"ko lo bisa disini si can? Dari mana aja lo satu mingguan ini?" tanyaku lagi, katakanlah aku sangat penasaran padanya. Karna tak hanya itu, teman-temanku yang lain semuanya mespam chat padaku bertanya keberadaan ican yang aku sendiripun tak tahu.

"gue abis pulang kampung bill" jawab ican santai, "emang kampung lo dimana?"

Tak sempat ican menjawab, langsung di jawab oleh bang eza. "lo juga tau bill, cuman karna hilang ingatan jadi lupa" celetuk bang eza.

"gue? Hilang ingatan, maksudnya?" dengan nada syok aku kembali bertanya, apakah ada sebuah kejadian yang membuat ingatanku hilang, dan itu kejadian apa.

"Abangg, mulai lagi kan. Udah dek gausa didengerin abangmu itu Cuma bercanda" sambung mamah

Akhirnya aku berangkat ke kampus dengan ican, sepanjang perjalanan fikiranku berfokus dengan kata bang eza tentang hilang ingatan. Memangnya aku pernah hilang ingatan? Dan kenapa aku bias hilang ingatan?. Semuanya berputar bebarengan di kepalaku.

"udah sampe bill, ngelamun mulu lo dari tadi" tegur ican langsung menyadarkan lamunanku, "ehh ko cepet banget! Lo ngebut can?" tanyaku balik

"engga, lo nya aja keasikan ngelamun. Gue cerita ngalor ngidul juga lo ga denger kan?"

Aku tersentak,"ehh lo cerita apa can? Sorry gue ga focus"

"udah nanti aja, lo ada kelas pagi kan? Sana masuk ini udah mau jam 8" titah ican, langsungku berlari kencang karna teringat hari ini ada kelas dari dosen killer.

__

Aku tertidur dikelas di jam matkul ke dua, dalam tidurku terbesit sekelibat bayangan ada empat anak kecil yang sedang bermain ayunan di pinggir sungai. Satu diantaranya sedang asyik berenang di danau, namun entah mengapa setelah itu kepalaku mendadak pusing. "bill, lo gapapa? Muka lo pucet banget!" Tanya tia, kini aku terbangun dengan keadaan kelas yang sudah kosong, hanya di isi oleh ku dan teman-teman dekatku saja.

"ke uks aja yuk, takut pingsan lo pucet banget sumpah" ajak diva, "gue oke ko, pulang aja. Gue bisa istirahat dirumah ko" kataku menenangkan mereka.

Kami bertiga berpisah didepan gerbang, diva dengan pacarnya, begitupun tia. Karna aku tak membawa motor, berakhirlah aku harus berjalan ke halte untuk naik bus. Namun menuju satu meter halte, kepalaku benar-benar pusing sekali, Yang aku ingat hanyalah teriakan seseorang yang terdengar tak asing di telinga, lalu taku tak sadarkan diri.

Aku terbangun dengan kepala yang sangat berat, kulihat sekeliling. Aku berada diruangan putih dengan bau obat-obatan. "gue dimana ini?" tanyaku.

"udah bangun bill? Bentar gue panggil dokter dulu" ucap seseorang itu, seperti ka yogi yang aku kenal, namun di fikiran itu segera ku tepiskan. Karna mana mungkin dia ada disini.

Selang beberapa menit, seorang pria dengan setelan jas dokter memeriksa keadaanku. "syukurlah kamu sudah siuman, lain kali jangan keras-keras mengingat kejadian lalu ya. Saraf otaknya belum sepenuhnya pulih" saran dokter dengan dibarengi senyuman, aku membalasnya dengan menganggukkan kepala.

"terima kasih dokter" ucap seseorang yang berada di sampingku, dan dorr!! Ini beneran ka yogi, bukan hanya mimpi. Ka yogi beneran ada di depan mataku, dan bagaimana bisa?

Ka yogi tersenyum seakan paham dengan tatapanku, "lo pasti kaget ya, gue lagi lewat kampus lo. Dan niat gue mau manggil lo eh malah nemu lo udah ga sadarkan diri"

Belum sempat aku menjawab, dari arah pintu masuk terdengar gerombolan orang masuk, "lo apain adek gue lagi yogi!!" teriak bang eza sambil mencekram kerah baju ka yogi. "ABANGGG!!APASI, ORANG KA YOGI NOLONGIN GUE" teriakku ikut emosi, pasalnya bang eza main salah sangka saja, datang-datang langsung menodong orang tak bersalah.

Ka yogi mulai angkat suara, "sorry bang, pas gue lewat halte ketemu billa dalam keadaan tergeletak di samping halte dengan muka pucet. Karna emang gaada siapa-siapa, jadi gue langsung bawa ke sini takut kenapa-kenapa" jelasnya,

Suasana menjadi canggung, ka yogi terdiam dan merasa bersalah. "aduh kamu ada-ada aja sih dek. Dibilangin bawa bekel juga, gamau terus." Mamah mencoba mencairkan suasana ini.

Sedari kecil memang aku sering sekali keluar masuk rumah sakit, daya tahan tubuhku ternyata selemah itu. Tiap kecapean dikit selalu sakit, kata abang dulu juga aku pernah di operasi, namun entah operasi apa, keluargaku menutup itu semua rapat-rapat.

"mah, dokter bilang aku ga boleh terlalu mengingat kejadian masalalu. Memang di masa lalu aku kenapa?" tanyaku pada mamah, kini ka yogi dan bang eza sedang keluar di bawa oleh papahku entah kemana, alhasil di dalam ruangan itu hanya ada aku dan mamah.

"dulu kamu jatuh bill, saraf otak kamu kena. Jadi udah ya, jangan di ingat-ingat kejadian dulu lagi. Toh kita hidup arah ke depan bukan ke belakang." Tutur mamah sembari mengusap kepalaku.

Semua orang lagi-lagi menutupinya, aku penasaran dengan kejadian dulu. Memangnya semenyeramkan apa sampai semua orang menutupi itu semua?

"kak, kata tante jangan main ditengah pantai. Takut ada ombak serem nanti ke seret tau" ucap anak kecil perempuan berkepang dua itu, "engga ko, orang ombaknya aja tenang gini. Sini! ombak takut sama aku mah" balas anak kecil laki-laki, "emang nanti ga dimarahin mamah sama tante kak?" tanyanya ragu, "udah tenang ada aku, sini bil" ajaknya lagi.

Mereka berdua bermain seperti anak kecil pada umumnya, berlarian, bermain istana pasir, tertawa bahagia tanpa adanya beban.

"Arkan, Nabila mainnya tengah-tengah ya!" teriak laki-laki umur Sembilan tahun itu, "iya bang tenang, ada kak arkan ko" jawab perempuan berkepang dua dengan lantang.

"ayo lari bil, itu ombaknya ngejar kita"

"ombaknya besar ga ka?" tanyanya

"kecil ko, seru ya kita di kejar-kejar sama ombak" ucapnya dengan di iringi kekehan

"BIL INI LARI BENERAN OMBAKNYA BESAR"

"nanti kak, ini istana pasirnya belum jadi" jawabnya santai, "NANTI BUAT LAGI, AYO BIL LARI" Teriaknya sambil menarik tangan perempuan berkepang dua itu.

"KAK AKU CAPE ISTIRAHAT BENTAR DONG"

Tak sempat arkan membalas, gumpalan air itu langsung menyeret mereka berdua.

"NABILAAA!"

"KAK ARKAN!!"

Aku terbangun dengan nafas tak beraturan, "dek dek, kamu kenapa? Minum dulu" suara mamah kembali menyadarkanku,

"kak arkan siapa mah?" tanyaku, "kamu tenangin diri kamu dulu ya!"

Rasanya sesak sekali ketika menyebutkan nama itu, ada satu hal yang mengganjal dalam hati. Namun entah itu apa, air mataku tiba-tiba saja keluar dengan sendirinya.

"kak arkan siapa mah? Kenapa tiap aku sebut nama dia dada aku sesak?"

Mamah ikut berlinang air mata saat aku mengatakan itu, aku makin bertanya-tanya.

"arkan itu kakak kandungnya ican. Dulu, Ican, lisa, bang eza, dan arkan adalah sahabat kecil kamu nak. Itulah kenapa bang eza dari dulu sampai sekarang dekat dengan ican" tutur mamah menceritakan semuanya.

Ternyata potongan mimpi yang selalu aku impikan tiap malam itu merupakan kenanganku, "sekarang kak arkan kemana mah?"

"arkan terbawa arus sama dengan kamu, saat kalian main di pantai. Kamu terselamatkan, namun arkan engga"

"kenapa aku ga ingat kenangan itu?"

"setelah kamu dan arkan di temukan, kamu mengalami koma selama 3 bulan, saat siuman dokter memvonis kamu hilang ingatan. Kejadian itu menyakitkan bagi kami semua terutama adek, jadi kami semua sepakat buat ga bahas kejadian dulu lagi"

Duniaku benar-benar hancur seketika, semuanya bercampur dalam gejolak hati dan kepala. Rasa sesal kala itu kini menghantui lagi. Dan semuanya terjawab sudah, teka teki mengapa ican kenal dengan keluargaku bahkan sedekat itu, mengapa ican dekat dengan diva dan selalu memanggilnya lisa, semuanya memang saling keterkaitan. 

INSECUREWhere stories live. Discover now