BAB 13 :. Kiss

915 90 8
                                    

Salsha memalingkan wajah saat Dimas menatapnya dengan kening berkerut. Cewek itu merutuki diri sendiri kenapa juga dia mengganti kontak Dimas setelah bertemu Faros beberapa hari yang lalu.

"Sal jadi beneran Dimas?"

"Enggak lah." Salsha mengibaskan tangannya. "Itu mah, kerjaan ponakan gue Mal."

"Ponakan?"

Salsha mengangguk. "Iya ponakan gue." Cewek itu kemudian menatap Gia. "Itu loh Gi si Azil."

"Oh, si Azil." Gia mengangguk-angguk mengerti dia kemudian tertawa geli. "Bisa pas gitu ya kontak Dimas yang diganti namanya."

Salsha hanya nyengir lalu menatap Dimas yang juga memperhatikannya dengan kening berkerut.

"Oh." Mala membulatkan bibirnya. "Emang kapan lo pulang ya?"

Salsha mengerjap. Perempuan itu kemudian tertawa canggung sambil menepuk-nepuk bahu Mala cukup kuat. Mala sampai meringis merasakan nyeri dibahunya.

"Lo bukannya ada kelas ya Gi?" tanya Salsha mengalihkan perhatian.

Benar saja Gia langsung gelagapan bangkit dari duduknya menyambar totebag yang ada di atas meja kemudian berlari setelah pamit pada Salsha.

Sementara Mala mengusap bahunya, sedangkan Salsha dan Dimas saling pandang sampai cowok itu tersenyum miring lalu pamit untuk pergi ke bengkel.

🐾

Dimas sedang menatap mobilnya yang tengah diservis oleh mekanik. Cowok itu tampak bosan, baterai ponselnya sudah low dan jika dia gunakan sudah pasti akan mati.

Sampai mata cowok itu menatap perempuan yang berjalan ke arahnya dengan kening berkerut kemudian tersenyum tipis begitu mengenali Dimas.

"Ketemu lagi kita," kata perempuan iti begitu duduk di samping Dimas.

Dimas menatap perempuan di sampingnya. "Nama lo siapa? Alena?"

"Alana," koreksi Alana dengan muka kesal.

Dimas terkekeh. "Yaelah gitu aja bete."

"Ya menurut lo kalau ada orang salah manggil nama lo gimana?"

"Ya gak masalah." Dimas mengangkat bahunya. "Gue gak masalah tuh, dipanggil Bambang."

Alana menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedikit terhibur tapi geli juga dengan candaan Dimas. "Jadi, mobil lo apanya yang rusak, Mbang?"

Dimas menatap cengo Alana kemudian dia tertawa keras, begitu juga Alana yang mulai terkekeh geli.

"Sorry-sorry gue gak siap sama jokes lo."

Alana mengibaskan tangannya. Perempuab itu kemudian diam-diam menatap Dimas yang masih tertawa. "Lucu juga."

Dimas menoleh. "Siapa?"

"Jokes-nya."

"Oh." Dimas merogoh saku celana saat ponselnya bergetar. Cowok itu melihat nama Ratih yang tertera di sana. "Kenapa Dek?"

Sesaat setelah menerima panggilan itu Dimas langsung berdiri. Cowok itu segera berlari ke mobilnya menanyakan pada mekanik yang sedang menservis.

Dia kemudian mengangguk dan memberikan beberapa lembar uang pada si mekanik.

Dimas segera masuk ke mobilnya. Dalam hitungan menit mobil cowok itu segera melsat pergi. Alana yang melihat itu hanya bisa mengerjap sambil mengira-ngira apa yang membuat Dimas kalang kabut seperti itu.

🐾

Dalam perjalanan ke Bandung Dimas berkali-kali menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Berusaha setenang mungkin dalam mengendarai mobil.

Dimas sampai di Bandung sekitar jam lima sore. Cowok itu cepat-cepat membuka pintu pagar rumah bernuansa jadul itu.

Begitu masuk rumah Dimas disambut Narsih- neneknya. "Loh Dimas?"

"Mama mana Nek?"

Narsih tidak menjawab sampai Ratih, adiknya keluar dari kamar. "Kak?"

"Kamu hubungin Dimas?" tanya Narsih panik.

Ratih menggeleng. "Aku gak tahu kalau Mama hubungin Kak Dimas, Mama tadi bilang mau nelpon orang rumahnya."

Dimas berdecak. Cowok itu langsung masuk ke dalam kamar Ratih dan mendapati Ibunya berbaring dengan luka lebam di beberapa titik kaki, tangan, dan wajahnya.

Dimas berjalan mendekat, perlahan enggan membangunkan Ibunya. Hatinya sesak saat melihat darah yang sudah kering di sudut bibir Ibunya.

Dimas meraih tangan Ibunya, mendekatkan punggung tangan Ibunya lalu menciumnya begitu lama.

Sampai suara dobrakan serta jeritan Ratih terdengar dari ruang tamu. Cowok itu segera keluar kamar.

"MANA INDAH?!" Seorang laki-laki bertubuh tegap dengan rahang tegas melesat masuk ke dalam rumah.

"Kak Dimas!" teriak Ratih.

Dimas menatap marah laki-laki bernama Alfredo itu. "Lo gak punya sopan santun ya?"

Alfredo menatap Dimas tajam. "Oh, jadi ini anak dari suami pertamanya?" Alfredo mendekat, mencengkram rahang Dimas. "Mana nyokap lo?!"

Dimas berdecih. Sesaat setelah itu dia menendang perut Alfredo hingga tubuh pria paruh baya itu jatuh ke belakang, lengannya membentur pintu membuatnya mengerang kesakitan.

Dimas berderap ke arah Alfredo sebelum Indah berteriak menghentikannya. "Dimas!"

Dimas menoleh ke belakang, cowok itu mengernyit saat melihat Indah melindungi Alfredo dengan memeluk pria itu. "Ma?"

"Udah! Cukup!" Indah menatap Dimas nyalang. "Kamu sama Papa mu sama aja!"

Dimas mengerjap, cowok itu mundur selangkah. Hatinya sesak mendengar ungkapan Indah, tapi detik berikutnya dia tersenyum miring lalu memilih keluar dari sana tidak menghiraukan panggilan Narsih dan Ratih.

🐾

Dimas butuh pelampiasan maka, cowok itu pergi ke tempat yang sudah lama ditinggalkannya sejak empat tahun lalu. Sebuah kelab Malam di Jakarta.

Bermodal botol alkohol dia menari mengikuti alunan musik memekikkan telinga sesekali dia menegak isi dari botol yang dia pegang.

Matanya bergerak liar menatapi beberapa perempuan berpakaian minim. Hanya melihat Dimas sedang tidak ingin bermain meskipun sudah berkali-kali digoda.

Pikiran cowok itu kacau. Mengingat ucapan Indah tadi sore membuatnya berdesis marah. Dimas menegak habis isi botol yang dia pegang.

Cowok itu kemudian berjalan gontai menuju meja bar untuk memesan botol ke empat. "Satu lagi dong Bang!"

Si Bartender tertawa mendengar cara memesan Dimas. Dia menaruh botol di depan Dimas sambil menggoda. "Gak sekalian nasi gorengnya Mas?"

Dimas mengernyit. Matanya menyipit menatapi si bartender berambut kelimis itu. "Sinting!"

Dimas kembali ke dance floor, gerakannya sudah tidak sesemangat saat awal sampai karena kepalanya sudah sangat pusing.

Di sisa-sisa tenaganya Dimas menggoyangkan tubuhnya pelan. Sampai satu tangan menarik lengan Dimas. Dimas menatap kabur perempuan di depannya ini.

Dia juga tidak begitu jelas mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan itu. Tahu-tahu perempuan itu mengalungkan tangannya di leher Dimas, mendekatkan wajahnya detik kemudian bibir mereka sudah menyatu.

Dimas mengerjap. Dia sadar untuk sesaat karena rasa terkejutnya sebelum cowok itu kembali buta saat tangan kirinya yang masih memegang botol merengkuh pinggang si perempuan menghapus jarak di antara mereka. Sedangkan tangan kanannya diletakkan di tengkuk si perempuan.

Dimas mulai menggerakkan bibirnya. Memperdalam ciuman mereka tanpa tahu siapa perempuan itu.

To be continue 🐾

Ini yang baca from the star tahu dong kalau Dimas itu broken home?

About DimasWhere stories live. Discover now