26_ About us

47 12 6
                                    

Happy Reading Guys...❤❤

Melani kembali mengecek ponselnya, berharap ada notifikasi yang masuk dari Faldi. Percayalah, menunggu memang semenyebalkan itu. Bukannya tanpa alasan gadis itu terus menunggu pesan dari Faldi, pasalnya semalam laki-laki itu sendiri yang mengajaknya pergi ke Cafe pamannya bersama-sama.

Lima menit, kemudian sepuluh menit, bahkan lima belas menit kemudian menjadi waktu yang terlewati dengan sia-sia. Rasa kesal bahkan sudah menghilangkan mood baiknya, yang tersisa hanya kedongkolan luar biasa. 

Ketika Melani baru saja akan masuk kembali ke rumah, tiba-tiba saja satu panggilan masuk membuatnya bergeming malas.

"Mel, lo dimana sih? Cepetan, bentar lagi bakalan mulai nih!" Sambut suara di seberang sana membuat telinga Melani terasa pengang.

"Tapi tunggu, apa orang di seberang sana sehat? Memangnya siapa yang memintanya menunggu begitu lama?" Batin Melani begitu dongkol.

"Ehm, apa lo pura-pura lupa ya sama janji lo sendiri?" Melani bertanya dengan nada yang begitu pelan namun begitu sarat ancaman membuat sang lawan bicara di seberang sana merinding seketika.

"Oh itu, iya, tadi gue kelupaan buat ngasihtau kalau ternyata gue bareng sama Clarisa nih, tuh bocah maksa-maksa pengen ikut katanya." Faldi berusaha membela diri.

"Apa lo nggak punya alasan lain yang bisa buat gue lebih simpatik? Basi tau nggak?" Sarkas Melani dan langsung menutup panggilannya asal.

Untuk alasan yang sepele membuatnya harus menunggu sekian lama itu sangat menyebalkan. Terlebih lagi, yang ditunggu sama sekali tidak tahu diri.

Hilang sudah mood Melani untuk tampil hari ini. Tak ada lagi wajah ceria seperti tadi, kini yang tersisa hanya wajah suram dan perasaan ingin menghajar Faldi sampai lemas.

Untuk masuk lagi ke dalam rumah pun gadis itu sudah terlanjur malas. Alhasil gadis itu tetap menjalankan kuda besinya pada tujuan yang sama. Karena bagaimanapun juga, ini sudah menjadi sambilannya akhir-akhir ini. Bukankah seseorang tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya begitu saja hanya karena ia kesal?

Apalagi ketika ia disuguhi wajah-wajah ceria dari para pengunjung Cafe yang puas dengan penampilannya beserta teman-temannya. Seakan ada kebagiaan tersendiri.

"Ah, untung lo datang, gue pikir lo ngambek lagi. Ayo, buruan." Sambut Faldi begitu tiba-tiba sambil menjemput jemari Melani dan menariknya. Melani yang merasa tidak terbiasa langsung menepis tangan Faldi membuat langkah laki-laki itu terhenti seketika.

Merasa ada yang hilang, meskipun dirinya sendiri pun tidak tahu entah apa yang hilang, Faldi refleks bertanya.

"Kenapa?"

"Lo yang kenapa? Nggak ada angin nggak ada hujan, main narik-narik tangan orang sembarangan." Sarkas Melani lagi, entahlah, sepertinya mood-nya hari ini benar-benar sedang tidak baik.

Sebagian pengunjung yang memang didominasi oleh para remaja juga tak mampu melepaskan atensi mereka dari pertengkaran kecil Faldi dan Melani. Tak jarang dari mereka yang ikut tersenyum dan merasa sedikit terhibur, seakan mendapat tontonan gratis. Tak peduli jika si objek tontonan justru merasa sebaliknya, gadis itu dongkol luar biasa.

Menyadari telah menjadi pusat perhatian, Faldi buru-buru membawa Melani ke balik panggung Cafe. Bingung harus menanggapi seperti apa, Faldi menatap Melani lama, ia juga menggigit bibirnya untuk menahan rasa penasaran dengan emosi gadis di depannya ini.

"Apa?" Sarkas Melani kesal.

"Emm, lo nggak ngerasa bersalah gitu bikin gue malu di depan umum kayak tadi?" Faldi menyahut pelan.

"Bodo amat." Cuek Melani, padahal dalam hatinya gadis ini masih menahan emosi.

"Hai,"

Faldi dan Melani refleks menoleh ke arah gadis yang berumur satu tahun di bawah mereka itu. Melani sangat tidak pandai berbasa-basi dengan orang yang tidak disukainya. Apalagi di sana, Clarisa tengah menatapnya dengan senyum menyebalkan.

"Baru datang ya Kak? Padahal kita udah sampai dari tadi loh Kak Mel." Sindir Clarisa sambil berpura-pura melirik arloji di tangannya.

"Stt, bisa diam nggak sih lo?" Faldi menyahut pelan seraya membungkam mulut Clarisa dengan tangannya membuat gadis itu meronta-ronta, namun juga kesenangan.

Melani memandangi interaksi mereka dengan jengah. Entah kenapa udara di ruangan itu terasa semakin pengap, membuatnya ingin cepat-cepat keluar dari sana.

"Ehm, jadi manggung nggak sih? Kalau nggak jadi, mending gue balik." Sindir Melani tak tahan lagi.

"Eh-eh, jangan balik sekarang woi, gue udah nungguin lama-lama, masak iya lo langsung pulang gitu aja. Yaudah, kuy siap-siap." Spontan Faldi, bahkan ia tak menyadari ketika tangannya justru menarik lengan Melani hingga ke panggung Cafe.

Setelah selesai dengan persiapannya, Faldi menoleh ke arah Melani yang masih menampilkan wajah masamnya.

"Ck, sumpah, muka lo udah kayak jeruk sambel, asem. Senyum doong." Ujar Faldi, tangannya  bergerak menarik kedua sudut bibir Melani hingga membentuk senyuman, tapi kok lama-lama gemes ya. Pada akhirnya Faldi justru mencubit kedua pipi gembul milik gadis itu membuat para pengunjung, khususnya para remaja perempuan merasa gemas sendiri. Bahkan tak jarang dari mereka yang menjerit tertahan.

Diantara mereka semua, hanya satu perempuan yang tidak bisa ikut tersenyum seperti yang lainnya, siapa lagi jika bukan Clarisa. Ada perasaan tidak rela jika sahabatnya justru kian dekat dengan orang lain.

"Apa sih? Hadap depan sono." Balas Melani mengalihkan perhatian.

"Pipi lo kenapa jadi pink gini? Ya ampun gemes banget, jadi pengen gue karungin, hahaha." Faldi refleks tertawa saat melihat perubahan rona wajah Melani yang menurutnya sangat lucu.

"Buruan, hadap depan sanaa." Rengek Melani geram.

"Iya-iya." Balasnya masih dengan sisa tawanya.

Kali ini, mereka memilih untuk membawakan lagu senorita, membuat para pengunjung juga ikut bernyanyi. Semakin sore tidak membuat Cafe ini menjadi sepi, justru kian ramai pengunjung.

To be Continued...❤

About Us (Spin Off Ilusi Hati)✔ CompletedWhere stories live. Discover now