Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

Bab 16

37.4K 3.9K 135
                                    

Kencan itu butuh uang.
K

alo uang ada, pasangan enggak punya tinggal pasang sen kanan tikung ke kiri.
ーtrik jahat mahasiswa capek kuliahー

Ken sudah menjual cincin misterius ke toko emas di Benhil. Aku masih penasaran bagaimana bisa Ken menjual cincin itu kalau di situ terdapat pesan cinta untuk Kara. Lagian yang paling aneh KENAPA MEREKA PISAH.

Misteri hubungan mereka bikin napsu makanku bertambah. Aku mengiris steak sepenuh hati dan melahap dalam potongan besar.

Ken meletakan setengah porsi steak-nya ke piringku. "Mau gue pesan yang lain buat lo?" tanya Ken.

Aku menelan makanan dalam mulut susah payah. Siluman tiba-tiba bersuara lembut dan ramah merupakan indikasi bahaya. "Enggak usah. Makasih. Ini buat lo aja." Aku menunjuk sepotong daging yang diberikan Ken pakai pisau.

"Makan aja. Gue kurang napsu makan," tolaknya. Dia memotong makanan di piring dengan anggun membuatku menerka apa masalah yang membebaninya.

Ya soal Kara lah.

Oke, waktunya aku jadi Mamah Yellow si pakar konseling yang buka sesi khusus Ken. "Lo mau cerita ama gue?" tanyaku selembut yang aku bisa.

Ken batal menyuap daging dan menatapku seperti melihat alien. "Lo keselek steak?"

Eh pertanyaannya nyebelin banget. "Gue perhatian ke Ayang KW gue. Cerita aja, gue bisa jadi pendengar yang baik. Beneran." Aku promosi diri. Biar berantakan gini, aku selalu jadi muara curhat unfaedah Tita dan Pipit walau aku enggak pernah ngasih solusi. Namanya orang curhat, kadang hanya butuh telinga dan anggukan pas pertanyaan 'lo paham kan?' dilempar di tengah sesi.

Ken tertawa kecil sambil melanjutkan menyuap makanan. Aku menunggu dengan sabar. Karena kesabaranku akan menguak misteri percintaan Ken dan Kara yang tamat mendadak. Aku yakin itu. Yakin sepuluh persen.

"Gue mau kencan sepenuh hati bareng lo, tapi gue masih mempertimbangkan pendapat lo."

Si reptil kebanyakan alasan. Tinggal bongkar alasan mereka putus aja susah.

Pasang senyum, kasih kesan pro, dan ngomong, "Gue bisa terima kencan sepenuh hati lo, Bang." Dia akan percaya padaku, lalu kami cukup dekat dan dia membagikan kisah cintanya yang kandas. Owkeh!

Selalu ingat pesan Pak Aji di kelas Etika Bisnis, manner baik akan membuka pintu yang tidak bisa dilakukan pendidikan terbaik. Jadi, aku tunjukan sikap teman suportif supaya membuka mulut Ken.

"Bener nih?" Ken menatapku sangsi.

"Iya dong," sahutku penuh percaya diri. Memangnya kencan ngapain aja sih? Aku sering jadi obat nyamuk di kencan Tita maupun Pipit. Jomblo sejak zigot enggak membuatku bodoh banget. Webtoon juga sering menampilkan episode kencan.

"Oke," desis Ken sembari menyeringai.

OwO

Kami main ke GI. Ken ternyata maniak mol seperti Pipit dan Tita. Bedanya dia menggeretku ke Funworld dan menginvasi banyak permainan sampai kaki dan tanganku gemetar kecapekan. Setelah itu dia menarikku ke Planet Sport. Di sana, Ken berubah jadi Ginny. Setiap benda yang dipegang, wajib dibeli. Aku sampai menganga melihat kantong belanjaannya.

"Gue turun naro ini ke mobil." Ken mengangkat kantong di kedua tangan. "Lo tunggu di sini. Pesan aja yang lo mau."

"Ya, ya." Aku mengibas tangan lesu. Aku butuh mengisi bahan bakar. Badanku meraung butuh istirahat. Berdekatan Ken hanya menciptakan ide-ide busuk menguji keimananku.

"Sebentar gue balik." Ken menepuk kepalaku sekali lalu pergi.

Aku angguk-angguk saja. Menu di tangan lebih menggoda. Aku butuh nasi untuk refill kejiwaanku agar balik normal.

"Mbak, saya pesan nasi goreng gila, bakso sapi, wonton goreng, popcorn chicken, dan fish n chips. Minumnya whipped iced chocolate. Udah itu aja," kataku masih membalik buku menu.

"Minumnya satu saja, Kak?" tanya mbak pramusaji.

"Iya."

"Oh, oke." Si mbak menatap punggung Ken yang baru saja meninggalkan resto. Aku paham apa yang dia pikirkan, tapi aku enggak harus menjelaskan kalau semua pesanan tadi buatku seorang. Aku di sini yang butuh makan pasca dijajah habis-habisan. "Saya ulang ya, Kak. Nasi goreng gila, bakso sapi, wonton goreng, popcorn chicken, dan fish n chips. Minumnya whipped iced chocolate. Ada lagi?"

Karena si mbak, aku jadi kepikiran Ken. Kasihan dia naik turun kalau enggak dipesankan sesuatu. "Tambah air putih, Mbak."

"Baik, tambah air putih. Ditunggu ya, Kak."

Aku mengambil hape sembari menunggu pesanan komplit. Bergerilya di Webtoon, membaca kisah cewek jelek yang jadi cantik setelah memoles wajahnya pakai make up.

"Ini pesanan siapa?"

Aku menemukan Ken duduk di seberangku. Tampangnya campuran kaget dan ngeri. Aku mencibir. Dia lupa sudah menguras tenagaku.

"Buat gue," kataku yakin.

"Bisa habis?"

"Bisa." Aku menusuk wonton dan menyodorkan ke muka Ken. "Kan dibantuin ayang kw yang pengen sepenuh hati mengencani gue," tambahku becanda.

Ken menerima suapanku dan pasang senyum menggelikan karena pipinya penuh makanan. Aku tertawa lihat siluman ular yang diaku-aku ganteng sama cewek sekampus mendadak mirip gorila.

"Habisin terus ikut gue." Ken kembali memerintah setelah mulutnya kosong.

Aku menganga. "Masih ada lagi?"

Ken menumpuk lengan di meja dan pasang muka licik. "Gue bilang sepenuh hati, kan? Masa lupa, Yang?"

Ujian keimanan demi mendapat rahasia Ken berat banget. Tapi aku enggak boleh menyerah. Usahaku sudah setengah jalan, kalau putar balik, bisa-bisa aku harus mengulang proses penyedotan jiwa. Sebaiknya diselesaikan sekarang dan dapat rahasia itu segera.

"Oke." Aku bergegas melahap semua pesananku di meja.

Seandainya aku tahu ke mana Ken akan memboyongku setelah makan, aku enggak akan menghabiskan semua isi piring. Alih-alih mengajak nonton film, Ken mendudukanku di kafe yang rutin mengadakan open mic stand up comedy tiap Senin. Perutku kekenyangan, terus dikocok karena komika yang enggak berhenti melucu.

"Gue enggak sanggup berdiri, Bang," keluhku saat Ken mengajak pulang.

"Lo makan kebanyakan sih." Ken menarik lenganku hingga aku berdiri.

"Lo yang ngapain ngajak kencan di tempat open mic gini? Udah tahu gue makan banyak, perut gue sakit nih." Aku memegang perutku yang nyeri akibat kontraksi makanan dan lawakan.

"Masih kuat jalan ke parkiran?" Ken membantu berjalan pelan-pelan dengan menopang kedua lenganku. Sekarang kami lebih tampak nenek renta ditolong cucu ganteng baik hati di tengah gedung yang ramai.

"Enggak. Gue pulang naik taksi aja. Antar gue ke lobi ya."

"Gue aja yang antar. Lo tunggu di lobi, gue turun ambil mobil sebentar. Masih kuat kan? Apa gue bawa lo ke rumah sakit?"

Aku mendelik. "Gue itu kram perut karena makan kebanyakan dan ketawa berlebihan. Gue butuhnya istirahat. Bukan ke rumah sakit."

"Iya, iya." Ken buang muka dongkol. Dia pikir siapa penjahat yang bikin aku begini. Dengan kapasitas otak semurah cireng di abang gorengan, aku jelas enggak tahan pada lawakan bahkan lawakan yang enggak nyampe ke otakku. Asal banyak penonton tertawa, aku bisa ikutan ketawa.

"Sebentar ya."

Aku mengangguk dan menatap pemandangan di lobi menara BCA tanpa minat. Kalau aku mau mereviu perjalananku hari ini, aku sudah melakukan terlalu banyak dari yang biasa Yellovita lakukan. Tapi ada perasaan yang mengganjal. Bukan karena Ken belum berbagi rahasianya. Aku ingat ekspresi Ken sepanjang kami nonton komika di kafe, dia sebatas tersenyum dan tertawa kecil padahal banyolan malam ini dibawakan dua komika yang super kocak.

Ada apa sih?

TWIRLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang