Wattpad Original
Осталось ещё 7 бесплатных частей

Bab 11

38.2K 3.9K 239
                                    

Basah itu kena air.Resah itu punya salah.Desah itu pas aaahhhhh...
—mahasiswa liburan semester—


Ini rekor, pikirku.

Pertama, aku bangun jam enam pagi tanpa bantuan gedoran Mpok Leha. Kedua, aku sudah duduk di meja makan dan terima jatah sarapan yang mana itu cuma kesampaian enam kali dalam lima bulan. Ketiga, aku sedang menunggu tetangga kosanku.

Yang terakhir merupakan hal paling ajaib yang aku lakukan mengingat penghuni Rumah Pelangi sebagian besar adalah senior kampus. Cuma aku maba dari kampus Satria.

Kalau bukan akibat siluman ular yang mendadak bertapa di goa antah berantah, mana mungkin aku mau berinteraksi dengan Oca. Bukan mau ngasih kesan Oca jelek. Dia cantik tapi gayanya yang asik ke semua orang bikin aku pengen mundur. Radarku menolak interaksi berlebihan terhadap orang-orang supel.

Balik ke siluman ular penjajah hak hidup bebasku. Ken tiba-tiba ngirim pesan kalau aku enggak dibutuhkan sampai nanti masuk kuliah. Daebak, kan?

Aku harusnya salto, kayang, dan tiup terompet. Libur semesterku BERJAYA!!

Kendati bahagia, hatiku resah mengingat ekspresi Ken sewaktu mengantarku pulang setelah makan bareng Kara dan Adit. Last seen WhatsApp siluman ular saja masih di Sabtu, sementara hari ini Senin.

Apa dia bunuh diri?

Naik gunung dan mencari wangsit buat ambil sertifikasi dukun?

"Pacar baru Ken!"

Aku berjengit. Kaget luar biasa pada suara bas dan sosok yang muncul di sebelahku.

Apa aku sudah pernah bilang kalau Genta itu tinggi, berotot, dan sering seenaknya lepas baju di depan orang? Kalau belum, maka inilah Genta sehabis olahraga di Senayan. Dia lepas kaosnya dan merebut gelas teh manis hangatku. Setelah tandas, baru bilang, "Gue minta teh lo, ya?"

Kan udah diminum juga! Aku mendesah. Anggap buang sial, pengganti ritual lempar kancut di Ancol.

"Liat Kak Oca, Bang?" tanyaku berhati-hati. Pokoknya jangan lihat leher ke bawahnya Genta. Jaga mata. Jaga iman. Tarik napas. Hembuskan.

AAAAKH, OTOTNYA KEREN BANGET!

"Kaga," jawab Genta sembari comot pisang goreng yang baru diletakan Mpok Leha di meja.

"Astagfirullah, perjaka enggak ada jaga diri. Sono masuk kamar. Bau keringet, lepas baju sembarangan, comot makanan enggak pake bismillah. Amit-amit, Genta! Mandi lu!" Mpok Leha ngomel. Dia menepuk—lebih tepatnya menabok—Genta sampai bangkit dari kursi. Aku mendengar Genta terbahak, tapi tetap menuruti Mpok Leha.

"Pada masih muda, pada sableng..." Mpok Leha terus menggerutu sembari pergi ke taman belakang.

Aku memanjangkan leher, menanti sosok Oca turun.

Apa aku ke kamarnya Oca?

Ntar dikira sok akrab.

Kan galau.

Tau ah. Sekali ini aja.

Aku naik ke lantai dua, menuju kamar Oca yang letaknya berseberangan kamarku. Aku menatap daun pintu kamar yang ditempel tulisan 'Kamar Rahasia Oca' dan 'Yang tidak berkepentingan dilarang masuk'. Mau ketuk, perasaanku mendadak buruk lihat begituan. Mungkin lebih gampang kalau dia menempel poster Doraemon.

Ya, ketuk aja lah.

Tanganku terkepal ke atas, lalu berhenti sesenti dari daun pintu. Aku tiba-tiba ingat pentingnya kesopanan saat mengunjungi kamar penghuni lain. Ketukan pintu enggak boleh terlalu kencang dan jangan terlalu lemah. Harus yang pas. Nah, pas itu yang semana? Apa ada rumusan tertentu mengetahui pas atau enggak ketukan pintu? Di sisi lain, Oca itu sering ngomong. Bisa saja ketukan pas enggak sesuai standar telinganya.

Segini kali-

TOK!

"AUW!"

"Ma-maaf, maaf, Bang." Aku panik. Pintu Oca terbuka pas kepalanku bergerak dan kena jidat yang membuka pintu alias Gio.

"Pacar baru Ken salah kamar?" tanya Gio sambil mengusap jidat.

Aku meringis. "Jidat Abang enggak apa-apa?"

"Sakit lah." Gio memutar bola mata. Dia bersandar pada kusen pintu dan saat itu aku baru sadar Gio enggak pakai apa pun untuk bungkus pinggangnya ke atas.

Oksigen! Oksigen! Astaga! Napasku!

"Lo kenapa?" Gio menunduk mengikuti arah pandangku. Dia tersenyum miring.

"Ada yang perlu dibantu, Dek Yellow?" Gio mengangkat lengannya melintang pintu. Otot-otot lengannya yang tampak menantang membuatku menganga.

"Mau ngomong sama Kak Gio?" Gio menekuk kedua lengannya depan dada, membentuk simbol x. Mataku membelalak lihat otot dadanya di antara lengan yang lakik banget.

"Apa mau ketemu Kak Oca?" Gio bertanya super lembut dan senyum lebar. Kedua tangannya menyilang di belakang kepala.

Oh, ya ampun. Aku jelas-jelas sudah mimisan jika ini adalah manga.

"Ngapain lo enggak pake baju depan pintu?" Oca muncul dan memukul punggung Gio. "Ntar gue kena omel Mpok Leha ketahuan nerima tamu cowok enggak pake baju. Ambil baju lo di mesin cuci. Udah kering tuh."

Gio mencibir saat masuk ke kamar.

Oca tampak kaget menemukan aku di situ juga. Dia menarik tanganku sampai masuk ke kamarnya. Aku lupa. Oca itu enggak terprediksi radarku.

"Jadi lo udah memutuskan mau ngajarin gue caranya dapatin Ken? Ayo duduk sini. Jangan malu-malu." Oca melempar turun boneka-boneka di atas kasurnya, lalu mendorongku duduk. "Mau minum apa? Cheese tea? Boba drink? Lime squash? Diet cola? Jus? Soda gembira? Wine? Bir?"

Oca membongkar kulkas mini di pojok kamar. Dia angkat mukanya dari balik pintu kulkas sambil nyengir. "Kebetulan stok kulkas gue cuma ada Aqua. Lo mau?"

Aku tersenyum miris. Kayaknya aku enggak punya rencana sejauh ini deh.

OwO

"Aku bisa sendiri, Kak," kataku untuk kesebelas kali.

Oca enggak peduli. Dia terus berjalan ke lift. Gio pun sama. Dia cuma cengar-cengir lihat aku yang bingung.

Aku seharusnya pergi sendiri ke apartemen Ken setelah tahu alamatnya dari Gio. Tapi rencana berujung wacana saat Oca mendengar nama Ken dan apartemen. Dia bilang perlu observasi langsung aksiku menggaet Ken. Gio ikutan resek dengan alasan pacar baru Ken bisa lepas kancut kalau enggak didampingi. Kata Gio, Ken beserta pacar dan ranjang itu punya catatan buruk.

Di sini, aku merasa paling buruk karena bertamu tanpa izin dan bawa rombongan ronggeng yang berisik soal Miyabi atau Hitomi Tanaka yang ahli mendesah, lalu beralih ke g-string sampai BB cream. Orang-orang yang berpapasan dengan kami senyum-senyum gitu.

Aku didorong Oca untuk menekan bel. Didorong secara harfiah. Gio kirim cengiran kocak dan angkat jempol sambil pamer lekukan bisep.

Mau enggak mau aku tekan bel. Harap-harap cemas Ken enggak sedang bermetamorfosis jadi siluman anjing gila yang menggigit kami. Secara dia sudah menerima kami di resepsionis bawah, masak berubah pikiran.

Pintu apartemen Ken terbuka. Aku menganga. Oca menatapku ngeri, lalu melirik nomor unit. Kami lempar pemikiran dalam frekuensi sama kali ini.

Ini benar apartemen Ken, tapi... kenapa Lyn yang buka pintu?

TWIRLINGМесто, где живут истории. Откройте их для себя