BAB 6 - Nenekku Pahlawanku

442 58 4
                                    

BAB 6

Nenekku Pahlawanku

Iya, iya, judulnya mirip lagu Wali, tapi kenyataannya memang begitu. Nenek tersayang dan teristimewa itu memang pahlawan bagi Brayn. Jadi, kalau pun sama dengan sebuah judul lagu, tidak apa-apa kan? Yang penting ada 'rasa'. Kasih sayang Brayn untuk neneknya bahkan melebihi lagu mana pun.

Brayn mengusap kamera Canon EOS M3 miliknya. Kameranya tidak mahal, tidak pula keluaran terbaru, tapi cukup bagus jika digunakan untuk sekadar mengambil video, mengambil gambar-gambar yang menurutnya unik, dan tentunya, mengingat pahlawannya, Nenek. Semua itu berawal 3 tahun lalu, saat Brayn ulang tahun yang ke 17.

Di Garut, di sebuah kecamatan yang masih asri dan sejuk, Brayn tinggal. Bahagia? Enggak. Bahkan dia tersiksa. Dia harus hidup di antara keluarga yang serba nyinyir, dan terkesan Bullying. Baiklah, Brayn tidak mau mengingat-ingat itu lagi. Meskipun, bukankah masalah itu selalu mengikutinya hingga sekarang?

"Kalau disuruh memilih, Brayn mau mati aja, Nek," desahnya dipangkuan nenek suatu hari.

Nenek Masrinah namanya, seorang istri dari mantan tentara yang sekarang sudah meninggal dunia. Keluarga Nenek Masrinah terpandang. Bahkan bisa dibilang keluarga yang kaya raya dengan strata sosial tinggi.

Wanita renta yang sedang duduk di kursi rotan di ruang keluarga, mengelus rambut Brayn. "Jang, jangan pernah menyesal karena telah lahir di dunia ini. Nenek senang punya kamu. Nenek Senang punya cucu kasep jiga kieu."

Brayn tertawa pelan. Semasa hidup, hanya pujian dari nenek yang biasa dia dapatkan. Sisanya? Jangan ditanya.

"Kalau kamu nggak lahir, hidup Mama nggak akan kaya gini!" Begitu teriak Anggun ketika Brayn mulai beranjak dewasa.

"Papamu ke mana Bra?" tanya teman-teman sekampung. "Hilang di luar negeri ya?" Disusul tawa mengejek.

Atau,

"Awas ada bule kampung ...."

"Awas, ada anak haram."

"Awas, ada bule nyasar."

Dan lain-lain.

Brayn memang tidak pernah mau hidup seperti itu, tapi bagaimana mungkin semuanya bisa dikembalikan? Dia telah lahir dari rahim mamanya. Dia telah berada di keluarga dan lingkungan dengan pikiran tertutup. Dia terlahir dari hasil hubungan gelap mama dengan pacarnya. Yang juga menghasilkan pernikahan seumur jagung, lalu hancur.

Cih, bisa zina dengan bule saja bangga!

Brayn anak hasil dari hubungan yang ... you know-lah. Selang beberapa bulan setelah menikahi mamanya, lelaki itu pergi. Sementara mama selalu menyalahkan Brayn setiap hari. Dia bilang, gara-gara kamu hidup Mama jadi begini!

Hei, yang berhubungan dengan lelaki itu siapa? Dan kenapa pula anak yang tak berdosa selalu disalah-salahkan?

Ketika orang lain, tetangga, keluarga besar, bahkan mama yang memandang sebelah mata, hanya Nenek yang merangkul Brayn. Hanya wanita itu yang tak pernah berkata menyakitkan. Nenek Marsinah-lah yang selalu menghibur saat Brayn berada di posisi terendah.

Selama hidup 17 tahun, Brayn tersiksa, tetapi selama itu hanya ada satu penyelamat, Nenek. Dia satu-satunya orang yang memungut Brayn dari tong sampah, membersihkannya, bahkan membuatnya perlahan-lahan bisa menghirup udara segar.

Masih hangat di otak Brayn. Ketika usianya menginjak 17 tahun, tampaknya tidak ada yang ingat hari ulang tahunnya. Sang Mama? Mungkin ingat! Tapi apa pentingnya hari kelahiran Brayn dibanding masa depan wanita itu yang hancur?

My Bra (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang