9. Mencoba Memahami

1K 136 2
                                    

Sudah satu minggu setelah kejadian itu. Semua kembali normal. Sikap Andra juga masih normal, cuek dengan segala yang ada. Walau begitu, Angelo tetap sangat menghargai Andra sebagai kakak kandungnya.

"Selamat pagi semuanya!" sapa seorang gadis dengan nada riang.

"Pagi sekali datangnya, mentang-mentang hari Minggu."

"Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat yang indah banget."

"Non Bella, ini tasnya." Mbak Tika membawakan beberapa tas jinjing ukuran sedang.

"Terima kasih, Mbak."

"Apa-apaan, sih?" Anggelo merasa ada yang aneh, "Kita mau ke mana? Sepertinya sudah direncanakan?"

"Lembang." Bella menjawab cepat sambil mengunyah roti bakar buatan Mbak Tika.

"Aku enggak ikut, capek!" Tukas Angelo dengan nada tinggi, menekankan kata capek.

"Perintah Om Danu, nih, aku enggak berani membantahnya." Kali ini Bella benar-benar berbohong.

Suasana menjadi hening. Entah mengapa hari ini Angelo tidak bersemangat seperti biasanya. Pasti ada sesuatu yang terjadi, tetapi itu semua mampu Angelo sembunyikan di balik senyum tipisnya.

Bella bisa merasakan hal itu. Jangan panggil Bella jika tak mampu mengajaknya Angelo ke Lembang. Bella yakin mampu membuka tabir kesedihan yang menyelimuti hati Angelo.

"Nanti aku ajari main basket plus fotografi," bujuk Bella.

"Enggak mau!"

"And–" mulut Bella cukup sulit terbuka, "Andra ikut."

"Setuju."

Percapakan mereka cukup sengit. Angelo diuntungkan, namun Bella dirugikan lantaran ada Andra yang mungkin akan mengacau liburan dadakan mereka. Demi Angelo, Bella menempuh cara ini.

"Mbak Tika, obat-obatnya Angelo masukan di tas biru aja, biar nanti saya sendiri yang membawanya."
"Iya, Non Bella, ada lagi?"

"Cukup dulu, deh, Mbak."

Andra masih tertidur lelap di kasur empuknya. Seperti biasanya, Andra selalu bermalas-malasan sepanjang hari. Entah mengapa, seperti tidak ada yang dapat membuat Andra tersenyum selepas dulu, saat dia masih kecil.

Kring ... kring ... kring ....

"Sepagi ini sudah ada yang telepon?" gumam Andra sambil mencari sumber bunyi itu lalu mengangkat gagang telepon rumah berwarna hitam, "Halo?"

"Andra ini Ayah."

"Kenapa?"

"Tolong hari ini kamu antar Angelo dan Bella ke Lembang."

"Enggak bisa!"

"Andra, Ayah takut seandainya terjadi sesuatu dengan Angelo bagaimana? Bella hanya seorang gadis dan Pak Sukri hanya supir. Ayah khawatir Andra." Suara pria paruh baya itu mulai memelas.

Ingatan Andra terseret ke sore itu. Sore yang cukup menegangkan. Beberapa menit telepon itu hanya tertempel di telinga kanan Andra tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Andra," suara itu kembali hadir dengan lebih lembut.

"Iya."

Klik.

Goodbye Angelo ✔️ (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang