Be (Care)ful

279 55 1
                                    

Pekan ujian akhir sudah selesai. Berbeda dengan siswa/i tingkat satu dan dua yang masih harus menghadapi ujian kenaikan kelas, seluruh siswa/i tingkat akhir sudah dapat bernafas lega. Sebagian yang lain sibuk mempersiapkan persyaratan untuk masuk Perguruan Tinggi yang mereka idamkan. Sebagian lainnya masih sibuk mengurusi perbaikan nilai sebelum kelulusan diumumkan. Pada pekan ini, sekolah memberikan kebebasan penuh bagi siswa/i tingkat akhir yang tidak akan datang ke lingkungan sekolah.

Kezia kini sedang berjalan di koridor sekolah menuju kantin, perutnya sudah meronta untuk diisi sedari tadi. Tak ada yang menemaninya, hanya Kezia sendiri. Hubungannya dengan Abelle tak kunjung membaik. Setelah mendapatkan makanan dan minumannya, Kezia mencari bangku nyaman yang dapat dia duduki untuk menikmati hidangannya. Terlihat Zweitson di salah satu pojok kantin sedang menikmati jus buahnya, dengan pandangan yang fokus kepada smartphone. Tanpa menunggu lama, Kezia langsung menghampiri Zweitson.

"Son, gue boleh duduk di sini?" Tanya Kezia pelan. Zweitson menoleh ke arah Kezia.

"Duduk aja." Zweitson kembali memandang layar smartphone.

"By the way, gue liat lu beberapa hari belakangan ini setelah ujian akhir kok jarang bareng Aji? Dia kagak pergi ke sekolah?" Kezia meneguk air minumnya. Zweitson melirik Kezia sekilas.

"Dia ada urusan katanya sama Kak Shella." Jawab Zweitson santai.

"Urusan apa?" Kezia menatap Zweitson heran.

"Ya kagak tau, kok nanya gue." Zweitson menghindari tatapan Kezia.

"Udah lama gue kagak ketemu Kak Shella, jadi kangen." Ucap Kezia pelan sembari menunduk perlahan, sedikit mengacak makanannya.

"Baru juga beberapa bulan, Zi. Gimana lu kalau ditinggal bertahun-tahun nanti?" Zweitson meneguk jus buahnya santai.

"Maksud lu?" Kezia kembali menatap heran Zweitson.

"Eh? Kagak. Bukan apa-apa kok." Dengan cepat, Zweitson menggelengkan kepalanya. "Itu cuma perumpaan aja, Zi. Lu tau kan materi kalimat perumpamaan pelajaran Bahasa Indonesia?" Lanjutnya mencoba untuk mencari alasan.

"Lu kagak sembunyiin sesuatu dari gue kan, Son?" Tatapan Kezia menyidik Zweitson.

"Lu jangan natap gue gitu kali." Zweitson berusaha untuk menutupi tatapan Kezia dengan satu tangannya. "Buat apa juga gue sembunyiin sesuatu dari lu." Zweitson kembali menatap layar smartphone miliknya.

"Ya mana tau kan." Kezia mulai melahap makanannya.

"Oh iya, Zi." Refleks, Kezia menoleh ke arah Zweitson. "Tumben lu kagak bareng sama Fenly. Kemana dia?" Zweitson meletakkan smartphone di atas meja.

"Lagi ada acara katanya." Jawab Kezia santai, melanjutkan makannya.

"Lu beneran sayang sama dia ya?" Tanya Zweitson pelan.

"Emang kenapa? Kok lu tiba-tiba nanya gitu?" Kezia menaruh sendok dan garpu, memberikan fokus penuh kepada pembahasannya bersama Zweitson.

"Ya, kagak. Gue cuma nanya." Zweitson mengangguk pelan. "Gue heran aja, lu bisa kuat sama cibiran orang-orang yang sebar rumor tentang lu semenjak lu jadi pacar dia." Lanjutnya.

"Gue kagak pernah dengerin omongan mereka, Son." Ucap Kezia pelan. "Gue udah kagak peduli meskipun semua orang ngejauh dan benci gue. Selama gue punya Fenly, gue masih punya seseorang yang selalu ada di sisi gue, selalu bisa jadi support system gue." Kezia menunduk perlahan.

"Lu ngerasa dia seberharga itu ya?" Zweitson menatap datar Kezia.

"Entahlah, Son. Gue ngerasa sekarang gue kagak punya siapa-siapa lagi selain keluarga gue dan Fenly, Son." Kezia mendongakkan kepalanya, menatap Zweitson. "Gue bersyukur lu masih mau ngobrol sama gue detik ini. Thanks, Son." Kezia tersenyum tipis.

"You're still my friend, Zi. (Lu tetep temen gue, Zi.)" Zweitson membalas senyum Kezia. "Tapi lu udah siap berpisah sama dia saat kelulusan nanti?" Ekspresi Zweitson kembali datar, memfokuskan topik pembicaraan tentang Fenly.

"Jujur, gue belum siap, Son." Ucap Kezia pelan. "Tapi mau gak mau, itu bakal terjadi kan?" Kali ini, Kezia memaksakan senyumnya.

"Lu udah siapin sedikit ruang di hati lu buat rasa kecewa?" Zweitson menatap dalam Kezia.

"Kecewa karena harus LDR?" Tanya Kezia datar.

"Bukan, kecewa karena semua keadaan yang akan terjadi. Mungkin kecewa atas pilihan lu sendiri." Zweitson masih menatap serius Kezia.

"Kenapa gue harus kecewa karena pilih Fenly?" Kezia mengerutkan dahinya.

"Gue kagak bilang gitu." Zweitson menggelengkan kepalanya cepat. "Maksud gue, lu berharap sama manusia dan kagak semua manusia akan selalu memberi lu kebahagiaan."

"Gue tau itu, Son. Tapi gue pikir, Fenly beda." Kezia berusaha meyakinkan Zweitson, atau mungkin Kezia juga sedang meyakinkan dirinya sendiri.

"Gue pikir, lu udah berpengalaman dalam hal mendapatkan rasa kecewa karena terlalu sayang kepada seseorang." Ucap Zweitson datar. Refleks, Kezia menatap Zweitson heran. "Lu udah pernah kecewa karena orang yang lu sayang hilang ingatan, dan lu juga udah pernah kecewa karena bikin penghalang sangat kokoh dengan orang yang lu sayang. Gue harap, lu udah siap untuk rasa kecewa lu yang ketiga." Lanjut Zweitson.

"Bentar. Lu tau masa lalu gue sama Fiki?" Refleks, Kezia mengerutkan dahinya, dia menyebut nama itu tanpa sadar.

"Oh, itu..." Zweitson menghindari tatapan Kezia sembari menggaruk leher belakang yang tak gatal.

"Aji cerita sama lu?" Kezia masih menatap Zweitson.

"Em..." Zweitson melirik sekilas jam tangannya. "Gue duluan ya, Zi. Gue baru inget ada janji sama Satria." Zweitson berdiri terburu-buru. "Bye." Zweitson melambaikan tangannya dan berlari meninggalkan Kezia yang menatapnya heran.

"Hey, Zi." Gilang tiba-tiba saja sudah duduk di bangku depan Kezia, tersenyum lebar.

"Eh, Lang." Kezia menatap kaget Gilang.

"Apa kabar, Zi?" Ricky ikut duduk di samping Gilang.

"Baik." Ucap Kezia pelan.

"Maksud gue, hubungan lu sama Fenly." Ricky menatap datar Kezia.

"Baik juga." Kezia mengangguk perlahan, menatap heran Ricky.

"Lu kagak ada masalah sama dia kan?" Tanya Gilang.

"Kagak." Kezia menggeleng pelan.

"Fenly baik sama lu?" Ricky menatap khawatir ke arah Kezia.

"Lu udah nyaman ya bareng dia?" Sama halnya dengan Ricky, Gilang menatap Kezia.

"Ini orang-orang pada kenapa sih tiba-tiba nanyain hubungan gue sama Fenly?" Tak ingin menjawab, Kezia mulai heran sekaligus kesal dengan pertanyaan yang dia dapatkan hari ini.

"Zi, lu hati-hati sama dia ya." Ucap Ricky pelan, tetapi terdengar seperti perintah serius.

"Lu berdua kenapa sih? Kalian kan temen deket Fenly, kok bilang gitu sama gue?" Perlahan, Kezia mengerutkan dahinya curiga.

"Justru karena gue sama Gilang temen deket dia, kami kagak mau nanti lu sakit hati terlalu dalam gara-gara dia." Ricky mendesah pelan.

"Emang apa yang bakal terjadi sama Fenly?" Kezia makin bingung dengan pembahasan kali ini.

"Gue kagak tau harus kasih tau ini atau kagak. Terpenting sekarang, lu kagak boleh terlalu sayang sama dia." Ucap Ricky tegas.

"Dia mungkin baik menurut lu sekarang, tapi lu kagak bakal tau sikap apa yang bakal dia kasih kepada lu suatu hari nanti." Ucap Gilang pelan, tetapi tegas.

"Kalian ngomong apa sih? Gue kagak paham." Kezia menggelengkan kepalanya.

"Nanti juga lu paham, Zi." Ricky menepuk pelan tangan Kezia. "Inget kata-kata gue sama Gilang tadi ya." Ricky berdiri dan berjalan menjauh.

"Jaga diri lu baik-baik ya, Zi." Gilang tersenyum manis sebelum akhirnya menyusul Ricky.

"Duh, perasaan gue jadi kagak enak." Dengan cepat, Kezia mengeluarkan smartphone miliknya dari saku seragam dan langsung mencari kontak seseorang.

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Where stories live. Discover now