rambut Tamara sambil tersenyum tipis. "Enggak, lain kali aja gak papa. Masuk gih."

Tamara balas tersenyum, kemudian kelaur dari mobil Agra. Ia sempat melambaikan tangannya pada Agra sebagai salam perpisahan sebelum akhirnya masuk ke dalam rumahnya.

Setelah Tamara tak terlihat dari pandangannya, senyum Agra perlahan memudar. Rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat disusul dengan sebuah pukulan keras di setir mobilnya. Berani sekali Tamara berbohong padanya.

[MTS 1] More Than Possessive [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang