Part 14

856 53 2
                                    

Malam itu. . Ketika ia bersandar di samping ranjangnya dalam kamarnya yang gelap, seseorang mengetuk pintunya dari luar.

Ia berdiri untuk membuka pintu.

"Ayah."

John, Ayah Dwight menepuk bahunya dengan pelan.

"Sulitkah ?" Tanya Ayahnya samhil menatap wajah puteranya.

"Hm." Ia menjawab dengan mengangguk.

"Maaf." Ucap Ayahnya sambil memeluknya.

"Aku baik-baik saja." Ucapnya dengan pelan menggambarkan betapa terlukanya dirinya. Kalimat baik-baik saja tak selamanya menggambarkan seseorang dalam keadaan baik.

"Ayah sudah bertemu dengannya." Ucap John, sambil memberikan sebuah kartu nama kepadanya.

Ray Lee. Itu nama Ayah Seya.

Dwight tertegun sambil menatap kartu nama yang sama seperti yang ia simpan.

.

.

.

- 10 tahun yang lalu -

Sekolah selalu ramai saat anak-anak pulang dari sekolah. Begitu juga dengan dua anak kecil berbeda umur yang berjalan bersama-sama menuju gerbang sekolah.

"Dwight kenapa hari ini jemput aku ?" Tanya seorang gadis kecil dengan rambut yang dikucir itu.

"Hari ini Dwight memanggil ibumu untuk jalan-jalan." Jawabnya.

"Benarkah ?" Matanya terlihat berbinar-binar.

DRRT DRRT

"Halo Ayah ?"

"Dwight maaf Ayah tak bisa menjemputmu. Ayah meminta tolong Ibu Chlarise untuk menjemputmu."

"Oh? Aku juga memintanya untuk menjemput hehe."

"Apa? Dasar kau ini."

Dwight memencet tombol merah pada ponselnya ketika mulai mendengar Ayahnya mengoceh.

Sedangkan gadis kecil disebelahnya menatapnya dengan tersenyum.

"Oh! Itu bibi Verra." Ucap Dwight ketika melihat mobil ibu gadis kecil itu mulai mendekat.

"Ibu.!"

Mereka melambaikan tangan mereka dengan semangat. Ketika mobil yang dikendarainya mulai mendekat, sebuah mobil dengan laju cepat datang dari arah lain. Melihat Senyumnya dari kaca mobil membuat Dwight ingin menghentikan waktu pada saat itu juga.

"Bibi Verra!" Teriak Dwight.

Ia dengan cepat menutup mata gadis kecil itu ketika mobil yang dikendarai ibu gadis itu terbalik dan berasap.

Tetesan air mata mengalir dari matanya yang tak bisa mengalihlan pa dangannya kemanapun.

Jantungnya berdegup kencang.

"Ibu ?" Suara gadis kecil dengan mata yang tertutup. Ia ingin membuka tangan Dwight yang berada dimatanya namun Dwight dengan seluruh tenaga yang tersisa berusaha menutup mata gadis itu sampai Ambulance dan Kedua Ayah mereka datang.

"Chlarise..Dwight.." Panggil John, Ayah Dwight ketika sampai didepan gerbang sekolah. Mata Dwight terlihat tidak fokus dan kedua tangannya masih menutupi mata Chlarise.

BRUK

Ia jatuh tak sadarkan diri.

"Dwight!"

.

.

.

Sinar matahari mengintip masuk dari celah jendela dikamar Dwight pagi itu.
Seperti biasa, Dwight langsung terbangun karena hal itu. Ia terlalu peka akan hal kecil.

Tak butuh lama baginya untuk bersiap keluar pagi ini. Menghirup udara pagi sambil menatap orang-orang yang berlalu lalang dijalanan.

Setiap orang pasti punya tujuan. Akan kemana mereka pergi dan kemana mereka kembali.

Ia menatap dedaunan dari pohon pohon dipinggir, seekor kucing dijalan, burung-burung yang bersiul dipagi hari seolah menggerakkan hatinya.

Ia melangkahkan kakinya kesebuah kafe tempat dimana ia membuat janji dengan seseorang.

Ia memilih meja yang berada disudut ruangan yang menurutnya terasa lebih nyaman. Ia mengetuk pelan meja dengan jari-jari tangannya sambil menarik napas.

Ia menulis sesuatu di sticky note yang ia bawa dan menempelkannya di meja itu lalu pergi.

'Chlarise membutuhkanmu untuk hidup. Dia sangat sakit. Jangan terus melihatnya dari jauh, bicaralah padanya.'

.

.

.

.

Seya menatap langit-langit kamarnya dipagi hari. Mengamati kondisi kamar lalu menutup kembali matanya.

Ini rumah sakit. Tempat merawat orang sakit. Ia tak pernah memikirkan ia akan merawat dirinya disini sebelumnya. Karena sebelumnya ia tak pernah mau perduli pada dirinya. Ia hanya berpikir untuk pergi bersama ibunya.

Ia membuka matanya ketika ia teringat perkataan Ibunya yang dikatakan temannya yang ia tahu bernama L itu.

Ia sadar..

Seharusnya ia menjaga dirinya dengan baik untuk mengabilkan keinginan ibunya.

"Maaf." Lirih Seya dengan air mata yang menumpuk dimatanya.

Seharusnya.. alasan itu bisa membuatnya bertahan. Ia menutup matanya sambil membayangkan wajah bahagia ibunya. Sejak itu ia bertekad..

"Aku harus sembuh."

Tak lama kemudian ia kembali membuka matanya.

Ia bertanya-tanya kenapa sepupu Mark itu belum kelihatan pagi ini. Ia ingin bertanya bagaimana bisa ia mengetahui kata-kata yang bahkan sudah dilupakan oleh dirinya sendiri. Terlalu lama menghayal membuatnya kembali tertidur pagi itu.

Hingga dalam tidurnya, ia merasakan sebuah belaian dihelai rambutnya.

Hangat.

Ia membuka matanya dengan perlahan.

Matanya bergetar dengan air mata.

"Chlarise.."

.

.

DWIGHT (Completed - Revised)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang