16| Diam-Diam Perhatian

Start from the beginning
                                    

Disana Agra tengah berdiri menatap tajam ke arahnya. Kristof tersenyum miring. Aura permusuhan sangat terasa di antara mereka.

***

Suasana kantin saat itu sedang ramai. Tamara sampai susah untuk bergerak. Kalau ada Agra pasti laki-laki itu akan menyuruhnya untuk duduk terlebih dahulu dan Agra yang memesankan makanan. Tapi, keadaan kali ini sudah berbeda. Agra bahkan tidak menjemputnya ke kelas.

Ketika matanya mengelilingi semua area kantin yang begitu padat, pandangannya jatuh pada laki-laki yang sejak tadi memenuhi isi kepalanya. Agra tampak berbincang dengan teman-temannya yang Tamara ketahui bernama Pandu dan Rey. Tamara sedikit tersentak ketika tatapannya bertemu dengan Agra. Tamara langsung memalingkan wajahnya.

"Ra, gue gak jadi pengen jajan deh. Rame banget. Gue males desak-desakan. Gue ke kelas dulu ya," ucap Alma, si gadis kutu buku yang mendadak menjadi teman Tamara.

Gadis berkacamata itu terus menundukkan kepalanya dan berjalan cepat meninggalkan kantin, tampak tak nyaman dengan suasananya yang ramai.

"Loh, Alma!" pekik Tamara. Ia berdecak kesal.

"Misi, Tamara ya?" ujar seorang perempuan yang Tamara juga tidak tahu namanya.

Tamara mengernyit sebelum menjawab. "Iya, kenapa ya?"

Gadis itu menyerahkan sebuah nasi bungkus yang tercium dari baunya adalah ayam geprek. Menu kedua yang Tamara sukai selain soto ayam di kantin ini. "Buat lo."

Tamara menunjuk dirinya sendiri. "Gue?"

"Iya, udah terima aja."

"Tapi, ini dari siapa?" tanya Tamara kebingungan. Ia tak bisa menerimanya begitu saja walaupun kenyataannya ia sangat ingin ayam geprek itu. Siapa yang tau kalau semisal makanan ini ternyata ada racunnya.

"Dari seseorang pokoknya terima aja. Tenang, gak ada racunnya kok," ucap gadis itu kemudian mengambil tangan Tamara dan menaruh nasi bungkus itu pada Tamara.

"Katanya lo makan di kelas aja. Jangan ke kantin lagi," ucap gadis itu lagi, kemudian berlalu pergi dari hadapan Tamara.

Tamara menatap nasi bungkus di tangannya. Ia jadi teringat Agra. Mungkinkah ini pemberian Agra?

Tamara menatap kursi yang tadi Agra duduki. Tamara mengernyit ketika tidak melihat Agra lagi di sana. Di meja itu hanya ada Rey dan Pandu.

Matanya menyapu area kantin lagi. Ia melihat sekilas punggung Agra yang menghilang dari pintu kantin.

Salahkan ia merasa percaya diri jika Agra yang memberikan nasi bungkus ini untuknya?

***

Tamara ke laur dari kelas kursusnya tepat pukul delapan malam. Ia cemberut lantaran selama pelajaran tadi ia sama sekali tak bisa berkonsentrasi. Pikirannya terus berpusat pada Agra.

Tingkah Agra membuat Tamara bingung. Apa benar Agra marah kepadanya dan saat ini laki-laki itu sedang mendiamkannya?

Buktinya, satu hari ini Agra sama sekali tak bicara padanya. Pesannya juga sama sekali belum ada yang dibalas. Menjemput dan mengantarnya pulang juga tak dilakukannya. Seperti saat ini. Tamara jadi bingung mau pulang dengan siapa.

Tamara berjalan sambil mengetik layar ponselnya. Ia mencari nomor ayahnya. Ketika sampai di luar tempat kursusnya, Tamara langsung menghubungi ayahnya.

"Halo?"

"Ayah bisa jemput Tamara?"

"Dimana?"

[MTS 1] More Than Possessive [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now