17

5.8K 645 61
                                    

Ternyata dia salah, saat mengira Sasuke akan marah dan mendukungnya untuk membalas apa yang telah wanita itu lakukan pada Sarada. Secara tidak langsung wanita itulah penyebab hancurnya keluarganya, jika saja wanita itu tidak meninggalkan Sarada di rumah sendiri dengan begitu tega. 

Sakura menatap dirinya di cermin, wajahnya benar-benar kacau, lingkar hitam dibawah matanya begitu ketara. Wajah polos tanpa make up, terasa begitu menjijikan baginya. Berulang kali dia membasuh mukanya, untuk menghilangkan warna kusam di wajahnya yang kelelahan. Kopi dan Onigiri dari Sasuke tadi lumayan bisa membantunya untuk mengganjal kekosongan di lambungnya. 

"Ayo lakukan Sakura, kau bukan seorang pendendam akut." Ucapnya sambil menepuk kedua pipinya pelan. 

Ruang operasi terasa sangat tegang, Tenten sebagai asistennya saat itu. Sakura melihat wajah-wajah yang separuh tertutupi masker, mata-mata mereka seolah menunjukan seberapa lelahnya mereka, tapi tetap dipaksa untuk berdiri di ruang itu. 

"Aku tau kita sudah sangat lelah, tapi bukan berarti kita boleh teledor pada menangani pasien. Mari kita selamatkan dia seperti sanak saudara sendiri. Oke mulai." Sakura mulai membedah dada anak perempuan itu. 

Sejujurnya kantuk sudah menguasainya, tangannya sudah tidak bisa selincah dan secepat biasanya. Matanya pun tak jarang mengabur, hingga membuatnya harus berhenti sejenak untuk kembali memfokuskan pandangannya.

"OH " Seorang perawat membungkukkan badan setelah melihat ke ruang pantau di atas ruang operasi. Sakura mengikuti arah pandang perawat itu, begitu juga beberapa lainnya, mereka membungkukkan badannya sedikit untuk memberikan hormat pada lelaki di sana. 

"Untuk apa pemilik rumah sakit melihat kita?" Ucap Tenten. 

"Untuk memastikan aku tidak membunuh anak ini." Jawab Sakura, kembali fokus pada pekerjaannya. 

"Hah untuk apa?" Tenten kembali bertanya, "Siapa anak ini? Apa ada hubungannya dengan beliau?" 

"Tenten fokus saja pada operasinya." Ucap Sakura dengan nada dingin. Jika di luar dia akan bersikap baik sebagai teman tenten tapi di dalam ruang itu dia adalah bosnya dia harus bisa bersikap selayaknya bos.

"Baik." 

Setelah menghabiskan berjam-jam di sana akhirnya mereka selesai dengan sempurna, Sakura juga menjahit dada anak itu dengan sangat rapi. Lalu dia mendongak, matanya bertemu dengan mata Sasuke di sana. Senyuman tipis tersungging dari bibir lelaki itu, lalu dia keluar dari ruang pantau. Bersamaan dengan itu Sakura juga pamit untuk keluar dulu. 

Di depan ruang operasi dia melihat wanita itu lagi yang menatapnya takut-takut. 

"Nyonya maafkan saya." Wanita itu kembali berlutut di hadapan Sakura. "Dan terimakasih atas bantuannya."

"Anda tau, anak yang memapah anda untuk berdiri tadi, itu anak yang telah anda tinggalkan sendiri di dalam kamar, di atas box tidurnya. Dan anak itu yang menjerit kesakitan saat dia terjatuh dari box, anak yang meminta pertolongan tapi tidak ada siapapun yang menolongnya. Dia anakku, sekarang pikirkan betapa beruntungnya anak anda yang tidak perlu menjerit hanya untuk meminta pertolongan. " Ucap Sakura lirih tapi penuh penekanan. "Saya tidak peduli dengan berapa banyak perhiasan yang anda curi, saya hanya marah karena anda meninggalkan anak saya sendiri."

"Maaf, maaf, maaf.... saya sudah memastikan sebelumnya kalau nona Sarada sudah tidur. " Wanita itu menangis sejadi-jadinya. 

"Bukan berarti kau bisa meninggalkan nya. Anakku hampir mati karena mu! Dan sekarang kau masih punya muka untuk memohon padaku untuk menyelamatkan anakmu.!!" Wanita itu hanya terus menangis, malu, merasa sangat berdosa tapi dia sadar bahwa kata maaf saja tidak akan cukup untuk menyembuhkan kekesalan Sakura.

Comeback [SasuSaku Fanfiction] CompletedWhere stories live. Discover now