BAB 18 :. Ketika Dimas Marah

792 94 7
                                    

"Jadi, di Citepus bisa nge-camp kan?" tanya Ebi pada Salsha dan Dimas.

Salsha mengangguk karena Dimas yang diharapkan menjawab pertanyaan Ebi hanya diam. "Bisa Kak."

Ebi menganggukan kepalanya. Lalu menatap beberapa anggotanya. "Mending ke Citepus gak sih?"

Yang lain mengangguk setuju. "Iya, gak seru kalau gak ngecamp," kata Lukman.

"Gimana? Pada setuju ke Citepus aja?" tanya Bia lagi memastikan. Semua orang langsung mengangguk setuju. "Oke, Citepus ya?"

"Terus masalah kendaraan gimana?" tanya Alin.

Bia menatap Lukman. "Nanti biar gue yang urus. Data aja dulu siapa yang ikut makrab. Gak wajib kok, cuman ya sesuai namanya biar akrab aja."

Juna melirik Dimas. Cowok itu tampak tidak baik-baik saja. Dilihat dari wajahnya yang mengkerut lalu sesekali menatap malas beberapa orang yang berbicara. Dan menolak bertatapan langsung dengan Salsha. Juna tahu ada yang salah dengan sahabatnya ini. Dan Salsha adalah salah satu penyebabnya.

Maka, saat rapat selesai dan mereka sudah berjalan kembali ke fakultas karena mereka harus membahas bahan presentasi untuk kelompok mereka yang dijawdalkan lusa, Juna memberhentikan langkah Dimas.

"Lo kenapa?" tanya Juna langsung.

"Kenapa?" jawab Dimas balik.

Kalau Dimas masih dalam mood normal biasanya dia akan langsung menjawab tidak balik bertanya karena cowok itu sendiri benci bila diberi pertanyaan kembali.

Juna menghela napasnya. "Lo sama Salsha," kata Juna sambil menatap Dimas yang tampak terkejut. "Lo udah kayak ABG pacaran yang ngambek gara-gara gak diapelin semalem tahu gak?!"

Dimas langsung berdecak. Mengacak rambutnya kesal begitu tahu bagaimana kelakuannya tadi. "Anjing!"

Juna terkekeh. "Kenapa dah?"

Dimas mendengus kemudian bersandar pada tembok di belakangnya. Mengeluarkan rokok beserta korek api, menyalakannya lalu mulai menghisap dalam-dalam sebelum mengeluarkan kepulan asap ke arah Juna yang langsung mengibas-kipaskan tangannya.

Juna tidak merokok, itu alasan cowok itu mengambil jarak dengan Dimas sekarang. Membiarkan cowok itu menyelesaikan kegiatannya.

Dimas memijat keningnya yang berdenyut. Lalu berdecak sambil menatap Juna. "Ketara banget, Jun?"

"Jangankan gue Dim, orang Ebi aja paham lo kenapa-kenapa sama Salsha." Juna menatap Dimas sambil bersandar di pegangan tangga. "Lo jadian?"

Dimas menggeleng.

"Terus?"

Dimas menggedikkan bahunya. "Lagi PMS kali."

"Siapa? Salsha?"

Dimas membuang rokoknya setelah menginjaknya. Kemudian melangkah menaikki tangga. "Ya masa gue?"

"Yang kelihatan PMS itu elo, monyet!"

Dimas tersenyum menyerigai. Dia kemudian memegang sabuknya. "Lo mau bukti? Silahkan."

"Bangsat." Juna menendang kaki kanan Dimas. "Serius gue Dim, ah!"

Dimas terkekeh. "Ya... " Dia mengusap tengkuknya berusaha mengerti dengan sikapnya yang berubah drastis saat melihat dan mendengar pembicaraan Salsha dan Faros ketika dia kembali ke parkiran untuk menceritakan masalahnya pada Salsha.

Menceritakan kegelisahannya yang sesungguhnya, tapi saat melihat Salsha bersama Faros entah mengapa dia sangat marah.

"Kecewa mungkin."

About DimasWhere stories live. Discover now