32. Jangan Pergi!

765 43 4
                                    

Satu malam terakhir di rumah sakit, Angelo meminta tidak ditemani siapa pun. Sengaja ingin menikmati malam terakhir di ranjang putih yang selalu menghangatkannya, juga ingin menyiapkan perpisahan dengan para suster yang telah menjaganya selama ini, tidak terkecuali Dokter Karina yang juga selalu memantau kondisinya.

Jadwal kepulangan Angelo tiba lebih cepat. Angelo bersemangat untuk segera meninggalkan ranjang rumah sakit yang mulai tidak nyaman. Semalaman Angelo terus terjaga mengingat kenangan-kenangan indah kala itu.

Pagi-pagi benar Angelo telah mengemasi pakaiannya ke dalam tas jinjing coklat kesayangannya. Tidak sabar bertemu Ori dan Oza, Angelo terduduk di kursi pengunjung menunggu ayahnya di depan kamar rawat sambil terus memainkan smartphone. Angelo tetap awas terhadap siapa pun yang lewat di depannya. Hingga fokus Angelo tertuju pada sepasang sepatu kets hitam di depannya. Tidak sanggup berucap Angelo hanya memandangnya penuh tanya.

"Angelo?" sapa seseorang yang berdiri di depan Angelo.

Seketika wajah Angelo mengenadah ke atas mencari sumber suara yang tidak asing baginya.

"Apa kabar?"

Angelo berdiri, memeluk sosok yang berdiri di depannya. "Sangat baik, aku yakin ini bukan mimpi."

"Iya, ini nyata, maafkan atas segala yang telah terjadi."

"Ini bukan salah takdir, namun ini adalah warna dari corak kehidupan yang tidak bisa kita pungkiri. Biarkan semua berjalan semestinya sesuai apa yang telah tertulis hingga akhirnya ikatan darah tidak akan pernah bisa terpisah."

"Aku akan mencoba memperbaiki semua, aku telah menyia-nyiakan semua yang menyayangiku dengan tulus. Aku menyesal. Sangat menyesal."

"Kak, ini bukan salah kakak, ini hanyalah permainan waktu."

Pelukan itu semakin erat, waktu seakan berhenti dalam suasana kehangatan. Apa yang Angelo inginkan terkabul dengan cepat, bahkan sangat cepat. Tidak ingin melewatkannya begitu saja, Angelo meminta agar momen itu diabadikan.

Tidak menyia-nyiakan, Angelo segera memberikan penawaran. "Kita selfie?" Angelo segera melepaskan pelukan dan memasang pose yang sempurna, memeluk Andra erat dan mengarahkan smartphone tepat di depan mereka, "Chese!" teriaknya memberikan isyarat pada Andra.

Seketika layar smartphone menampilkan foto mereka berdua. Andra tersenyum tulus, yang tidak pernah dia tampilkan selama ini. Hangat dan kebahagiaan.

"Biar nanti kalau kita rindu kebersamaan, kita lihat foto ini," ucap Angelo terus melihat layar smartphone-nya, "Nanti aku kirim ke ponsel Kakak." Senyum Angelo terus mengembang menghiasai pagi yang penuh dengan keajaiban.

"Terima kasih telah menyelamatkanku saat itu, aku sadar ketulusanmu kepadaku tanpa pamrih."

"Kak, kita saudara, harus saling melengkapi, saling tolong-menolong, juga saling menjaga satu sama lain, itulah fungsinya saudara."

Mengangkat tas jinjing coklat, mereka berlajan melewati lorong rumah sakit yang penuh dengan riuh suara manusia tidak membuat kehangatan itu memudar. Percakapan ringan terus mewarnai setiap langkah kaki mereka melangkah. Tidak ada lagi jarak di antara mereka.

"Kak, Kakak bisa main gitar, kan?"

"Bisa, memang kenapa?"

"Bagaimana kalau Kakak main gitar, aku yang nyanyi. Pasti keren. Kita ngumpulin uang untuk membuat rumah singgah anak kangker. Ayah punya rumah yang tidak terpakai di daerah Kemang, rumah itu aja yang kita gunakan, dengan hasil dari donasi saat kita bermain musik."

"Boleh juga, keren idenya."

Sedikit takut Angelo mengungkapkan keinginannya, "Tapi, dengan Bella juga Kak, enggak apa-apa, 'kan?"

"Sejak kapan kamu harus izin Kakak kalau mau ngajak Bella? biasanyakan Bella yang selalu ngintilin kamu, jadi kita bertiga itu lebih baik."

"Yes!" teriak Angelo penuh semangat, "Kakakku yang terbaik."

Andra hanya tersenyum tanpa ingin membalas pujian Angelo.

Andra mulai belajar tersenyum dan tertawa seperti Angelo. Andra tak sungkan mengakui jika selama ini dia telah banyak melewatkan hari-harinya dengan rasa dendam membuatnya harus bersikap arogan yang akhirnya menjadikan dirinya sosok apatis terhadap sekitar, dan itu salah. Andra ingin mengubah semuanya, Andra ingin hidup bebas tanpa rasa dendam yang mengusik hatinya.

Tanpa terduga, seakan semua hanya mimpi. Angelo terkulai lemas, segera Andra menangkap sang adik sebelum terjatuh ke lantai. "Angelo!" segera dia membopong Angelo untuk mendapatkan perawatan. "Jangan pergi!" teriak Andra dengan tangis terus mengalir hingga dia tersungkur jatuh, namun tetap memeluk Angelo.

***

Goodbye Angelo ✔️ (Tamat) Where stories live. Discover now