7. Senja Sendu

1.2K 143 0
                                    

"Halo, Pak satpam, Angelo ada?" tanya Bella dari dalam mobilnya sambil mengeluarkan sebagian kepalanya.

"Non Bella," sahut Pak Supri, salah satu satpam rumah Angelo, "Tidak ada, Non."

"Ke mana?"

"Rumah sakit, Mas Angelo kumat." Jawab satpam itu dengan singkat, namun mampu mengetarkan hati Bella.

Tanpa meneruskan percakapan, Bella memutar mobilnya dan berlalu menuju rumah sakit. Dia masih ingat betul kejadian tiga bulan yang lalu, ketika Angelo sedang bermain play station, tiba-tiba saja darah segar keluar dari mulutnya. Pasti kejadian itu terulang kembali. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Penyakit itu sangat mengerikan, untuk seseorang berjiwa malaikat seperti Angelo.

***

"Danu!" Teriak seorang dokter wanita dengan pakaian dinas lengkap, "Apa yang terjadi?"

"Seperti saat itu," Danu menjawab tanpa ekspresi, "kejadian itu terulang kembali."

"Sudahlah, semua akan berjalan dengan baik. Serahkan pada Dokter Ilham, beliau sangat berpengalaman dalam hal ini dan tetaplah berdoa pada Tuhan."

Andra pergi tanpa pamit, sambil menyelidik Karina dengan pandangan tidak enak.

"Itu Andra, dia sangat gagah dan tampan. Mata dan hidung adalah milik Vina. Aku kagum melihatnya, tapi apa mungkin saat ini dia masih salah paham denganku?"

"Iya, dia Andra, aku pikir dia sudah melupakan semuanya."

"Semoga."

Di dalam ruang UGD, beberapa dokter sedang memberikan pertolongan terbaiknya. Satu suster memasangkan infus di pergelangan tangan kiri, tepat di denyut nadi Angelo. Ada juga suster yang memasakan alat pernapasan di hidung Angelo. Satu suster lagi sedang memasangkan jarum di tangan sebelah kanan untuk tindakan transfusi darah.

Semuanya berjalan sangat cepat, namun sangat hati-hati mengingat kondisi Angelo yang berbeda dengan pasien yang lain. Dokter dan suster bertindak cepat seakan sedikit saja terlewatkan akan merenggut nyawa Angelo.

Udara cukup dingin. Andra mencoba memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya. Di melihat ada beberapa percikan darah di bajunya. "Sial!" Andra masih mengingat kejadian tadi sore. Dia hanya mampu memandang langit hitam pekat tanpa bintang dengan pandangan penuh harap. "Kenapa harus terjadi padaku?"

Dari ujung jalan gerbang pintu rumah sakit ada Agya merah, tidak asing baginya. Seketika sebuah nama terlintas di otaknya. Bella. Benar itu mobil Bella, dia sempat melihat mobil itu terparkir manis di perkarangan rumahnya, kemarin.

Bella yang memakai setelan baju basket berwarna biru, bernomor punggung sembilan, turun dari mobil. Gadis itu melihat sekitar, penuh dengan kebingungan, dia memutuskan melangkah menuju pintu utama rumah sakit. Tanpa melihat Andra berdiri di pojok pintu utama rumah sakit.

Andra masih mengamati Bella itu dengan saksama. Gadis itu sama seperti gadis lainnya, yang membuatnya berbeda adalah karakternya yang kuat sebagai seorang cewek di usia yang masih belasan tahun. Andra mencoba memiringkan kepalanya agar mampu menjangkau gadis yang telah tertelan lorong rumah sakit itu. Namun, gadis itu semakin menghilang dari pandangan Andra.

Sudah berpuluh-puluh menit para dokter dan suster bergelut di ruang UGD. Bella pun telah beberapa menit yang lalu, dia hanya mampu duduk termangu sambil sesekali melihat arloji di pergelangn tangan kirinya. Bibirnya terkunci rapat, hatinya terus berdoa untuk keselamatan sahabatnya.

Dokter Karina dan Danu tidak kalah tegangnya. Menanti sesuatu yang belum pasti sesuai dengan harapnya. Pintu ruang UGD terbuka. Seorang dokter laki-laki, bertubuh sedikit gempal dan memiliki rambut yang sudah mulai beruban dengan sangat hati-hati menutup pintu ruang UGD.

Dokter itu mulai menjelaskan tentang kondisi Angelo. Semua yang ada lorong itu mendengarkan penjelasn dokter dengan sesama. Semua memasang wajah tegang.

"Apakah Angelo perlu untuk opname di sini, Dok?"

"Tentu, dua atau tiga hari saja, sampai pendarahannya benar-benar berhenti," jelas Dokter Ilham dengan pelan, "Angelo sudah langsung bisa dipindahkan di ruang rawat."

"Baik, Dok, saya bersedia membantu mengawasi penyembuhan Angelo."

"Terima kasih Dokter Karina," sahut Dokter Ilham dengan senyuman mengembang di bibirnya. "Saya permisi dulu, permisi," diikuti oleh beberapa suster di belakangnya yang baru keluar dari ruang UGD.

Semuanya canggung untuk melakukan sesuatu. Bella ingin berpamitan, namun dia tidak enak dengan Om Danu dan Dokter Karina. Hingga akhirnya Bella hanya mengikuti ke mana arah Angelo menuju kamar rawatnya.

Di ruangan itu hanya ada Angelo dan Danu. Perkembangan Angelo cukup baik, dia mulai menampakan respon yang baik, mengerakan jari tangannya dengan sangat pelan. Danu tersenyum melihat perkembangan putranya.

"A–yah," Anggelo mulai membuka mata, memanggil ayahnya.

"Iya, mana yang sakit?"

"Seluruh tubuhku, Yah, rasanya sakit sekali," ungkap Angelo manja.

"Sini pindahkan seluruh sakitmu ke tubuh ayah!" Perintahnya membuat Angelo tersenyum tipis.

"Jangan, Yah! rasanya sakit seperti ditusuk-tusuk, tapi aku rela, sudah biasa, yang terpenting Ayah, Dokter Karina, Bella, dan Kak Andra–" dia berhenti sejenak, Angelo baru ingat tentang kakaknya. "Ayah, Kak Andra mana?"

Seisi ruang mendadak menjadi bisu dan sunyi. Bibir mereka masih terkunci.

Angelo mengulanginya, "Kak Andra mana, Yah?"

"Dia menunggumu di luar bersama Bella."

"Kenapa?"

"Karena hanya boleh dua pengunjung yang masuk."

Kenyataannya Bella di balik pintu seorang diri tanpa sosok Andra yang menemaninya. Lagi pula bukankah itu hanya ruang rawat bukan ruang ICU yang pengunjungnya harus dibatasi.

"Begitu ya, Yah? Jadi enggak asyik, deh."

"Angelo, jangan banyak bicara dulu. Istirahat saja, tante tungguin di sini, ya?" Bujuk Dokter Karina mengalihkan pembicaraan.

Angelo tidak mudah terpengaruh, "ucapkan terima kasih juga buat Kak Andra yang sejak sore tadi sudah mengendong dan memelukku," pintanya sambil menutup mata. "Pelukannya sangat hangat."

Karina menjawab dengan senyuman, "Iya Angelo, istirahatlah."

Pintu kamar rawat kelas VVIP terbuka. Dokter Karina keluar dari sana. Seketika Bella menyambutnya dengan berbagai pertanyaan.

"Tante, bagaimana kondisi Angelo? Apakah Angelo baik-baik saja? Kapan Angelo bisa pulang?" Bella terus memburu.

"Syukurlah kondisinya semakin membaik, hanya butuh sedikit istirahat. Dua atau tiga hari lagi mungkin sudah boleh pulang."

"Terima kasih."

Waktu sudah menunjukan pukul sembilan lebih sepuluh menit. Cukup lama Bella menunggu di depan ruang rawat Angelo. Dia tiak berniat masuk, takut mengganggu istirahat Angelo. Lagi pula tadi penjelasan Tante Karina sudah cukup jelas, dengan niat yang matang Bella mengurungkan niatnya untuk menginap di rumah sakit.

Andra masih tetap di posisinya, tanpa sedikitpun bergeser. Kali ini keberadaannya terendus oleh Bella. Sekilas Bella cukup mengenali sosok cowok yang ada di pojok pintu sambil berdiri layaknya seperti seorang security, namun Bella tidak peduli dengan hal itu.

"Ngapain kamu di dini?" Sergap Andra dengan nada tinggi.

***

Goodbye Angelo ✔️ (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang