28_ Patah

63 12 9
                                    

Happy reading man-temaaan❤❤❤

Jauh di dalam sana, terasa ada yang patah, tapi anehnya tidak berdarah. Tapi jangan kalian tanyakan apa rasanya.

By: Anonim

Melani melangkahkan kakinya kelewat riang, bahkan gadis itu tak terlalu mempedulikan sekitarnya yang memandangnya aneh. Bagaimana tidak, di koridor yang ramai ia hanya berjalan sendirian. Belum lagi ia berjalan sambil membawa tumpukan buku yang akan dikembalikan ke perpus dengan sedikit melompat-lompat. Sebenarnya ia juga tidak terlalu mengerti alasan di balik kesenangannya hari ini. Yang jelas, sejak malam tadi, perkataan Faldi saat di bianglala terus terngiang dalam ingatannya.

Oh iya, jangan tanyakan dimana Salsa, Kiki, dan Sandy berada, tentu saja saat ini mereka tengah berselancar di sosial media untuk men-stalking bias mereka masing-masing. Bahkan makan siang saja sampai mereka lewatkan.

Padahal biasanya Melani bukan termasuk pada jejeran siswi yang rajin ke perpustakaan, apalagi hanya untuk mengembalikan buku-buku yang apabila ditumpuk bisa-bisa menutupi matanya. Tapi hari ini dikarenakan mood-nya sedang baik, Melani menawarkan dirinya sendiri untuk mengembalikan buku-buku paket yang baru saja selesai kelasnya gunakan.

Saat melewati tepi lapangan, tak sengaja matanya menatap pemandangan di mana Rizky, kakak kelasnya yang belakangan ini seolah mendekatinya tengah berjongkok di samping adik kelasnya yang sepertinya sedang terluka pada bagian sikunya. Jika diperhatikan, sepertinya gadis itu Clarisa.

Melani menatap Rizky jengah, rasa kesalnya kemarin malam mulai muncul lagi. Sebelum rasa kesalnya berubah menjadi emosi, Melani mengambil langkah menjauh. Apalagi saat sekilas matanya sempat bersitatap pada Rizky yang tadi juga melihatnya dengan tatapan bersalah, entahlah.

Lagi-lagi Melani terpaksa menghentikan langkah kakinya saat tidak jauh dari tempatnya, Melani juga melihat Faldi yang tengah menatap Clarisa dan Rizky. Walaupun hanya dilihat dari punggungnya saja, Melani bisa menebak dengan pasti,  Faldi sedang patah hati.

Perlahan, bahu gadis itu juga ikut melemas. Mungkin, ada baiknya jika ia tidak berada di situasi ini. Mungkin, ada baiknya jika tadi ia tidak perlu repot-repot mengantarkan buku-buku perpustakaan di tangannya ini. Jauh di dalam sana, terasa ada yang patah, tapi tidak berdarah. Tapi jangan tanyakan apa rasanya.

Melani kembali melangkahkan kakinya lurus ke arah perpustakaan. Berkali-kali ia harus menenangkan diri, ia tidak boleh seperti ini. Ia tidak boleh jatuh hati pada sosok yang telah ia anggap sahabat sendiri selain Salsa, Kiki, dan Sandy. Egoiskah jika perasaannya selalu ingin dimengerti?

Sekali lagi Melani menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir perasaan tidak masuk akal yang akhir-akhir ini sering membuatnya gamang.

🍃🍃🍃

"Kenapa sih Mel? nggak kayak biasanya deh," Salsa menggerutu sebal saat dari tadi Melani hanya merespon curhatannya dengan kata 'hmm' saja.

"Hah? Apaan Sal?" tanya Melani saking tidak fokusnya.

"Hah hoh hah hoh, lo kenapa sih? Lagi nggak enak badan apa gimana?" Cerocos Kiki tidak sabar.

"Ya, nggak kenapa-kenapa sih, cuman lagi kurang fokus doang."

"Lagi ada masalah ya Mel?" Sandy si gadis paling bijaksana berusaha menengahi.

"Hah? Masalah apa San? enggaklah. Lagian sekalipun gue ada masalah, itu nggak ada kaitannya sama kalian sama sekali kok, santai aja." Melani tersenyum simpul kemudian mulai bergerak menjauh seakan enggan diberi pertanyaaan-pertanyaan lebih jauh lagi.

"Yaudah, biarin aja dulu. Mungkin akan ada lain kali, dan seandainya saat itu datang, kita hanya perlu jadi pendengar. Jangan menghakimi." Sandy mulai mengeluarkan kata-kata mutiaranya lagi yang membuat mereka terkadang merasa Sandy adalah gadis dewasa yang terjebak dalam tubuh seorang remaja berumur delapan belas tahun.

🍃🍃🍃

Tidak seperti biasanya, Melani yang biasanya tidak pernah diam, saat ini justru menyibukkan dirinya dengan mengatur microphone yang akan ia gunakan saat tampil nanti. Faldi yang menyadarinya tentu saja dibuat begitu bingung.

"Mel,"

"Hmm," jawabnya tanpa perlu repot-repot menoleh.

"Tumben lo diem dari tadi, biasanya juga petakilan. Sumpah, jadi berasa  horor ni tempat." Faldi sudah tak tahan lagi terjebak dalam ruang yang begitu hening karena memang saat ini Cafe sedang dalam keadaan sepi.

"Lagi males ngomong." Melani menjawab apa adanya.

"Lagi sariawan, sakit gigi, apa lagi nahan pup? Hehehe," Faldi masih sempat-sempatnya bercanda. Namun yang ada, Melani sama sekali tidak tertawa, alias guyonannya gagal dan garing.

"Gue ada salah sama lo?" Tanyanya masih penasaran.

Melani hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban membuat Faldi semakin dibuat uring-uringan saking bingungnya.

"Lo juga tumben nggak minta jemput gue tadi?" Faldi masih berusaha untuk memancing Melani untuk bicara.

Melani menatap Faldi jengah. Mood-nya masih berantakan. Diajak berbicara terus menerus tidak membuatnya semakin membaik, justru ia ingin cepat-cepat pulang.

"Gue bawa motor, puas?" sarkas Melani geram.

"Iya, gue tau. Tapi kan biasanya lo selalu minta jemput sama gue, jadi ya aneh aja tiba-tiba bawa motor sendiri." jawab Faldi sambil menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal sama sekali.

"Udah nggak perlu."

'Ni cewek kesambet apa gimana sih? Perasaan semalam masih baik-baik aja deh.' Faldi membatin dalam hati.

🍃🍃🍃

Semuanya berjalan dengan lancar, pengunjung Cafe juga masih terhibur dengan penampilan mereka, hanya saja Faldi yang merasa masih ada yang salah dengan Melani. Faldi tak bisa mengalihkan pandangannya satu sekon pun dari gadis itu. Sementara yang ditatap tidak memberikan respon apa-apa dan memilih melanjutkan mengikat tali sepatunya yang terasa longgar.

Tanpa perlu berbasa-basi lebih jauh, Melani memilih meninggalkan Cafe lebih cepat dari biasanya. Faldi juga ikut bergegas dan mengekori Melani dari belakang. Namun lagi-lagi Melani seolah bersikap tak peduli.

Faldi yang merasa geram dengan sikap Melani malam ini akhirnya ia memilih berhenti dan hanya memperhatikan saja Melani yang sedikit kesulitan untuk membawa gitar sambil membawa motor. Faldi berdiri dalam keadaan gamang, ingin membantu tapi terlanjur kesal karena sejak tadi merasa diabaikan.

Akhirnya Faldi lebih memilih untuk mengikuti gadis itu sampai rumahnya namun dengan jarak yang cukup jauh. Setidaknya memastikan gadis itu dalam keadaan selamat sampai rumah, pasalnya keadaan sudah merambah larut, belum lagi keadaan jalan yang mulai sepi.

"Kenapa malah gue yang jadi kayak penguntit sih?" Faldi menggumam dalam hati.

"Bodoamat lah," batinnya lagi kemudian kembali menjalankan motornya pulang.

🍃🍃🍃

To be Continued...❤❤❤

A/N:
Haay man-teman, insyaallah part depan bakalan aku publish hari minggu ini, ditungguin yaa😊

About Us (Spin Off Ilusi Hati)✔ CompletedWhere stories live. Discover now