BAB 39 :. Ini Bukan Mimpi

734 89 10
                                    

Salsha menarik napas dalam ketika dia menatap Dimas yang tersenyum padanya. Debaran jantungnya berpacu sangat cepat, perempuan itu berusaha mencari kesungguhan dari mata Dimas. "Gue bener-bener sayang sama lo."

Salsha mengerjap. "Dim?"

Alis kanan Dimas sedikit terangkat. "Hm?"

"Ini bukan mimpi, asal lo tau." Salsha mendorong dada Dimas pelan agar memberinya jarak. "Gue bakal minta penjelasan lo kalau lo udah sadar, oke?"

"Bukan mimpi?" tanyanya bingung.

"Iya."

Salsha meraih tangan Dimas, mengalungkan ke lehernya membiarkan laki-laki yang menatapnya bingung itu kembali bertumpu padanya lalu berjalan menuju unit apartemen Dimas.

Dimas masih memperhatikan Salsha, gerak-gerik perempuan yang sedang menekan password unit-nya terekam jelas di matanya. Bahkan helaan napas berat perempuan itu benar-benar jelas di telinganya. "Sal?"

Salsha tidak menjawab sampai mereka berhasil masuk unit dan Dimas menarik tangannya. "Apa? Udah sadar lo?"

Perlahan kepalanya mengangguk. "Yang tadi gue bilang-"

"Jangan tarik ucapan lo seenaknya ya." kata Salsha memperingati. Perempuan itu kemudian melepas heelsnya lalu melenggang masuk. "Minta minum Dim, pegel gue."

Dimas tidak tahu bahwa Salsha sangat gugup saat ini. Dia benar-benar tidak siap, bagaimana jika Dimas menarik ucapannya? Bagaimana jika Dimas berdalih karena kondisinya? Sedangkan Salsha sudah mengharapkan lebih.

"Sal?" panggil Dimas menyadarkan Salsha yang diam sambil menatap isi kulkasnya. Detik itu juga Salsha segera meraih keluar botol air mineral yang masih tersegel, berbalik menatap Dimas sambil bertanya, "apa?"

"Soal tadi," kata Dimas membuat pergerakan tangan Salsha terhenti. "Gue, cuma kebawa suasana aja, sorry."

Wajahnya terlihat sangat menyesal membuat Salsha mendengus geli apalagi dia ingat satu hal. "Ah iya, lo punya Alana."

"Bukan itu."

"Bukan itu?"

Laki-laki itu mengusap tengkuknya sementara tangannya yang lain berpegangan ujung meja pantry untuk menyanggah badannya. "Gue sama Alana nggak pacaran."

"Maksudnya?"

"Gue sama dia cuma pura-pura." Dimas menatap Salsha sejenak. Laki-laki itu menggedikkan bahunya kemudian duduk di kursi sambil memijat kepala. "Alana punya masalah, ada orang yang stalkerin dia gitu jadi gue bantuin dia."

"Oh ya?"

Dimas mengangguk. "Iya."

Otak Salsha berputar cepat. Jika, seperti itu pasti ada hubungan timbal balik karena dia tahu Dimas bukan orang yang mau repot mencampuri masalah orang lain. "Dan lo?" Mata Dimas kembali menatap Salsha. "Butuh bantuan apa lo dari Alana?"

"Hm ..." Dimas terlihat sangat ragu mengatakannya. Laki-laki itu terdiam cukup lama membuat Salsha menghela napas pelan lalu meletakkan botol minum yang ia pegang ke atas meja pantry sembari berkata, "gue mau balik."

"Sal, bentar," katanya menahan pergelangan tangan Salsha. "Gue belum selesai."

Salsha melirik jam tangan yang ia kenakan. "Kalau lo diem lama kayak gitu, bisa-bisa gue pulang pagi. Besok gue ada kelas."

Dimas menelan ludahnya susah payah mendengar nada jutek Salsha. "Iya," katanya kemudian menarik lembut tangan perempuan itu dan menuntunnya untuk duduk di sofa. "Duduk dulu."

Salsha menuruti Dimas. "Buruan."

Begitu Salsha duduk dan cekalan tangannya terlepas Dimas kembali mengulang kalimatnya untuk yang ketiga kali. "Gue sayang sama lo."

About DimasWhere stories live. Discover now