CHAPTER 01

53.9K 3.8K 143
                                    

Terpaan angin pagi menerbangkan rambut panjang seorang gadis yang tengah berdiri diujung balkon dengan tangan yang membawa secangkir cokelat hangat. Dinginnya embun pagi tak membuat gadis itu terusik walaupun gadis itu hanya memakai kaos hitam lengan pendek yang ketat dan celana jeans hitam.

Mata hazel terangnya menatap hamparan pepohonan yang mengelilingi bangunan tempatnya berada sekarang, sejauh mata memandang tak ada kerlap-kerlip lampu kota atau kendaraan.

Manik indah gadis itu bergulir menatap kebawah, Dimana ada banyak lelaki yang sedang berlatih menembak, suara peluru yang dilepaskan saling bersahutan memekikkan telinga.

"Rara, kamu masih disini?" Barinton serak milik seseorang terdengar menyapa.

Gadis bernama Rallin yang kerap disapa Rara itu membalikkan badannya dan menatap sang pemilik suara. Terlihat didepan pintu balkon ada seorang lelaki yang duduk dikursi roda dengan empat lelaki bersetelan lengkap dibelakangnya yang senantiasa menundukkan kepala saat tak sengaja mata mereka bertemu dengan manik indah Rallin.

Sebelum berjalan mendekat, Rallin terlebih dulu meletakkan secangkir cokelat ditangannya keatas meja yang tersedia dibalkon. "Uncle, are you awake? Apa kepala uncle masih sakit?" Tanya Rallin sembari berjongkok didepan paman kesayangannya yang sedang duduk diatas kursi roda itu.

Vitto tersenyum hangat, "Tidak, setelah minum obat dari Elang, uncle merasa lebih baik," balasnya sembari mengusap pucuk kepala Rallin.

"Kenapa kamu masih disini? Uncle kira semalam kamu segera pulang, bukankah hari ini kamu kuliah?" Tanya Vitto heran.

Rallin mengangguk pelan, "Iya hari ini Rara ada jadwal kuliah. Semalam Rara sengaja menginap, uncle tau di apartement itu sangat sepi, tak ada yang bisa Rara ajak bicara, kalau disinikan selalu ada Al," jawab Rallin dengan menatap sosok lelaki yang sedari awal berdiri disampingnya, selalu siap menemani dan mengikuti kemanapun Rallin pergi- Aldrick De Gevalino nama lelaki itu.

Vitto tersenyum kecil, menatap Aldrick dengan tatapan misterius. "Tentu saja Aldrick selalu ada, karena kamu berjasa besar dihidupnya, dia juga anggota kesayanganmu, Rara. Benarkan Aldrick?" Tanya Vitto dengan nada menggoda.

Aldrick menundukkan kepalanya dan mengangguk satu kali memberikan penghormatan kepada Vitto. "Kesayangan ataupun bukan, saya akan tetap menjaga dan berada disisi Queen," jawabnya sopan namun lugas.

Rallin bangkit berdiri dan meninju pelan bahu Aldrick. "Kamu ulangi lagi Aldrick? Sudah aku bilang berhenti memanggilku Queen, biarkan yang lain saja, kamu tak perlu."

Vitto tertawa pelan melihatnya, "Aldrick sepertinya sungkan dengan uncle, dia tak pernah berani memanggil kamu hanya dengan nama saat ada uncle, Ra."

Tentu saja Aldrick segan dan takut, siapapun yang kenal Vitto pasti akan gentar, apalagi kuasa dan luasnya koneksi lelaki itu, walaupun dalam keadaan lumpuh tetap saja Vitto tidak bisa diremehkan. Rallin itu keponakan kesayangan Vitto, Aldrick sebisa mungkin berusaha bersikap sopan kepada Rara saat Vitto ada disekitar mereka.

"Bersikaplah biasa Aldrick, tak perlu takut atau merasa terancam, aku percaya padamu. Aku yakin kamu mampu menjaga Rara, aku percayakan Rara padamu," imbuh Vitto, ada setitik kesedihan yang menyelimuti ucapannya, namun tak disadari oleh siapapun.

Aldrick tersenyum tipis, ia menoleh menatap Rallin. Ukiran garis senyum yang tulus dan tatapan redup milik Aldrick yang diberikan untuk Rallin membuat gadis itu tak bisa mencegah sudut bibirnya untuk ikut tertarik keatas.

"Iya Tuan, saya akan menjaga Rara sampai Tuhan sendiri yang menghentikan saya," ucap Aldrick penuh dengan makna.

Sejenak hanya ada keheningan, Rallin berdehem dan berjalan ke belakang kursi roda Vitto, ia menyingkirkan satu pengawal yang sebelumnya bertugas mendorong kursi roda pamannya itu.

"Sebentar lagi sarapan siap, ayo kita turun," ajak Rallin sembari memutar balikkan kursi roda Vitto dan mendorongnya keluar dari balkon yang terletak di ruang pribadi Rallin.

Aldrick berjalan dibagian kiri Rallin, jaraknya sedikit kebelakang agar tak terlalu sejajar dengan gadis itu, sedangkan empat pengawal sebelumnya membuat dua barisan dibelakang Aldrick.

Rallin dan Vitto melewati lorong-lorong yang dipenuhi para lelaki yang sibuk berjalan kesana-kemari mengerjakan tugas masing-masing, namun seketika mereka langsung menghentikan tugas mereka saat menyadari kehadiran Rallin dan Vitto, mereka saling berbaris dipinggir untuk memberikan akses pimpinan mereka jalan.

Rallin terus melangkah dengan tatapan mantap dan tajam kedepan. "Rara," panggil Vitto tiba-tiba.

"Ada apa uncle?" Rallin menjawab tanpa menghentikan dorongan pada kursi roda Vitto.

"Apa kamu sudah tahu jika Kak Hitto menjodohkan Lia?"

Seketika Rallin menghentikan langkahnya karena terkejut, hal itu membuat Aldrick dan empat pengawal lainnya ikut berhenti.

"Dijodohkan? Dengan siapa? Papa belum pernah cerita ke Rara kalau kak Lia ingin dijodohkan," sahut Rallin dengan kening mengernyit.

Pasalnya beberapa Minggu lalu Hitto-ayahnya tak sedikitpun menyinggung tentang perjodohan kakak keduanya itu.

"Dengan seorang pengusaha, uncle dengar perjodohan itu sudah direncanakan sejak lama."

Rallin menghembuskan nafas pelan, ia terkejut karena Hitto tak memberitahu dirinya tentang kabar besar ini, Lia adalah kakaknya dan Rallin merasa berhak mengetahui perjodohan itu.

"Siapapun yang akan dipasangkan Papa untuk kak Lia, Rara setuju asalkan Kak Lia juga setuju. Kebahagiaan kak Lia itu yang utama," balas Rallin sembari melanjutkan dorongan pada kursi roda Vitto dan melangkah menuju lift terdekat.

"Apa uncle tau siapa nama pengusaha itu? Seperti apa orangnya dan berasal dari keluarga mana?"

Vitto menggeleng pelan. "Kamu tau sendiri kalau ayahmu itu tidak banyak terbuka dengan uncle, uncle hanya saudara angkatnya, sampai kapanpun dia tidak akan pernah menganggap uncle sebagai seorang adik." Genggaman Rallin pada pegangan kursi roda Vitto menguat saat mendengar balasan lelaki itu. Rallin tahu kenyataan ini, kenyataan bahwa ayahnya selalu membenci Vitto.

"Its okay uncle, Rara yakin suatu saat nanti papa akan menyayangi uncle seperti uncle menyayangi Rara." Rallin mencoba menghibur Vitto.

Vitto hanya tersenyum kecil dan mengangguk dua kali. Ia tak ingin terlalu banyak berharap, nyatanya sudah puluhan tahun lamanya hidup bersama, Hitto tetap membenci keberadaan dirinya.

"Tapi Ra... Seingat uncle nama lelaki yang akan dijodohkan kak Hitto itu bernama A-" Vitto menghentikan ucapannya berusaha mengingat siapa nama panggilan lelaki yang diduga akan menjadi suami Lia kelak.

Vitto berdecak sebal, "Akh uncle lupa, tapi yang pasti dia keturunan keluarga Miller, putra dari Jovian."

Rallin diam tak berniat menimpali ucapan Vitto, pikirannya melayang jauh saat mendengar nama marga lelaki yang akan dijodohkan dengan Lia.

Miller, marga yang terdengar tidak asing bagi Rallin. Mungkin setelah ini dia akan mencari tahu seperti apa keturunan yang akan dijodohkan dengan kakak perempuannya itu.

Bibir Rallin tergerak pelan, mencoba melafalkan nama yang Vitto ucapkan tadi. "Keturunan keluarga Miller," katanya lirih bagaikan bisikan untuk diri sendiri.

**********

Mafia or dosen ini aku buat new version. Alur akan tetap sama tetapi dengan pembawaan yang lebih baik.

Remember, jangan pernah lupa tinggalkan vote dan comment ya.

Two SideWhere stories live. Discover now