3 : Modus

42 4 0
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.

"Maturnuwun ya Kang Pur sudah mau nganter Mutia sampai kos, pulangnya hati-hati Kang."

"Iya Mut aku pulang dulu, cepetan masuk gih cepetan tidur. Jangan lupa mimpiin aku."

Mutia mengernyitkan keningnya.
"Mimpiin Kang Pur?? Emmmm maksudnya???"

Aduhhh aku ini kenapa sih kok malah gombalin Gadis polos ini. Padahal aku orang yang paling anti dan memang tidak pernah modusin cewek. Mukaku memerah dengan ekspresi yang entah seperti apa.

"Eh anu... Maksudnya emmmm mimpi yang indah Mut. Heheeee bercanda Mut, kamu jangan baper ya."

Sebenarnya aku sendirilah yang baper. Dari dulu aku mengagumi gadis pendiam dan polos dan tidak menyukai gadis yang agresif. Mungkin yang pendiam itu lebih menghanyutkan.

"Owh"
Balas Mutia singkat. Tapi ekspresinya seperti orang yang kecewa. Maafkan aku ya Mut, batinku.

☘️☘️

"Mut, Mutiara!!!"

Iya itu pasti Mutiara, gadis itu mirip sekali dengan Mutiara gadis yang semalam aku antar ke Kos. Dia berjalan dengan teman-temannya sambil tertawa. Tapi ngapain dia disini? Maksudku di kampus ini? Apa dia kuliah disini juga ya? Banyak pertanyaan muncul di kepalaku.

Mutia berbalik arah menghadapku.

Deggg.

Dia memang Mutia. Gadis itu terlihat agak berbeda apa mungkin karena tawanya. Jarang sekali di minimarket aku melihat Mutiara tertawa bahkan mungkin belum pernah, ya seingatku belum pernah karena di minimarket Mutia lebih sering tersenyum. Mungkin karena itulah teman-teman menjulukinya sombong. Padahal kalau tersenyum sangat... manis. Ah pikiranku mulai tidak beres. Mungkin terkena virus senyum Mutiara. Apaan sih Pur, kutepis pikiran konyolku.

"Kang Pur?? Ngapain ada di sini?"

"Kamu juga ngapain ada di sini Mut?"
Pertanyaan gadis ini kujawab dengan pertanyaan lagi.

"Aku kuliah disini Kang. Kalau Kang Pur?"

"Aku kuliah juga Mut."

"Kalian saling kenal ya? Kenalin dong sama temen kamu yang ganteng ini."
Celetuk salah satu teman Mutia yang sepertinya agak cerewet menurutku.

"Eh iya Kang Pur kenalin ini temenku Eli ini Vika. Eli Vika ini Kang Pur temenku kerja di minimarket." Mutia memperkenalkan aku dengan temannya.

Aku mengulurkan tanganku pada dua cewek teman Mutia.

"Hai... Namaku Sampurno, panggil aja Pur."

"Eh tapi kenapa Mutia panggil kamu Kang? Kalian pacaran ya?"

"Bukan...!!" Jawabku dan Mutia bersamaan.

"Cieeee... Cieeee... Jawabnya kompak nih yeee!!" Teman Mutia mulai menggoda gara-gara kami menjawab bersamaan. Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal.

"Kalian mau kemana ini?" Tanyaku mengusir kecanggungan diantara kami.

"Kami mau pulang Mas. Eh aku penggilnya Mas ya biar nggak samaan sama Mutia. Nanti dia cemburu lagi sama aku. Ya nggak El?"

Hahahahahaaaaaa... Eli dan Vika kompak tertawa menggoda Mutia.

"Apaan sih, kalian ini. Kalau mau panggil Kang ya terserah saja."

"Beneran nih Mut, tapi kok mukamu jutek gitu. Aduh duh Mut Mut kowe iki paling ora isa mbodhoni lho. Lihaten raimu wis abang kabeh. Iya to? iya to?!" Goda Vika. Mutia langsung cemberut lalu berlalu meninggalkan dua temannya.

"Lhoh Mut mau kemana kamu?"
Aku mengejar Mutia yang meninggalkan teman-temannya.

"Mau langsung kerja aku Kang."

"Eh naik apa? Motormu kan masih di bengkel tadi malam."

Dia menepuk dahinya dengan telapak tangan.
"Masyaallah aku kok lupa ya Kang. Ya wis aku naik angkot aja bareng Vika sama Eli kalau gitu."

"Bareng aja!"
Sahutku spontan seolah aku tak rela untuk menyudahi pertemuan kami ini. Ada banyak misteri seorang gadis seperti Mutia yang ingin aku ketahui. Kenapa bisa dia kuliah disini, ambil jurusan apa dan kenapa aku baru ketemu dengannya saat ini. Kalau dari dulu kan aku seneng, eh. Pikiranku mulai ngelantur lagi.

"Nggak usah Kang, aku sama Mereka saja."

Hemmm ternyata dia gadis yang tidak mudah ditakhlukkan tidak gampangan dan... Aku suka.

"Ini waktunya sudah mepet lho Mut, kamu nggak takut kalau telat. Bisa-bisa kamu nanti kena semprot Pak Hadi."
Aku menakuti Mutia supaya mau bonceng cogan sepertiku. Padahal kalau naik angkot juga belum tentu telat. Masalah Pak Hadi memang dia galak, makanya aku pakai buat modusin gadis polos itu. Halah Pur Pur... Kamu ternyata licik juga hahaaa. Aku menertawai diriku sediri tapi hanya dalam hati tentu saja.

"Tapi... Apa nanti ndak ngrepotin Kang Pur?"

Ya enggaklah malah aku senang, jawabku dalam hati yang cuma bisa di dengar malaikat.

"Nggak kok, kan sekalian bareng. Kamu nggak ikutpun aku tetep ke minimarket. Jadi ayo sukseskan program pemerintah untuk menghemat BBM."
Aku menertawai diri sendiri. Baru kali ini aku modusin cewek. Suwerrr aku mau dicium Citra Kirana kalau aku bohong. Eh...

"Cieee cuit cuit... Bareng aja Mut. Aku sama Vika naik angkot saja."

"Ayo Mut kita ke tempat parkir."
Potongku tanpa meminta persetujuan lagi dengan gadis lugu itu. Bisa-bisa lumutan nanti kalau aku nungguin jawaban gadis manis itu. Ah sudah berapa julukan yang aku berikan untuk Mutiara. Gadis polos itu mengangguk dan mengikutiku dari belakang setelah berpamitan dengan kedua temannya.

Ya Allah kenapa berjalan beriringan saja dengan Mutiara membuat hatiku rasanya... Entahlah.
Ada yang berbunga-bunga di dadaku dan jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. Kenapa pula bibir ini berkhianat untuk tidak membuat garis lengkung berupa senyum.

Oh Tuhan inikah rasanya.... Jatuh cinta???

-----

Yuk mengingat momoen pertama kali jatuh cinta.😍

MUTIARANYA KANG PURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang