26 | Jalan

1K 72 0
                                    

SETELAH drama korea di atas bus mini - bumi - itu berakhir, akhirnya ketiganya turun karena senja yang mulai memudarkan diri, dan langit yang mulai menghitam.

"Jadi gimana, masih ada yang perlu di ungkapin, sayang?"tanya sang bunda sembari melihat kearah Raya yang baru saja duduk di depan api unggun tadi.

"Hm?"Raya menoleh sembari mengangkat kedua alisnya dengan wajah yang lebih segar.

"Harusnya sih ada. Soalnya, Raya belum cerita penyebab pastinya dia nangis kayak tadi malem."timpal Raka sembari menyuapkan kacang mete yang ada didepannya.

Raya menggigit bibir bawahnya dengan pelan, dan menatap takut sang bunda. Bunda nya pun begitu, menatapnya.

Beliau tersenyum begitu hangat, "semua orang punya privasinya masing-masing. Kalo ngga mau cerita ngga papa. Jangan dengerin Raka yang maksa."beritahu sang bunda dengan nada yang begitu lembut.

Raya memperhatikan sang ayah yang sedang sibuk dengan pemanggang BBQ nya disebelah sana, sedang sang bunda mulai menyiapkan beberapa daging yang tadi dibawanya.

Dan mereka, disarankan untuk memakan jagung yang telah dibakar dengan santai.

Ada rasa bangga, senang, dan banyak hal yang Raya tak bisa ungkapkan secara langsung.

Yang ia tau, ia sangatlah beruntung karena hidup ditengah orang-orang sehangat makhluk-makhluk bumi ini.

Seandainya dulu - ia tak merasa  senyaman ini mengikuti bunda, mungkin ia tak akan pernah merasa seberharga ini hingga sekarang.

"Gw denger Gaga ditelpon bokap nya."Raka yang baru saja membangkitkan badannya ingin membantu sang ayah kembali duduk ditempat semula.

Ginas memberhentikan gigitan terhadap jagungnya, kemudian mendekati gadis itu, dan menggenggam tangannya dengan hangat.

Begitu pun dengan Raka yang ikut mendekat, dan mengusap pelan lutut gadis itu, mencoba menenangkan.

Wajah Raya terlihat sangat menyedihkan. Bahkan ada banyak hal tertahan yang tersimpan didalamnya.

Gadis itu lemah dalam menyembunyikan apapun.

"Kami ngga menuntut Ray, serius tadi gw bercanda. Kalo itu cuma buat luka lo terbuka, gw saranin jangan."ujar Raka, dengan nada yang amat menenangkan.

Raya memejamkan matanya, kemudian tersenyum kecil.

"Gw pernah lebih terluka dari ini."ujarnya dengan nada yang pelan.

Tangan Raya menepuk tangan kedua saudara sepupunya itu.

Wajah Ginas benar-benar menunjukkan kekhawatiran nya terhadap Raya, begitu pun Raka yang lebih ekspresif.

Sedang Raya tersenyum penuh keada mereka, hingga lekukan di pipi kanan nya lagi-lagi terlihat.

Jika sudah membahas Gaga dan sang ayah, semua orang yang mengenal Raya juga benar-benar tau apa yang akan diungkapkan gadis itu.

"Maaf."ujar Raka sembari menaruh kepalanya dengan nyaman keatas kaki Raya yang sejajar dengan lehernya karena gadis itu yang duduk di pepohonan.

Keduanya terlihat sedang berada dibawah kaki bunda jika begini.

Menggemaskan.

Raya terkekeh pelan, kemudian mengusap pelan rambut Raka yang kala itu berwarna coklat bule.

"Lain kali, gw ngga bakal se-abai itu sama lo."ujar Raka dengan nada pelan nya.

"Maaf karena kami,-"

"Emang gw keliatan semenyedihkan itu ya?"tanya Raya memotong perkataan Ginas.

"Bukan menyedihkan, itu karena lo berarti, Raya."jawab Ginas dengan begitu lembut.

"Gw? Seorang Raya? Seberarti itu menurut kalian?"tanya Raya dengan nada tidak percaya nya.

"Lo yakin nanyain itu? Kita idup udah berbelas-belas tahun sama-sama. Dan lo ngga percaya itu sekarang?"tanya Raka dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya kemudian melihat Raya dengan heran.

Raya terkekeh pelan, "karena gw ngga suka liat lo merasa bersalah kayak tadi."

Raya menjawab dengan begitu ringan, kemudian menepuk-nepuk pipi lelaki didepannya itu.

"Gw mau nanya deh, menurut kalian, gw terlalu manja ya sama Gaga?"tanya Raya meminta pendapat kedua saudaranya.

"Menurut gw sih, ngga. Lo tau, kami udah terbiasa sama elo."jawab Raka dengan nada polosnya.

Ginas berdehem pelan, kemudian memandang selidik Raya.

"Ray, dengerin ya. Gw perjelas maksudnya Raka, takutnya elo salah ngerti."ujar Ginas membuka suara dan menepuk pelan gadis itu.

"Lo tau, standar manja atau ngga nya seseorang itu tergantung dari sisi mana dia ngeliat. Menurut kami, elo wajar-wajar aja sama Gaga, karena kami, terbiasa ngeliat tingkah kalian."jelas Ginas dengan nada yang berusaha membuat agar gadis itu tak tersinggung sedikitpun.

Melihat Raya mengangguk mengerti membuat Ginas menghela nafasnya pelan, kemudian menariknya lagi.

"Dan kayak yang gw bilang, standar orang beda-beda. Jadi, bisa gw tangkep pasti ada beberapa orang yang nganggep lo berlebihan. Padahal bukan elo yang minta, tapi Gaga juga cuma terbiasa ngelakuin hal itu."lanjut Ginas dengan begitu pelan.

"Menurut kalian Gaga terlalu biasa bersikap gitu sama gw? Tapi orang-orang bilang gw terlalu manja sama dia."

"Gw, terlalu ngekang dia."ujar Raya dengan nada tak percaya dirinya.

"Lo tau, kita bakal selalu terlihat jelek di mata orang yang ngga suka sama kita."ginas lagi-lagi menjelaskan.

Bahkan, kali ini, Raka pun mendengarkan kakaknya itu dengan seksama.

Ginas benar-benar berperan sebagai kakak saat ini.

"Buat orang yang ngga suka konsep cafe gw, mereka akan selalu ngeliat itu dengan jelek. Ah, ginas pemborosan, sok kaya, ganti tema cafe mulu. Padahal, gw bisa ganti tema pun karena gw terus dapet uang dari itu."

"Bukan nya secara sederhana nya gitu ya?"tanya Ginas dengan nada meminta pendapatnya kepada Raya.

"Tapi, ada tiga hal yang ngga bisa gw control."Raya berujar dengan nada ragunya.

"Kami, ngga akan bisa memastikan bahwa setelah ini elo ngga akan dapet masalah kayak gini lagi Ray, kami cuma bisa ngedukung lo. Selalu ada buat lo. Siap ngedengerin apapun itu. Selebihnya, itu adalah apa yang elo pilih sendiri."ujar Raka membuka suara dengan nada yang meyakinkan.

"Jalan ini... Gw salah jalur?"tanya Raya lagi.

Ginas dan Raka berdecak pelan, mengapa gadis itu masih saja menggunakan nada ragunya? Itu menyebalkan saat terdengar ditelinga mereka berdua.

"Raya, entah itu Ayah, Bunda, Gw, Raka, Gaga, Arka, Bagas, atau siapapun itu ngga akan pernah bisa bilang kalo lo itu salah jalan atau apapun itu."

"Karena, setiap jalan yang bakal lo lalui itu juga ngga bakal bisa kami tebak senyaman apa buat lo. Gw tegasin lagi, kami disini cuma bisa ngedukung elo, dengerin elo, kami ngga akan sama kayak yang lainnya yang bakal nge-judge elo."jelas Ginas dengan begitu baik.

Raya membasahi bibirnya dengan pelan.

Kemudian mengehela nafas pelan nya.

Jadi, jalan apapun yang ia pilih, selama ia merasa nyaman, itu adalah pilihan yang terbaik.

••••

"Mari memilih abai untuk komentar orang, sebab jalanmu adalah kamu."

RAGAWhere stories live. Discover now