25. Random

140 52 10
                                    

Perjalanan dilanjutkan, kali ini mereka habiskan waktu dengan lebih banyak bercerita.
Sesekali mereka berempat selingi dengan bermain truth or dare. Terus dengan sengaja Rio menceritakan keadaan Hanin waktu awal kelas mereka bermain Uno stacko di Bonbin yang mana jika kalah harus pilih truth or dare.

"Iya bener galau banget lho Hanin gak ada kamu Rey." Kali ini Devi bener-bener tidak mampu diancam dengan jelitan mata Hanin.

"Engga kok mana ada, aku cuma lagi gak mood aja kali waktu itu."

"Udah jangan malu-malu, gak diceritain mereka... aku juga tau dari email yang kamu kirimin." Ah Hanin bener-bener tebal muka kali ini, senyum kikuk dan kerutan di dahi saat ini yang hanya mampu menjadi gambaran salah tingkah juga leganya, lega karena Reyhan tak membahas soal Hanin yang memeluk nya lebih dulu saat dia baru pulang dari Yogyakarta waktu itu. Jika tidak, mungkin wajahnya udah seperti ditimpuk blush on.

"Eh by the way aku punya pertanyaan nih." Hanin mencari cara buat mengelak.

"Apa?" Jawab Rey cepat, dia sangat gembira melihat Hanin kembali ceria.

"Nih ya, kenapa sih air mata warnanya bening?"

Seketika hening, tampak dari wajah Reyhan berpikir keras. Sedangkan Devi dan Rio saling bersitatap, bingung.

"Ya bening lah kalo hitam tiap kamu nangis gelap lah Hanin!" Celetuk Rio malas berpikir, membuat Hanin dan Devi tertawa geli.

"Au ah aku nyerah, dingin tau malah disuruh mikir."

"Aku ikutan ibu negara, nyerah! Malas mikir." Sambung Rio, Hanin masih tak gentar. Kepalanya mengarah kepada Reyhan yang masih mencoba berpikir.

"Kok aku ngeleg sih kali ini, yaudah aku ngalah deh." Ujar Reyhan berbohong, padahal ini adalah teka-teki receh yang pernah dia dengar di tongkrongannya. Dia berpura-pura berpikir keras agar Hanin merasa senang.

"Oke nyerah ya, kenapa air mata warnanya bening. Soal kalo warna hijau namanya air matcha." Jelas Hanin dengan ekspresi lucu dan sangat-sangat natural, kalimat matcha dia sebutkan dengan sedikit aksen Inggris. Membuat Devi dan Rio tertawa geli begitu pula dengan Reyhan. Dia gemas melihat bibir mungil Hanin yang bisa selucu itu.

"Nah oke sekarang dari aku." Rio ambil alih kali ini.

"Kenapa kalo di film-film, zombie itu ramai-ramai?"

"Karena kalau sendiri namanya Zomblo." Balas Reyhan dengan yakin, Rio langsung menurunkan kelopak matanya.

"Dah dah gak seru, Reyhan anak tongkrongan ini udah tau semua dia teka-teki receh seperti ini."

Reyhan pun tertawa, tertawanya yang khas itu membuat Hanin memperhatikan dengan lama. Pria didepannya benar-benar sangat mempesona, tubuhnya yang proposional, hidung yang bangir dengan gaya rambut yang klinis. Membuat Hanin sering tak mampu menatapnya lama-lama saat berbicara berdua. Meskipun ibu Hanin selalu mengajarkan anak-anaknya untuk eye contacts ketika berbicara dengan lawan bicaranya. Tetap saja untuk lawan bicara satu ini Hanin angkat tangan.

Tatapan Reyhan memang selalu menunjukkan arti besar yang tak mampu Hanin cerna. yang jelas setiap melihat mata Reyhan, Hanin merasakan rasa sayang seperti abang kandung kepada adik bahkan kadang lebih dalam.

Dan tawanya, begitu tenang juga lepas. Hanin suka sangat suka, setiap tarikan bibir Rey berhasil membuat Hanin ikut tertawa kecil juga.

"Ngomong-ngomong teka-teki bapak juga banyak nih dapat dari tongkrongan." Sahut supir jeep yang sejak perjalanan tadi tak terdengar suaranya. Kalau dilihat dari wajahnya bapak supir itu masih kuat dan tak pula tampak tua, rambutnya masih gelap, gayanya sedikit coboy, bahkan suaranya masih tegas dengan mata yang masih was-was. Kalo diperkirakan umurnya kisaran 48 tahun hingga 50 tahun.

"Nah ini nih, tongkrongan suhu. Dari pos ronda ya pak?" Reyhan tak kalah excited.

"Monggo pak biar saya punya banyak ilmu," Sambung Rio.

"Nggih, disambi ya biar gak ngantuk." Ujar pak supir dengan logat Jawa nya yang halus.

***

Pare JahatWhere stories live. Discover now