HAPPY 17

78.4K 6.8K 901
                                    

Harusnya, gue adain seleksi kalau mau bully orang. Biar gue nggak nyesel kayak gini.

Pukul 01:25 siang, mobil melesat entah ke mana. Selalu begitu. Setiap Alvaro menyuruhku untuk ikut dengannya, pasti tidak pernah memberi tahu sebelumnya.

Alvaro terlihat fokus menatap jalan. Sesekali mengerem dan sesekali juga menoleh menatap spion mobil. Aku mendengus, mengalihkan kebosananku dengan memainkan ponsel. Sesekali melihat instagram yang isi pencariannya hanya artis atau selebgram saja.

Karena masih bosan, kumatikan ponsel dan memilih menatap kosong jalanan. Benar-benar, Alvaro tidak mengucap satu katapun. Apa harus aku yang mulai?

Aku menoleh. "Kita mau ke mana sih?" tanyaku dengan wajah muram.

"Kenapa emang?" Alvaro balik tanya.

"Masih jauh nggak sih?"

"Kenapa emang?" Aku mendengus.

"Pegel."

"Tidur aja."

Aku mendengus lagi. Bukan itu jawaban yang kumau. Aku mau tahu tujuannya ke mana. Masih jauh kah? Aku sudah Pegal sekali.

Keadaan jalan sangat macet. Ini hari sabtu dan besok hari minggu. Kesempatan emas bagi para pekerja keras juga anak sekolah untuk menikmati hari weekendnya.

"Heh? Kak Alvaro!!"

Aku menoleh, melihat ke arah luar jendela di samping Alvaro yang ternyata ada dua perempuan duduk berboncengan di atas motornya berteriak kegirangan.

Alvaro yang hendak membuka jendela untuk merokok, jadi batal. Sekalipun dia merokok, pasti aku akan minta menundanya.

"Siapa?" tanyaku di saat mobil kembali melaju dari lampu merah.

"Fans."

"Dih, geer banget bilang punya fans."

"Lah, emang punya."

"Bukan artis juga."

"Tapi gue ganteng."

"Dih, geer amat!"

"Fans gua ngelebihin fans artis."

"Amit-amit deh! Kepedean."

"Yang lo liat belum seberapa."

"Iya baru dua orang."

"Sama yang di Mall."

"Eh? Hm ..." Aku menjeda, mengalihkan topik pembicaraan.

"Masih jauh?"

"Dasar!"

"Apa?" tanyaku menantang.

"Nggak usah sok nantang."

Mulutku terkatup. Terdiam, dan tak menggubris ucapan Alvaro.

Mobil berhenti tepat pada pukul 04: 15 sore. Aku terbangun ketika kudengar Alvaro memanggilku. Aku menoleh, turun dari mobil.

Yang kudapati sekarang adalah, aku sedang berdiri di halaman rumah yang tak kalah besar dari rumah Alvaro. Bergaya modern dengan pagar rumah hitam berpadu warga gold keemasan menjulang tinggi. Ada taman di sebelah kiriku dengan pancuran air di tengahnya.

Aku menoleh, mendapati Alvaro yang sudah berjalan lebih dulu. Segera kususul, berlari-lari kecil.

Aku tidak sempat bertanya. Menaiki tangga kemudian belok kanan, dan sampai di depan pintu berwarna coklat tua berbahan kayu jati yang kelihatan sangat gagah.

HAPPY STORY [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang