18. Masih dingin?

181 71 15
                                    

Malam semakin larut mereka keluar Cafe Bonbin segera. Yang campnya berada di jalan Kemuning berbelok ke arah kiri, sedangkan sisanya berpisah di persimpangan jalan Brawijaya.
Hanin melangkah beriringan bersama Rio, melewati lembaga Interpeace dan berbelok ke jalan Anyelir yang mulai lengang.

"Aku suka jalan Anyelir selarut ini, sepi tapi buat tenang"

"Oh ya?" tanya Hanin basa-basi.

Rio tersenyum mengangguk. "Kalau kamu?"

"Biasa aja," balas gadis itu jelas, tepat, dan padat.

"Kamu tau gak, jalanan di Pare ini rata-rata namanya di ambil dari nama bunga."

"Ohhh,"

"Iya! Beberapa orang mungkin gak percaya kayak jalan Asparaga misalnya. Tapi beneran itu dari nama bunga, nama bunganya Asparagus."

"Ohh," balas Hanin untuk kesekian kalinya, meski Rio sebenarnya pria yang menyenangkan tapi entah mengapa Hanin begitu jengah mendengarkan pria itu berbicara sejak tadi. Padahal jika dipikir-pikir dia dan Rio itu satu server dan sempat berbincang banyak sehabis kelas di hari pertama waktu itu, entah kenapa Hanin sangat mudah risih dengan beberapa orang di sekitarnya beberapa hari belakang ini. Hanin jadi lebih suka termenung dan memikirkan alasan Reyhan menjauhinya.

"Han kamu ngantuk ya? dari tadi jawabannya 'hm' sama 'ohh' mulu."

"Iya ngantuk banget," bohong Hanin, rasanya seperti mendapat ruang terang di gua sempit, gadis itu tak menyia-nyiakan kesempatan barusan.

"Yaudah aku pamit ya, Yo. Mata aku udah berat banget, permisi..."

"Han!" hanya kata itu yang bisa keluar dari bibir Rio sebelum akhirnya berlari, ikut mengejar Hanin yang mulai mengecil dari pandangannya di jalan Anyelir yang sudah lengang.

***

Hanin tengah berbincang bersama Devi, menunggu study club 20 menit mendatang.

Tiba-tiba gadis itu bergidik geli, karena seseorang yang menempelkan air mineral dingin di pipinya.

"Rio." ujar Hanin tersenyum tipis, tak ada respon berlebihan seperti yang Rio harapkan. Entah terkejut, pukulan kecil karena sebal, atau respon-respon kecil lainnya.
Namun walau bagaimana pun Rio tak patah semangat, pria itu duduk disamping Hanin yang semakin hari semakin tak banyak bicara jika sudah di luar kelas.

"Han."

"Hm," Devi yang mendengarnya tertawa kecil karena geli sendiri dengan sikap Hanin yang berubah-ubah dalam hitungan detik.

"Pengen ngambil 50 persen beasiswa Toefl gak?"

"Beasiswa? Emang ada?" Satu alisnya terangkat.

"Ada dong, nih aku ikutan daftar lho," ujar Rio menyodorkan ponselnya berisi pdf persyaratan tes beasiswa 50% tersebut, Hanin meraih ponsel Rio membaca seksama isi pdf tersebut.

"Serius Tesnya cuma buat karya ilmiah doang?" Hanin terbelalak, matanya membesar dengan bibir yang sedikit terbuka. Terkejut karena mengejar nilai Toefl adalah incarannya agar mudah mencari beasiswa kuliah.

"Iya cuma itu, bisa kan nulis karya ilmiah?"

"Iya aku bisa kok! Ini seriusan kan?" Hanin membalikan tubuhnya menghadap pada Rio yang sejak tadi tak henti menatapnya. Pria itu tersenyum, perasaannya menghangat mendapati Hanin kembali tersenyum dengan manis, bukan lagi senyum tipis yang dia lihat selama beberapa hari ini.

"Iya serius! Deadlinenya lusa jadi kamu keknya harus buat karya ilmiahnya dari sekarang deh?"

"Eh kalau gitu aku izin deh hari ini gak ikutan kursus ya. Dev sampein ke tutor aku izin. Rio thanks ya, Nanti kalo ada yang gak aku pahami bisa tanya ke kamu gak papa kan?!" Pintanya dengan binar mata seakan memohon.

"Iya udah pergi sana, jangan lupa pakai tema yang sudah ditentukan ya! Chat aja aku nanti kalau butuh sesuatu,"

"Thanks ya, sekali lagi thankss banget," ucap Hanin seraya menggenggam bahu kanan Rio, Rio mengusap tangan Hanin menggunakan tangan kirinya dengan lembut.

"Iya sama-sama, udah pulang sana hati-hati!"

Hanin pun bergegas mengayuhkan sepeda keluar lembaga. Devi hanya menggeleng-geleng, heran. Berbanding terbalik dengan Rio yang tersenyum kecut disampingnya. Dia tau Hanin gadis yang ceria dan baik. Tapi Rio tak mengerti kenapa sikap gadis itu mudah sekali berubah-ubah selama beberapa hari belakangan ini.

Ternyata begitu payah menaklukan orang yang masih terus memikirkan orang lain. Terkanya, benar. Bahkan buktinya sudah sangat jelas ketika malam di Bonbin itu. Bukti di saat Rio mengodei Akmal agar menanyakan perihal pare jahat kepada Hanin.

***

Pare JahatWhere stories live. Discover now