30. Rahasia Andra

484 34 3
                                    

Kali pertama Angelo membuka mata pasca dia menyelamatkan Andra dari pengeroyokkan preman di area lapangan basket kompleks, juga insiden tabrak lari yang Andra dan Angelo alami membuatnya tertidur sangat lelap. Cukup lama Angelo meninggalkan semua rutinitas yang biasa dia jalani bersama Bella. Angelo tidak berdaya akan pheomonia yang mengerogoti tubuhnya yang mungkin akan merenggut nyawa Angelo lebih cepat, lantaran pengobatan phenomonia cukup berat dengan kondisi Angelo sebagai penderita hemophilia.

Angelo terus berjuang dalam setiap detiknya. Terlalu muda untuk Angelo menyerah dengan keaddannya saat ini. Dia masih memiliki banyak mimpi yang belum terwujud. Embusan angin pagi pengantarkan semangat baru untuk Angelo. Walaupun tidak bisa menikmati angin pagi, namun dia mencoba merasakan layaknya orang normal yang bisa melakukan semua aktivitas tanpa terkendala.

Angelo mulai membuka mata dengan pelan, melihat sekitar dan mencoba menarik selang oksigen yang terpasang hidungnya.

"Jangan!" cegah suster meraih tangan Angelo yang ingin menarik selang oksigennya.

"Aku risih," Angelo memberikan alasannya.

"Anggap saja itu aksesoris barumu," sahut suster sambil memeriksa cairan infus Angelo.

"Sudah berapa lama aku tertidur?"

"Beberapa hari, sepertinya nyenyak sekali?" sahut suster dengan stetoskop terpasang di lehernya. "Suster periksa, ya?"

Angelo pasrah dengan apa yang suster itu lakukan pada tubuhnya. "Selama aku tidur, ada yang menjenggukku?"

"Banyak, ada Ayahmu yang selama ini yang selalu menjagamu sepanjang malam, Dokter Karina, guru kamu, assisten rumah tangga dan supirmu, pacar kamu–"

"Pacar?"

"Iya, gadis SMA yang selalu datang di siang hari dan selalu membacakanmu cerita dari kumpulan cerpen yang dia tulis."

Angelo yakin yang suster maksud itu adalah Bella. "Suster salah, dia sahabatku, namnaya Bella." Senyum Angelo mengembang di bibir pucatnya, teringat akan seatu hal membuat Angelo segera mengungkapkannya, "Kalau Kak Andra, apakah dia juga datang mengenjukku?"

"Aku kurang paham, seingatku ada seorang cowok ganteng, tinggi, berkulit putih, memiliki mata biru yang juga selalu datang pada malam hari hingga subuh, tetapi dia selalu menunggumu di luar ruangan. Alasannya dia tidak tahan mencium aroma obat-obatan di dalam ruangan ini."

Angelo tidak pernah salah, Andra adalah kakak yang baik. Terbukti dari paparan suster yang mencoba mendeskripsikan keberadaan Andra saat Angelo tidak mampu membuka mata. Angelo menyukai hal itu, sekalipun tidak banyak yang tahu tentang sikap baik Andra terhadap orang sekitarnya.

"Sudah selesai, kondisi kamu baik," kata suster yang telah memeriksa kondisi Angelo saat kali pertama Angelo membuka mata. "Ada yang bisa suster bantu? kalau belum ada, suster tinggal sebentar ya, jika kamu butuh apa-apa tinggal pencet tombol yang ada di atas ranjangmu ini, suster akan segera datang."

Angelo hanya menganggukkan kepala.

"Oh, iya, lima menit lagi ada dokter yang akan memeriksamu. Buat dia terkejut karena kamu sudah siuman lebih cepat."

Angelo tersenyum tipis melihat tingkah suster yang sengaja menghiburnya itu.

"Satu lagi, jangan coba-coba melepas selang oksigen itu tanpa seizin dari dokter!"

"Iya, suster," sahut Angelo memasang wajah manis.

***

"Andra, ini tidak bisa dibiarkan, kondisi kamu semakin memburuk, seharusnya kamu segera dilakukan tindakan."

"Iya, dalam minggu ini, semoga semua berjalan sesuai recana."

"Jangan diulur lagi, saya ingin berbicara dengan walimu."

"Aku bisa menanganinya sendiri," sahut Andra tanpa semangat.

Dokter wanita dengan uban di rambutnya berharap Andra segera melakukan perawatan untuk kondisinya yang semakin memburuk. Dia melihat jika kondisi jantung Andra semakin melemah dari hari ke hari. Terlebih setelah kecelakaan yang dia alami beberapa waktu lalu, membuat kondisi jantungnya lebih mengkhawatirkan.

"Jangan sepelekan kondisimu, harus segera ditangani."

"Iya, Dokter Sarah, terima kasih untuk segala perawatan selama ini."

"Ini sudah kewajiban saya."

"Berapa lama waktu saya bisa bertahan dengan jantung ini?"

"Andra, saya bukan Tuhan, namun hanya bisa memprediksikan sesuai kondisi jantungmu saat ini." Dokter Sarah berat hati untuk mengungkapkan yang sebenarnya.

"Berapa lama lagi, Dok?" Andra terlihat putus asa, namun tetap menampilkan senyum tipisnya.

***

Goodbye Angelo ✔️ (Tamat) Where stories live. Discover now