Three flower men

87 11 0
                                    

Hidup itu dipenuhi oleh misteri dan kenyataan pahit yang harus bisa diterima oleh hati.
.
.
.

Jam menunjukkan pukul 8 malam. Tampak keluarga Agressa yang tengah menyantap makan malam dengan hikmat. Awalnya suasana di ruang makan saat itu sangat hening, hingga akhirnya salah satu dari mereka angkat suara untuk memecahkan keheningan.

"Kim? Bagaimana sekolah mu hari ini?" Tanya papa Kim sambil menyantap makan malam.

"Sekolah? Lancar kok, pa... Semuanya baik-baik saja..."

"Benarkah? Syukur lah kalau begitu..." Balas papa Kim lega.

"Kim? Kamu tau nggak? Papa sejak tadi pagi sangat khawatir loh!" Ucap Gita, kakak perempuan Kim.

"Hah? Benar, pa? Tapi kenapa khawatir? Kim tidak buat masalah, kok..." Balas Kim bingung.

"Huh! Kamu kayak nggak tau papa aja, deh! Hah... Seandainya kamu lihat wajah papa tadi pagi, benar-benar lucu loh!" Balas Gita sambil tertawa.

"Wah... Sepertinya kamu senang meledek papa mu, nak?" Balas papa sambil tertawa kecil.

"Haha! Tapi beneran kan, pa? Gita nggak bohong kok!"

Kim terdiam mendengar pernyataan Gita. Ia menatap papa nya yang sedang tertawa mendengar ledekan anak nya. Ia menyadari bahwa papa nya benar-benar khawatir pada dirinya.

"Pa... Jangan khawatir, ya? Kim baik-baik saja, kok... Dan... Teman-teman Kim juga baik dan mereka sangat... Ramah. Jadi jangan khawatir ya." Balas Kim sambil tersenyum manis.

"Iya, nak... Maaf, ya? Papa jadi berlebihan seperti ini. Haha!" Ucap papa sambil tertawa.

Mereka tampak bahagia. Ya, bahagia. Makan malam bersama di selingi oleh obrolan yang mengundang tawa. Kedekatan mereka juga terlihat saling menyayangi. Bukan kah sempurna?

"Oh ya, nak? Bagaimana dengan masalah nilai mu yang tertinggal? Bu Ratna sudah memilih mentor untuk membantu mu, kan?" Tanya papa.

"Uhuk!" Tiba-tiba Kim tersedak saat ia sedang meminum air putih. Pertanyaan papanya mengingatkan dirinya tentang kejadian tadi pagi antara Kim dan si pangeran es.

"Kim? Pelan-pelan dong minum nya... Sampai tersedak gitu..." Ucap Gita sambil mengusap punggung Kim.

"Hehe... Maaf, kak..." Balas Kim sambil tertawa. Ia kemudian menatap wajah papa nya yang penuh dengan pertanyaan. Ia bingung, apa yang harus ia katakan pada papanya? Apa dia harus mengatakan yang sejujurnya bahwa si pangeran es itu menolak untuk menjadi mentor nya?

"I-itu... Hehe... Pa? Papa tenang saja... Dia mau kok jadi mentor, Kim." Ucap Kim tersenyum.

"Kim? Jangan mencoba membohongi papa, ya? Katakan dengan jujur... Apa dia menolak menjadi mentor mu?"

Kim hanya bisa terkekeh mendengar jawaban papa nya. Dia lupa, bahwa papa tidak bisa di bohongi.

"Ma-maaf, pa... Kim hanya tidak ingin membuat papa khawatir. Papa benar, dia menolak untuk menjadi mentor Kim... Yah... Kim juga sadar kok. Menjadi mentor itu tidak mudah... Apa lagi ini sudah semester akhir. Jadi sudah jelas dia akan menolaknya." Balas Kim dengan suara yang pelan.

Spring FlowersWhere stories live. Discover now