6. Musibah Membawa Nikmat

43 3 2
                                    

Bulan berlalu berganti tahun. Hubunganku dan Mutia semakin dekat. Tahu kan dekatnya kami itu ya cuma bercanda, jalan bareng tanpa skinship sama sekali, kadang kami ngopi bareng. Sesekali aku mengantarnya pulang ke kos kalau ada shift malam kerja di minimarket tempat kami bekerja. Kalian tahu kan kelanjutannya? Iya pasti paginya aku akan menjemputnya lagi kemudian berangkat kuliah bersama. Momen seperti inilah yang selalu membuatku bahagia. Padahal cuma boncengan saja, tapi rasanya... Ah bayangkanlah sendiri. Rasanya ada manis manisnya gitu, hahaa.

Aku jadi dekat sama sahabat Mutia, Vika dan Eli. Mereka yang mendukung aku untuk dekat dengan sahabat mereka. Mereka bertiga benar-benar sahabat yang saling membantu. Persahabatan mereka patut diacungi jempol, tidak hanya ada saat senang tapi selalu ada di saat susah. Saling meminjamkan uang untuk mereka yang benar-benar kehabisan uang saku adalah hal biasa bagi mereka bertiga. Terutama Eli dia sebenarnya anak orang kaya. Orangtuanya memiliki toko pakaian yang besar di kota Kudus. Tapi Eli tidak pernah sombong dan mau bergaul dengan semua teman.

Aku selalu menahan diri untuk tak mengungkapkan perasaanku pada Mutia. Aku merasa belum pantas untuk menyandingnya di pelaminan sebelum aku memiliki pekerjaan. Apalah daya aku cuma anak buruh tani yang hanya hidup sederhana. Aku merasa rendah diri.

Sampai suatu saat Vika menemuiku. Menanyakan sesuatu yang membuatku kaget. Ah bukan menanyakan lebih tepatnya mendesakku agar aku jujur. Kurasa dia mengetahui perasaanku untuk gadis manis yang menjadi sahabatnya.

"Pur, maaf ya aku mengajakmu bertemu sebenarnya aku mau tanya."

"Tanya apa Vik?"

"Tolong jawab jujur ya? Emmm..." Vika menjeda ucapannya.
"Sebenarnya perasanmu buat Mutia itu piye sih? Aku lihat hubunganmu dengannya dekat tapi kalian iki ora pacaran? Lha terus statuse Mutia iki apa?"

"Piye ya Fik, aku juga bingung."

"Kowe iki gak maksud mempermainkan perasaane kancaku kan? Jajal kowe coba-coba gawe dolanan Mutia tak gawe sambel geprek tenan awakmu."

"Ora Vik! Ora duwe niat elek aku karo Mutia."

"Lha terus niatmu apa? Aku nonton kowe iki seneng Mutia. Caramu mandeng, caramu memperlakukan Mutia iki terlihat kalau dia istimewa di hatimu. Apa aku salah?"

Aku kaget mendengar tebakan Vika. Selama ini aku rasa aku sudah merahasiakan rapat-rapat isi hatiku. Dan aku rasa sikapku kubuat sewajarnya saja. Tapi Vika masih bisa menebak isi hatiku.
"Apa ketok nemen ya Vik, kalau aku perhatian sama Mutia. Bagiku dia istimewa. Mutia itu pinter, mandiri, suka menolong, sama emmm... Kalau senyum manis."

"Kelihatan banget Bambaaang, aku sudah mengamati awakmu dari pertama kamu jalan sama Mutia Lho Pur. Kamu penasaran ora karo perasaane Mutia kanggo awakmu?"
Jangan heran kalau aku dan Vika suka medok berbahasa jawa. Mungkin karena jiwa cinta tanah air dalam diri kami. Haha, maksudku kami memang orang ndesa. Sebenarnya aku penasaran banget dengan perasaan Mutia. Tapi juga takut dugaanku salah besar, pasti nanti akan kecewa berat. Tanya nggak ya? Aku dilema jadinya.

"Lha emang perasaan Mutia piye?" daripada penasaran baiknya kutanyakan saja.

"Hahahaaa. Ketahuan kan kalau kamu beneran tresno karo Mutia. Gampang ditebak perasaanmu Mbang Bambang."

Aseeeemmm! Ternyata Vika cuma ngibulin aku. Lebih baik kutinggalkan saja gadis rese ini darpada hati dongkol.

"Heyyy Mas Bambang kamu mau kemana? Katanya mau tahu perasaan Mutia?"

"Alahhh mbel kowe Vik. Ora percaya aku. Ya wis aku bali sik, arep kerja aku. Assalamualaikum."

Kutinggalkan Vika sambil menahan hati dongkol. Bisa-bisanya perasaan yang sudah aku simpan rapat-rapat ketahuan. Awas saja kalau mulutnya ember ngasih tahu ke Mutia.

Derrttt. Kurasakan ada getar ponsel dalam tas ranselku. Setelah kubuka ada pesan dari gadis yang aku rindukan. Panjang umur, baru saja kubatin.

Mutia♥️
[Kang, aku minta tolong jemput aku di jalan pemuda. Motorku mogok, aku gak bawa uang tunai. Disini jauh dari ATM. Bisa Kang?]

Me
[OK Mut Imut. Hehee.
Etapi jln pemuda sebelah mana nih. Biar gampang nyarinya.]

Mutia♥️
[Depan toko bangunan Depo Hartono. Makasih ya yuyu kang kang. Wkwkkkkkkkk]

Me
[Siap meluncur mut imut. Mmmmuach -emot love ditiup-]

Entah setan apa yang merasukiku. Baru pertama kali aku bercanda yang menjurus, you know lah. Juga baru pertama kali berani menggunakan emotikon love. Dulu aku sangat takut, takut dia malah menjauh kalau kudekati dengan cara agresif. Mungkin sekarang saatnya aku harus agresif, toh sahabatnya sudah tahu perasaanku untuk gadis manis itu.

Kurasa, aku bersyukur pada musibah yang dialami si imut nan manis itu. Karena motornya mogok, aku jadi bisa boncengan sama dia lagi. Ini namanya 'KESEMPATAN DALAM KELONGGARAN. Wkwkwkwkkk. Mungkinkah aku berdosa bersyukur di atas musibah orang lain?

Kalau iya tolong maafkan aku, anggap saja aku lagi khilaf. Heheee. Mut imut I'm coming, Kang Pur mau siap menjemput.

----------
Kang Pur mah gitu. Hayoo siapa pernah seperti dia. Memanfaatkan kesempatan dalam kelonggaran. Haha 😁.

Salam sayang dan salam kenal dari saya. 😊

MUTIARANYA KANG PURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang