Muhammad Fikih Aulia

430 87 1
                                    

"Halo semuanya." Senyum tipis dari Fiki mampu membuat siswi di kelas itu berteriak kecil. "Perkenalkan saya Muhammad Fikih Aulia dari SMA Negeri Gemilang Bangsa. Sebelumnya saya mohon maaf mengganggu waktu belajar teman-teman di sini. Saya perwakilan dari OSIS SMA Negeri Gemilang Bangsa ingin menyampaikan undangan khusus kepada teman-teman. Kami dari OSIS SMA Negeri Gemilang Bangsa akan mengadakan sebuah perkemahan 3 hari 2 malam pada akhir pekan ini dan kami mengharapkan teman-teman di sini dapat mengirimkan perwakilan karena akan diadakan beberapa lomba dalam perkemahan tersebut. Untuk kelas ini, saya harap ada 3 orang perwakilan yang hadir dalam acara perkemahan kami. Teman-teman tidak perlu khawatir, ada beberapa benefit untuk kalian yang hadir. Kalian dapat menambah relasi di sana karena kami mengundang perwakilan dari beberapa sekolah berbeda untuk hadir dalam acara kami. Kalian juga akan mendapatkan doorprize jika beruntung memenangkan mini games. Untuk kalian yang berhasilkan memenangkan lomba pun akan diberikan hadiah istimewa. Maka dari itu, saya sangat mengharapkan kalian dapat mengirimkan beberapa perwakilan dari kelas ini. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan, apakah ada pertanyaan?" Fiki mengakhiri penjelasannya dengan senyum manis di bibirnya. Semua siswi terdiam membeku melihat senyum manis laki-laki tersebut, tak sepatah pun keluar dari mulut mereka.

"Saya izin bertanya." Satria mengacungkan tangannya.

"Ya, silakan." Fiki melihat ke arah Satria.

"Perwakilannya laki-laki saja, perempuan saja, atau boleh campur?"

"Boleh campur, kami serahkan lagi kepada kalian, tidak ada persyaratan khusus untuk perwakilan dari tiap sekolah."

"Baik, terima kasih." Satria kembali menurunkan tangannya. Fiki mengangguk pelan.

"Apakah ada yang ingin ditanyakan kembali?"

"Boleh tau contact person kegiatan ini siapa?" Ucap seorang siswi yang terlihat terpesona dengan penampilan Fiki.

"Oh iya, hampir saja saya lupa, terima kasih sudah mengingatkan." Fiki tersenyum kecil kepada siswi itu, membuat iri siswi lainnya. Fiki berbalik badan dan menulis barisan angka yang membentuk nomor ponsel. "Kalian bisa menghubungi saya untuk kepentingan acara ini, saya harap hanya untuk kepentingan acara, tidak lebih." Fiki tersenyum tipis, para siswi di kelas tersebut kecewa mendengar kalimat akhir dari laki-laki idaman itu.

"Baik, anak-anak, apakah masih ada yang ingin bertanya? Kalau tidak ada lagi mungkin ibu dan Nak Fiki akan meninggalkan kelas ini karena Pak Doddy sudah menunggu di depan kelas sejak tadi." Bu Dina melirik ke arah pintu masuk dan tersenyum kepada Pak Doddy yang sudah berdiri di ambang pintu dengan tumpukan buku di lengannya.

Satu...

Dua...

Tiga...

Empat...

Lima...

"Sepertinya sudah tidak ada lagi ya. Kalau begitu ibu ucapkan terima kasih banyak kepada kalian yang sudah memperhatikan penjelasan dari Nak Fiki dengan seksama. Ibu juga sangat mengharapkan kalian bisa mengirimkan perwakilan, ibu serahkan pemilihannya diatur oleh Satria." Bu Dina melihat ke arah Satria.

"Siap, bu." Jawab Satria dengan tegas.

"Terima kasih ya, Pak Doddy. Maaf mengurangi waktu mengajarnya." Ucap Bu Dina kepada Pak Doddy saat berjalan keluar kelas, diikuti oleh Fiki di belakangnya.

"Iya, tidak apa-apa, bu." Pak Doddy tersenyum dan memasuki kelas. "Baik, anak-anak. Sekarang buka buku paket halaman 63." Kelas Bahasa Indonesia pun dimulai.

҉҉҉

"Nak Fiki, maaf ya ibu harus pergi dulu ke ruang guru. Nak Fiki masih menunggu teman di sini?" Baru beberapa langkah keluar dari kelas XII IPS 2, Bu Dina berniat meninggalkan Fiki sendiri karena ada kepentingan lain.

"Iya, bu. Terima kasih ya, bu, sudah menemani Fiki dari pagi tadi." Fiki tersenyum.

"Iya, nak, tidak apa-apa. Ibu duluan ya." Bu Dina melangkah menjauhi Fiki yang berdiri tepat di depan kelas XII IPS 1 -menunggu temannya.

Fiki melihat teman perempuan sesama organisasinya itu masih menjelaskan tentang acara sekolah mereka kepada anak kelas XII IPS 1. Fiki mengedarkan pandangannya ke seluruh siswa siswi di dalam kelas tersebut. Tepat saat itu, mata Fiki berhenti pada seorang perempuan dengan rambut hitam lurus sedang mengajukan pertanyaan, behel pada giginya membuat senyuman perempuan tersebut terlihat cukup manis. Fiki tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh perempuan tersebut karena ruangan tersebut tertutup.

"Sayang?" Suara wanita paruh baya itu terdengar sangat lembut di telinga Fiki.

Perlahan Fiki mencoba untuk membuka matanya. Cahaya lampu ruangan menusuk retina matanya. Dia berusaha untuk menutupi silau itu dengan tangannya yang ditempeli selang infus. Saat matanya sudah terbiasa dengan cahaya tersebut, Fiki menurunkan tangannya, terlihat mamah dan papahnya yang tersenyum bahagia kepadanya. Fiki menatap heran ketika mata mamah sembap dan papah yang terlihat kurang tidur.

"Mah? Pah?" Suara Fiki terdengar lemas. Mamah mengangguk bahagia dengan senyumnya yang tetap merekah. Fiki mencoba untuk duduk.

"Aw..." Fiki merasakan kepalanya sangat sakit, refleks dia memegang kepala dengan salah satu tangannya.

"Pelan-pelan, sayang." Mamah dan papah membantunya untuk duduk.

"Fiki di mana, mah?" Fiki mengedarkan pandangan ke sekitarnya, ruangan yang dipenuhi dengan warna putih dan hijau, terlihat banyak sekali alat kesehatan.

"Fiki istirahat aja ya, sayang." Mamah mengelus pelan rambut Fiki, matanya sudah tidak sanggup lagi menahan air yang sudah keluar sedari tadi.

"Mamah kenapa nangis? Fiki gak apa-apa kok." Dengan tangan yang masih diinfus, Fiki menyeka air mata yang membasahi pipi mamah kesayangannya itu. Mamah hanya tersenyum dan menggeleng pelan.

"Fiki masih inget sama papah mamah?" Pertanyaan papah itu membuat Fiki mengerutkan dahinya heran.

"Maksud papah apa? Gak mungkin Fiki lupa sama orang tua yang udah membesarkan dan mendidik Fiki." Kedua orang tua Fiki saling bertatapan mendengar kalimat itu keluar dari mulut anaknya yang telah mengalami kecelakaan dan mengakibatkan cedera pada kepalanya, terlebih lagi dia koma dalam beberapa hari sebelumnya.

"Em, Fiki laper gak? Mamah bawa buah kesukaan Fiki." Berusaha mengalihkan pembicaraan, Mamah merogoh tasnya dan mengeluarkan beberapa jenis buah.

Fiki mengambil smartphone di meja samping tempat tidurnya. Dengan satu sentuhan, terlihat swafoto seorang perempuan berseragam putih biru tersenyum manis dalam layar smartphone tersebut. Fiki menatap heran foto itu.

"Mah, ini siapa?" Fiki menunjukan layar smartphone kepada mamah yang masih sibuk merogoh tasnya.

"Fiki gak inget dia?" Tanya mamah dengan suara pelan dan hanya dibalas dengan gelengan ringan dari Fiki. Mamah dan papah kembali bertatapan, memberi isyarat untuk diam -tidak memaksakan ingatan anak kesayangannya.

"Fiki ganti ya mah fotonya." Jari Fiki berselancar di layar smartphone miliknya dan mengganti foto tersebut dengan foto keluarganya. Mamah hanya menunduk diam dan tak berkata apapun.

Lima menit berlalu, akhirnya teman perempuan Fiki keluar dari kelas tersebut.

"Eh, udah?" Fiki memasukkan smartphone miliknya ke dalam saku celana dan menghampiri temannya itu.

"Udah, pulang sekarang?" Tanya perempuan tersebut sembari sedikit menyematkan rambutnya ke belakang telinga kirinya.

"Ayok." Fiki berjalan menjauhi kelas tersebut dan diikuti oleh teman perempuannya. 

Secret Admirer || UN1TY × StarBe [END]Where stories live. Discover now