23 | Keluarga

1.2K 70 0
                                    

Suara kaki Raya menginjak tangga yang hanya sekejab itu benar-benar membuat berisik satu rumah.

"Sayang jangan lari-lari, nanti kamu jatuh."

Satu detik saja, belum berlari. Badan Raya sudah benar-benar terjatuh saat ia akan mengakhiri anak tangga itu.

"Astaga sayanggg!"sang bunda berteriak histeris, kemudian sang ayah dengan cepat berlari kearah Raya yang meringis memegang pinggang nya.

Sang ayah mengangkat tubuh Raya menuju sofa ruang tamu yang ada.

"Yang sakit yang mana? Kepala kamu? Badan? Apa?"tanya sang ayah dengan nada yang begitu khawatir, sembari memeriksa kepala gadis itu.

Siapa tahu kepalanya mengalami kebocoran? Naudzubillah.

"Bundaaa ada bom jatuh."seru Raka sembari berlari balap-balapan dengan Ginas yang berusaha mengejarnya.

"Stopppp!"sang bunda berteriak begitu histeris sembari menutup kupingnya, yang langsung bisa menghentikan langkah keduanya yang baru saja akan mulai melangkahi anak tangga.

"Bunda, what happened?"tanya Ginas dengan nada khawatirnya saat melihat sang bunda sedang membawa segelas air dan menghela nafasnya lega karena mereka tak jadi berlari.

"Biar bunda kasitau, bunda bikin tangga tuh bukan mau buat kalian kecelakaan. Jadi, jangan pernah lari-larian lagi ditangga, atau kalau ngga kamar kalian bunda pindah kebawah!"ancam sang bunda sembari melangkah cepat kesofa ruang tamu.

Raka dan Ginas saling berpandangan, kemudian bergandengan dan menuruni tangga dengan begitu hati-hati. Seolah mereka adalah anak kecil yang baru pertama kali menuruni tangga.

"Ayah, besok kamar mereka dipindah aja kebawah. Biar kamar tamu yang diatas."ujar sang bunda dan menyerahkan air kepada suaminya itu.

Raya meminum dengan pelan, lalu menyenderkan badannya kesofa. Sungguh, punggung dan pinggulnya hanya sedikit sakit, tak separah dugaan sang ayah hingga memeriksa kepalanya.

"Bunda, everything is fine. Raya baik-baik aja. Ngga sampe berdarah-darah."jawab Raya menenangkan sang bunda yang ada di sampingnya kemudian memeluk tubuh wanita itu

"Raya, luka yang tidak berdarah itu justru lebih sakit, karena kami ngga tau letak pasnya dimana."protes sang bunda dan mengusap pelan rambut putrinya itu.

Tanpa sadar sang bunda - Aulia - meneteskan air matanya karena khawatir.

"Bunda, maaf."ujar Ginas dan Raka secara bersamaan, kemudian duduk dihadapan beliau dan memeluk nya dari bawah.

"Bunda ngga papa. Bunda cuma takut kalian kenapa-napa."jawab sang bunda dan mengusap air matanya.

"Ngga akan terjadi apa-apa sama kami, kan masih ada ayah sama bunda."jawab Raya dan membawa sang ayah bersama mereka.

"Udah ih, kalian melodrama deh, ayo, sarapan. Raka lapar."hentikan Raka dan menjauhkan tubuhnya dari mereka.

Sang ayah dan bunda terkekeh pelan, "bunda siapin dulu."ujar sang bunda lalu bangkit dari duduknya.

Raya melirik dan memastikan sang bunda jauh dari mereka, selanjutnya ditegakkannya tubuhnya dengan perlahan. Sembari meringis kecil dan tangan yang memegang pinggang nya sendiri.

"Sakit banget Ray?"tanya Ginas dan duduk disamping adiknya itu.

"Dikit, kayaknya tulang gw cuma kaget aja karena benturan tadi."jawab Raya dan mengusap pelan pinggang nya.

"Pantes, kayak bom jatuh. Serius."timpal Raka dan berdecak pelan.

"Ayah denger! Raka tuh gitu."adu Raya dan menggandeng tangan sang ayah yang ada disamping nya.

RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang