Irene X Rajendra (1)

871 54 44
                                    


"Psst, Irene! Irene!"

"Ada apa, sih Ka? Heboh banget manggil gue doang. Ada apa memangnya, sampai-sampai lo harus seheboh ini?"

"Itu, Ren, itu!"

"Itu? Itu apa?"

"Itu, si makhluk yang haram Namanya untuk lo sebut!"

"Hah?! Serius lo Ka? Jangan bercanda deh, nggak lucu tahu!" Seru Irene tak percaya.

"Beneran, Ren. Gue lihat sendiri makhluknya. Nyata, senyata-nyatanya!" Balas Kanako tak mau kalah.

"Aduh, sial deh gue kalau begini ceritanya." Keluh Irene.

Bagaimana tidak, restoran ini merupakan salah satu restoran fine dining ternama, yang sejak dahulu kala telah ia idam-idamkan untuk dapat ia kunjungi di sela-sela waktu senggangnya ini. oleh karenanya, Irene pun sedapat mungkin telah mengatur dan menjadwalkan kunjungannya tersebut dari jauh-jauh hari, agar kedatangannya akan terasa sempurna tanpa terganggu hal-hal apa pun itu. Dan sayangnya, rencananya tersebut telah hancur, akibat kedatangan seorang tamu yang tidak ia harapkan kehadirannya itu.

"Lagian, kenapa pula sih, dia mesti datang ke tempat ini? Kaya restoran Fine Dining di Jakarta hanya satu aja! But Ka, are you really-really sure it was him itself? Bisa aja kan, lo salah lihat tadi. Mungkin tadi lo hanya salah mengenali seseorang, sehingga lo pikir itu dia."

"Please ya, Ren. Gue tuh nggak buta, dan gue juga nggak kena amnesia kok. Sampai-sampai, gue bisa salah melihat dan mengenali orang. Tadi tuh bener-bener dia Ren, si Mahesa Rajapati. Sebener-benernya dan senyata-nyatanya Mahesa, si Mantan brengsek yang Namanya saja bahkan haram untuk Lo sebut!" Jelas Kanako dengan mantap, "Lagian ya, buat apa juga gue bohong? Ngga ada untung atau gunanya juga kali buat gue, Ren." Lanjut Kanako tegas.

"Tsk! Kalau tahu bakalan begini jadinya, udah dari tadi gue re-schedule ulang jadwal kedatangan gue ini, tahu nggak. Padahal gue udah niat banget Ka, mau kesini hari ini. Sampai gue bela-belain ngecek jadwal tuh kunyuk satu. Biar waktu senggang gue bisa gue nikamti dengan sepenuh hati. Eh, tahunya si brengsek malah muncul-muncul juga." Rutuk Irene dengan gemas.

"Terus, sekarang Lo mau gimana, Rene? Usir tuh mahluk? Ngga mungkin juga, kan? Secara ini tempat umum dan restoran ini bukanlah hal milik lo."

"Kalau gitu, Mungkin nggak sih, kalau kita keluar dari tempat ini tanpa harus ketahuan si Mahesa itu?" Tanya Irene penuh harap.

"Seriously? Do you even need my answer?" Balas Kanako dengan skeptis. Sebab, dirinya tanpa perlu ditanyakan pun, jawabannya sudah begitu jelas terpampang di depan kedua matanya. Namun, melihat tatapan penuh harap yang tengah sahabatnya tampilkan kini, maka mau tidak mau Kanako pun memilih untuk jujur dan menyampaikan kenyataan yang sesungguhnya tengah terjadi pada saat ini. "Well, kalau begitu jawabannya adalah enggak" Jawab Kanako dengan lugas. 

Akan tetapi, melihat sebentuk wajah yang awalnya penuh harap malah berubah dengan cepat sehingga diliputi dengan kejengkelan, maka Kanako pun buru-buru menjelaskan maksud perkataannya itu sebelum sang sahabat semakin kesal dan jengkel dengan jawaban jujur tersebut, "Bukannya gue jahat, tapi sayangnya itu hal itu kayanya nggak bakalan mungkin terjadi deh, Ren. Mengingat sestrategis apa meja yang telah dipilih tuh cowok, maka nggak akan mungkin lo bisa keluar tanpa terlihat oleh mantan lo itu. Kecuali lo punya jubah menghilang layaknya Harry Potter, atau lo punya ilmu menembus dinding, maka gue pastikan seluruh gerak-gerik lo akan tetap terlihat sama dia tanpa dapat ditutup-tutupi sedikit pun."

"Lalu, Gue mesti gimana, Ka? Lo tahu sendirikan segimana muaknya gue sama dia. Jangankan ngeliat, satu ruangan sama dia aja udah buat gue naik darah! Bawaannya tuh ya, kaya pengen nyakar wajahnya dia tahu, nggak?" Geram Irene meradang.

Way to Your Heart [TAMAT]Where stories live. Discover now