27. AKHIRNYA

147 35 4
                                    

Kabut masih tebal menyelimuti sekitar, aroma blerang begitu khas menyusup ke indera penciuman.
Hamparan pasir berbisik menyentuh permukaan dasar tenda, pasir berbisik itu nama tempat nya.

Reyhan bangun dari tidurnya dan mendapatkan Hanin ikut solat berjamaah dengan beberapa team Nakama lainnya. Reyhan terhenyak, buru-buru diraih ponselnya dan menjepret wajah gadis itu dari balik resliting tenda yang terbuka sedikit. Setelah itu dia bergegas mencari galon berisi air wudhu yang udah disiapkan oleh tim perlengkapan.

Matahari mulai bergulir, kali ini Hanin mendapatkan sunrise bukan dari ketinggian, tapi dari gurun pasir berbisik. Sungguh indah pemandangan ufuk timur. Sembari menyesap kopi dan menikmati mie cup, mereka menyaksikan sunrise yang beranjak menguning emas.

"Eh kalian gak ada yang mau poto gitu? Cantik itu sunrise nya." Mamta yang sudah siap dengan make up bold nya, Bersuara.

"Lo aja sendiri sana, poto sendiri. Kalo ke gunung itu momentnya dinikmati,"

"Nye nye nye nye. Biarin gua punya tripod kok, pinjam yang bang sufban."

Kali ini Reyhan menyerah, ada saja ide Mamta.

Hampir setengah hari mereka menghabiskan waktu menjelajahi pasir berbisik, berkuda dan mendaki hingga ke kawah. Rasanya lelah tapi Hanin suka, dia suka setiap detik menitnya bersama Reyhan. Moment yang harus diabadikan nya dalam memori sebelum perpisahan 'Pare Jahat' seperti yang orang-orang bilang itu terjadi. Hanin tak ingin memikirkan sakitnya saat ini dia hanya ingin menghabiskan waktu bersama Reyhan. Kini mereka sudah berada di Padang rumput savana. Hamparan hijau menyejukkan mata, tak ada lagi pasir hitam yang berbisik diantara permukaan dasar sepatu booth Hanin. Kini berganti dengan rerumputan hijau nan bergoyang. Panas terik pun mulai menyengat namun angin tetap kencang. Hal ini yang memutuskan Hanin untuk menguncir rambutnya ekor kuda. Menggunakan hoodie sebatas lutut juga celana jeans.

Reyhan keluar dari mobil membawkan kopi yang dikemas dalam botol lalu menaikin bagian depan mobil Jeep, tangannya terulur kepada Hanin "Sini Han,"

Dengan cepat Hanin menggeleng.

"Gak bakal jatuh, percaya deh sama aku. Dijagain kok," Hanin pun percaya dan menerima uluran tangan Rey.

"Ngapain duduk disini?," tanya Hanin ketika sudah merasa mulai nyaman duduk di atas Jeep tersebut

Reyhan tertawa "Ngopi doang, nih," sambil menyodorkan kopi kemasan botol tersebut kepada Hanin.

Hanin membuka kemasannya dan meneguknya hingga nyaris tandas, Reyhan tersenyum melihat Hanin yang terlihat kehausan dan sibuk mengedarkan pandangannya ke sekitar.

"Eh Devi sama Rio mana ya kok gak keliatan dari tadi?"

"Paling juga masih foto-foto"

Hanin mengangguk-angguk, untuk beberapa menit mereka saling diam menikmati sekitar. Tiba-tiba Rey membuka percakapan.

"Han,"

"Apa?"

"Kamu pernah jatuh cinta ga sih?,"

"Pernah lah, aku cewek normal kali."

"Pernah pacaran?"

"Engga,"

"Kenapa?"

"Untuk apa?"

"Komitmen,"

"Komitmen gak perlu status lagi, yang penting itu tindakan. Bener atau aku salah?"

"Benar, tapi kamu keliru,"

"Keliru dimananya?" Hanin menoleh kearah Rey, menatap pria itu dengan seksama. Semilir angin berhasil membuat Hanin berulang kali menyeka anak rambut yang menempel di pipi mulus dan chubbynya.

Reyhan turut memandangi Hanin, lalu kembali menatap lurus ke depan. Dihadapan mereka menjulang tinggi puncak gunung dengan hamparan Savana nan luas.

Reyhan menarik pelan nafasnya "Komitmen itu memang dibuktikan dengan tindakan, tapi untuk membuat komitmen itu terbentuk secara pasti tanpa keraguan satu sama lain harus ada status yang jelas,"

"Baiklah kalau begitu," Hanin merasa seperti kalah telak

"Kamu setuju?" Rey kembali menatap Hanin, gadis itu memasang wajah jenakanya sembari mengangguk-angguk.

"Setuju,"

"Setuju juga buat kita punya komitmen dan status?"

Huk...
Hanin yang tengah meminum kopinya tersedak. Kopi dari mulutnya sempat menyembur, untung saja tidak mengenai Reyhan.
Dengan cekatan Reyhan mengelus punggung Hanin dan mengelap kopi yang turut membasahi wajah gadis itu sendiri.

"Hati-hati Han, jangan panik aku cuma baru nanya kok gak mesti dijawab saat ini juga. Sebentar aku ambil kamu air putih dulu," Reyhan kembali menuju mobil. Mengambil air mineral dan memberikannya kepada Hanin.

Hanin berdehem, berusaha meredakan tenggorakannya yang sakit. Hanin tidak menyangka ternyata Reyhan akan mengatakan ini padanya, Hanin mengakui sikap Reyhan sangat hangat kepadanya, sangat menspesialkan gadis itu. Hanin suka, Hanin nyaman dan ada rasa tak ingin kehilangan. Namun bagi Hanin tetap saja, Pare adalah kecamatan kecil yang sudah banyak mematahkan hati banyak orang.
Gadis itu terdiam sejenak, tengah mengumpulkan oksigen menuju paru-paru nya sembari memilah kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Reyhan. Setelah sakit di tenggorokannya sedikit mereda dan tenang Hanin pun kembali berbicara.

"Aku ga bakal tanya atas dasar apa kamu jadi punya keinginan buat komitmen sama aku, tapi aku cuma mau ingeti kamu kalau saat ini kita dipertemukan bukan di tempat asal kita masing-masing. Kita sama-sama pendatang untuk mendapatkan apa yang kita cari,"

"Kamu dengan tujuan kamu, dan aku dengan tujuan aku. Kamu sering dengar cerita pare jahat?" Hanin melemparkan senyum tipisnya, Reyhan yang tak hentinya memperhatikan Hanin sejak tadi pun mengangguk.

"Kamu mau kita jadi salah satu korban dari cerita pare jahat itu?"

"Kalaupun judulnya tetap harus pare jahat, aku ga bakal ngerubah namanya jadi pare baik kok. Aku lebih setuju kalau dibikin pare pahit,"

"Reyhannn!!" Hanin berteriak sebal yang membuat Rey tertawa terbahak.

"Ya lagian kamu serius banget, aku kasih tau ni. Pare memang jahat udah banyak bikin perpisahan, tapi ending baik ga semua nya berakhir di pare ini. Teman kost ku bulan depan nikah sama teman satu kursusannya, nikahnya gak di Pare tapi di bandung. Yang penting dalam hubungan apa, endingnya kan?"

Hanin kembali kalah telak "Iya kamu benar,"

"Jadi ?"

"Untuk saat ini aku mau kita fokus dengan tujuan kita masing-masing selama di Pare, tapi aku harap setelah ini kamu gak berubah sama aku,"

"Tentu," Rey tersenyum lembut sembari memandang gadis itu.

"Aku tetap bakal ngajak kamu ke tempat-tempat indah, kamu mau?" Tanya Rey tangannya terulur mengusap pipi Hanin, sangat halus bak pipi bayi pada umumnya.

"Of course!" balas Hanin dengan girang, Rey yang tak tahan dengan kegemasan gadis manis dihadapannya ini mengacak rambut Hanin dengan sayang. "Dasar bocil!" Lalu mereka tertawa.

***

Pare JahatWhere stories live. Discover now