10. Promise

215 96 9
                                    

"Gak ah, pasti jauh." Hanin yang membayangkannya menggeleng cepat.

"Ya memang jauh, tapi katanya teman lo yang Talia kayak pembalap. Ayoklah entar lo sama gue, Janji deh anak Sumatera sama gue pasti akan baik-baik!" Reyhan mengulurkan kelingkingnya, berharap Hanin berkenan untuk mengaitkan jari kelingking cantiknya, tanda bahwa keinginannya satu itu diiyakan lagi.

"Gak, mager. Sabtu jadwalnya gue nyuci baju."

"Han, please!! minggu gue udah pulang." Lagi dan lagi kalimat itu lagi. Baiklah Hanin mengalah. Gadis itu pun berkenan namun dengan tambahan Dania, ia akan mengajak tetangga kosnya yang berasal dari jambi jua.

"iya,"

"Weh janji ya?" ujar Rey sedikit berteriak kegirangan, jemari kelingkingnya yang terulur segera Hanin kaitkan dengan kelingkingnya.

"Udah ah jangan berisik entar aku batali?" Reyhan hanya menggeleng cepat lalu tercengir. Ah tampan-tampan tapi aneh.

"Makasih ya." ucap laki-laki itu lalu kembali menyesap kopi dan terjun ke dunianya, menonton anime.

Diluar hujan kian deras, memaksakan Hanin untuk sedikit lama bertengger pada Gazebo kecil yang terletak dalam sebuah cafe bernama Unix Interpice. Gadis itu menghela napas. Bau air hujan begitu khas dan menyengat, udaranya begitu sendu dan bersahabat, apalagi jika dikawinkan dengan segelas coklat hangat. sungguh nikmat!!

"Bu." sapa Hanin pada wanita paruh baya yang mengenakan celemek. "Coklat hangatnya satu lagi, ya?"

Wanita yang membawa nampan kosong dengan sorot mata nan teduh itu mengangguk ramah, "baik."

"Terima kasih, Bu."

"You are welcome."

***

Hanin tengah asik berbincang dengan adiknya di telpon, bicara ngalor ngidul hingga nyaris satu jam berlalu, gadis itu banyak tertawa sampai tenggorokannya terasa gatal dan kering. Hana yang terus menerus di goda kakaknya hanya menyangkal dan merepet tidak jelas membuat gadis manis itu kian terpingkal karena berhasil membuat adiknya merengek berkali-kali pada ibu mereka, mengharap pembelaan. Namun sayangnya ibu lebih memilih memasak dari pada melerai kedua anaknya yang ribut di telpon.

"Sudahlah jangan ganggu aku kakkkk." mohon adiknya.

"Iya deh iya, kakak mau masak bye. Assalamualaikum." tutt, bukannya menjawab salam, Hana malah memutuskan sambungan telpon.

"Dasar gak sopan." rutuk Hanin. Talia yang baru pulang dan duduk didepan Hanin hanya menggeleng, sembari menggulung-gulung kaos kaki mini nya nyaris menyerupai donat.

"Masak apa kita hari ni, El?."

Elsa bangkit dari duduknya dengan semangat mengatakan "Terong!"

Tak lama pintu terbuka, menampakan Dania gadis asal Jambi yang baru mereka kenal namun langsung menjadi teman dekat "iya masak terong hijau aja" timpalnya bersemangat.

"Tapi Honey yang masak, soal kalau bikin sambal kan Honey jagoannya." Honey yang Dania maksud barusan adalah Hanin, karena bagi Dania memanggil seseorang dengan panggilan berbeda adalah alternatif tersendiri untuknya dekat dengan orang tersebut.

"Gak,"sangkal Hanin cepat, rambut bergelombangnya dia ikat menjadi satu. "Aku maunya masak kangkung."

"Gakk!!" kini malah ketiga temannya yang menolak mentah-mentah.

"Udah empat hari makan kangkung mulu, lo kira kita kambing apa?" protes Talia kesekian kalinya selama empat hari belakang ini. Karena menu mereka yang selalu saja sayur kangkung dan kangkung, selalu saja begitu hanya berganti sedikit nama saja. Misal sayur kangkung tahu potong-potong, sayur kangkung tempe geprek, atau sayur kangkung saos ikan sardine.

"Ah memuakan sekali," ungkap Talia setiap mengingat menu kesukaan Hanin. Sedangkan gadis itu hanya tercengir.

"Udah deh hari ini kita masak jamur, biar gue yang beli sayur dan masakin."

"Emang hari ini giliran lo." ucap Dania sembari menutup kembali pintu kamar dengan keras.

"Astaga, untung gue gak sekamar sama dia." rutuk Talia kembali, entah mengapa gadis itu paling banyak bicara hari ini.

Setelah keputusan sederhana dengan pertimbangan rumit akhirnya mau tidak mau mereka melahap jamur tumis sebagai menu makan mereka siang ini.

***

Pare JahatWhere stories live. Discover now