Ahmad Maulana Fajri

716 142 4
                                    

Fajri melihat arloji hitam yang melingkar rapih di pergelangan tangan kanannya. Tepat lima menit lagi, pertandingan akan dimulai. Dengan kaki yang terus digetarkan, Fajri kembali mengedarkan pandangannya ke arah kerumunan orang yang sedari tadi menyoraki kedua belah pihak. Berkali-kali pula Fajri berdiri dan kembali duduk, berharap matanya dapat menangkap sosok yang sangat dia harapkan kedatangannya.

"Ji? Lagi nyari seseorang?" Zweitson -salah satu teman akrab Fajri menepuk pelan pundak Fajri dari belakang.

"Eh, Son." Fajri melirik sekilas ke arah temannya itu dan kembali mengedarkan pandangannya ke arah lain.

"Cari Kezia?" Bisik Zweitson setelah melihat ke sekeliling mereka. Fajri hanya menganggukkan kepalanya ringan.

Zweitson Thegar Setyawijaya, atau yang biasa dipanggil Zweitson. Laki-laki berkacamata ini adalah salah satu teman dekat Fajri, tetapi dia satu-satunya teman Fajri yang mengetahui perasaan tersembunyi Fajri kepada sahabat perempuan masa kecilnya -Kezia. Tak dapat dipungkiri lagi, semua hal yang berhubungan dengan Fajri pasti selalu diketahui oleh Zweitson, begitu juga sebaliknya. Meskipun tanpa Fajri cerita terlebih dahulu, Zweitson sudah dapat menebak apa yang ada di dalam pikirin temannya itu.

"Ji?" Zweitson melambaikan tangannya di depan mata Fajri.

"Eh, iya. Kenapa, Son?" Fajri yang terlalu memfokuskan dirinya mencari sosok Kezia, tidak sadar sudah mengabaikan panggilan anak-anak timnya.

"Sekarang kita harus briefing dulu. Lu kagak perlu khawatir, gue yakin Kezia pasti bakal nonton lu." Zweitson menunjuk ke arah teman-teman timnya yang sudah berkumpul.

Fajri pun menyerah -mencari keberadaan Kezia. Dengan langkah gontai, Fajri menghampiri teman-temannya. Fajri menghela nafas panjang untuk kembali memfokuskan pikirannya. Sebagai kapten tim, Fajri mengatur strategi dengan memberitahu posisi teman-temannya.

"Udah ngerti, kan?" Fajri kembali memastikan, dan dijawab dengan anggukan yakin dari teman-temannya.

"Kalau gitu, sekarang kita berdo'a dulu. Semoga dilancarkan dan diberikan yang terbaik. Berdo'a menurut kepercayaan masing-masing, dipersilakan." Seketika hening sejenak.

Setelah membakar semangat mereka dengan sedikit jargon yang mereka buat khusus untuk pertandingan antarjurusan, mereka bersiap untuk memasuki lapangan dengan sedikit pemanasan kecil.

Fajri menunduk mengatur nafasnya hingga dia merasakan adanya tepukan pada pundak kirinya. Fajri segera menoleh ke arah orang yang menepuk pundaknya itu. Zweitson menunjuk ke salah satu arah kerumunan siswi dengan dagunya. Pandangan Fajri mengikuti arah tunjuk dagu Zweitson. Terlihat Kezia dengan tas ransel abu-abunya melambaikan tangan kanannya ke arah Fajri sembari tersenyum manis. Refleks, Fajri membalas lambaian tangannya itu dengan tersenyum lebar. Tanpa sadar, Semangat Fajri kembali muncul.

"Baik, selamat sore semuanya. Perkenalkan saya Nino dari kelas XII IPA 1. Di sini saya akan bertugas sebagai MC sekaligus wasit dalam pertandingan basket antarjurusan kali ini." Nino membuka pertandingan. Seluruh penonton bertepuk tangan menyambut kehadiran salah satu pemain basket terbaik di sekolah itu.

Pandangan Fajri seolah terpaku pada sosok perempuan yang sedang mendengarkan penjelasan Nino tentang peraturan yang berlaku dalam pertandingan kali ini. Senyumnya tak sedikit pun meluntur sejak kehadiran sosok tersebut.

"Ji, lakukan yang terbaik." Untuk kesekian kalinya, Zweitson menepuk pundak Fajri. Seseorang yang ditepuk itu hanya mengangguk yakin sembari tersenyum lebar menunjukkan gigi kelinci miliknya itu.

"Peraturan sudah saya jelaskan, sekarang saya akan memanggil kedua tim yang akan bertanding." Sorakan siswa/i di sana mulai tak terkendali.

"Yang pertama, dari jurusan IPA, Fenly cs." Nino berteriak dan merentangkan tangan kanannya sebagai aba-aba dipersilakan masuknya tim perwakilan jurusan IPA. Tepukan dari siswa dan teriakan seluruh siswi mampu meredam suara yang keluar dari microphone Nino, meneriaki sang maestro sekolah.

"Selanjutnya, penantang dari jurusan IPS, Fajri cs." Nino merentangkan tangan kirinya dan mempersilakan masuknya tim perwakilan jurusan IPS. Tepukan dan teriakan penonton pun kembali meramaikan lapang utama tersebut.

"Baik, sekarang kita perkenalan dulu ya. Walaupun saya yakin, siapa sih di sekolah ini yang tidak mengenal seorang Fenly. Dengan tubuhnya yang proporsional dan wajahnya yang menawan, dia juga seseorang yang berbakat. Seorang paskibraka dan anak band dengan posisinya sebagai gitaris, membuat tak ada satu pun siswi yang luput memandangnya." Nino merangkul erat Fenly yang tersenyum tipis. Seluruh siswi di sana semakin bersorak melihat senyum tipis yang jarang ditunjukkan oleh sosok tersebut, dan berharap dapat menggantikan posisi Nino yang bisa merangkul akrab lelaki idaman para siswi itu.

"Di sisi kiri saya juga ada seorang kapten basket yang sudah dikenal dengan kehebatan mencetak three points nya. Siapa sih yang tak kenal sosok laki-laki dengan baby face -didukung oleh gigi kelinci miliknya, tetapi memiliki otot hebat yang tersembunyi di balik jersey miliknya ini." Nino merangkul Fajri sembari terkekeh kecil. Dengan malu, Fajri memukul pelan punggung Nino. Para penonton pun ikut terkekeh melihat kelakuan kapten basket sekolah mereka tersebut.

Nino berlanjut memperkenalkan pemain lainnya dan tetap disambut dengan tepukan serta teriakan para siswi di sana. Hingga waktu pertandingan pun dimulai.

"Baik, tidak perlu basa basi lagi. Mari kita mulai pertandingannya." Dengan satu bunyi peluit dari Nino, pertandingan pun dimulai.

Pertandingan berlangsung sengit, diiringi sorakan yang tidak ada hentinya. Bahkan untuk mendapat satu point pun, mereka harus menghabiskan waktu hingga lebih dari lima menit.

Tiga babak sudah dilewati. Skor sementara dari kedua belah pihak yaitu 7-5 dengan Fajri cs memimpin. Fajri berhasil mencetak dua kali three points, sedangkan Fenly mencetak tiga point.

"Ini babak terakhir. Sekarang, jangan fokuskan diri untuk mencetak point, kita pertahankan point ini sampai akhir pertandingan. Paham?" Ucap Fajri saat mereka briefing istirahat. Teman-temannya yang sudah kelelahan, mengangguk ringan.

Babak terakhir pun dimulai. Fajri melirik sekilas ke arah Kezia yang ikut bertepuk tangan dengan siswi lain di sekitarnya. Fajri tersenyum kecil. Setelah menghela nafas panjang, Fajri kembali melangkah masuk area lapang.

Delapan menit berlalu, skor masih terhenti pada angka 7-5. Fenly cs berusaha sebisa mungkin mencetak kembali point, di saat Fajri cs berusaha untuk mempertahankan skor tersebut.

30 detik tersisa. Bola dikuasai oleh Fenly cs. Fajri menghabiskan sisa tenaga nya untuk menghalau pergerakan Fenly.

Dug...

Tiba-tiba tubuh Fajri jatuh tepat di tengah lapang. Fajri merasa seseorang telah menyelengkat kaki kanannya. Fajri berusaha sekuat mungkin untuk berdiri, tetapi lutut kanannya terluka parah. Pasalnya, saat Fajri terjatuh, lutut kanan itu mengenai permukaan lapang terlebih dahulu dan terbentur cukup keras. Fajri merasakan kaki kanannya sangat lemas hingga tak dapat menopang kembali tubuhnya untuk berdiri.

"Ji? Lu kagak apa-apa?" Zweitson menghampiri Fajri yang masih berusaha berdiri.

"3... 2... 1..." Peluit Nino berbunyi, menandakan pertandingan berakhir. Seluruh siswi di sana bersorak gembira, tidak jarang pula beberapa dari mereka melompat-lompat kecil.

Fajri melihat semua itu dengan matanya sendiri. Pada detik terakhir pertandingan, Fenly mencetak three points yang menyebabkan skor berbalik memihak Fenly cs. Fajri memukul permukaan lapang dengan keras saat melihat celebration yang dilakukan Fenly cs tepat di hadapannya. Lebam biru menghiasi kepalan tangan Fajri.

"MEDIS!" Zweitson segera berteriak memanggil anggota PMR setelah menyadari lutut Fajri mengeluarkan darah segar.

Dengan sigap, para anggota PMR membawa tandu mereka ke tengah lapang untuk kemudian digunakan membawa Fajri ke sisi lapang. Dari ekor matanya, Fajri dapat melihat dengan jelas Kezia berjalan ke tempat Fenly dan teman-temannya beristirahat -merayakan kemenangan mereka.

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Where stories live. Discover now